[1]
Makna
esoteris (batin) Al-Qur’an itu sederhana, semua menceritakan
sifat-sifat di dalam hati manusia, karena dalam hati manusia terdapat
potensi sifat dari semua makluk yang ada di seluruh alam raya. Dari
mulai Iblis sampai Malaikat, dari Adam sampai manusia akhir jaman, dari
semut sampai galaxi yang paling besar sekalipun, dari langit pertama
sampai saft tujuf-semua ada didalam diri manusia.
[2]
Al-Qur’an
di surat Ar Rahman, tiga puluh satu kali Allah bertanya setelah setiap
kali menjelaskan apa saja yang telah Ia berikan dan dirasakan oleh
manusia.
Termasuk hal yang telah
dirasakan oleh manusia yaitu kenikmatan dua surga[1], di dalam kedua
surga itu terdapat pohon-pohon dan buah-buahan[2], dan berikutnya Allah
bertanya “Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban?[3]” Di dalam kedua surga itu terdapat dua sumber mata air yang memancar[4]“, sehingga berikutnya Allah bertanya “Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban?[5]”
Apakah
kenikmatan dua surga yang dimaksud? Apakah pohon dan buah-buahan yang
dimaksud, apakah dua sumber mata air yang memancar? Sehingga Allah
bertanya “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Maka
pertanyaan tersebut tidak akan bisa engkau jawab, kecuali telah
merasakannya terlebih dahulu kenikmatan surga, pohon dan buah di
dalamnya, sungai-sungai yang mengalir. Tidak akan engkau merasakannya
kecuali engkau diberi petunjuk.
[1] Ar Rahman: 46.
[2] Ar Rahman: 48.
[3] Ar Rahman: 49.
[4] Ar Rahman: 50.
[5] Ar Rahman: 51.
[3]
Dapatlah
dimisalkan bahwa ayat-ayat Al-Quran terbagi kedalam tiga jenis. Pertama
“Ayat Padi”, kedua “Ayat Beras”, ketiga “Ayat Nasi”. Dari ketiga jenis
ayat tersebut “Ayat Padilah” yang menyebabkan banyak ketersesatan dalam
menafsirkan, kecuali bagi mereka yang mau berpikir.
“Ayat
Padi” adalah ayat yang tidak bisa dipahami secara tekstual, perlu
dilakukan itjtihat. Dan ayatnya dibuat dalam perumpamaan atau kias,
dibuat dalam kisah Para Nabi dan Rasul. Biasanya mengandung
rahasia-rahasia Allah yang sangat kursial.
Contoh dalam Al-Quran banyak menyatakan “Bintang”, masing-masing “Bintang” tidak sama maksudnya;
Pertama; “ Tabaaraka alladzii ja'ala fii alssamaa-i buruujan waja'ala fiihaa siraajan waqamaran muniiraan - Maha
Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia
menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya[1]”.
Pengertian bintang yang dimaksud jelas dipahami sebagai bintang yang ada
dilangit, yaitu sebagai petunjuk arah dan musim.
Kedua; “ Idz qaala yuusufu li-abiihi yaa abati innii ra-aytu ahada 'asyara kawkaban waalsysyamsa waalqamara ra-aytuhum lii saajidiina - Ingatlah
ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku, sesungguhnya aku
bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya
sujud kepadaku[2]”. Pengertian bintang yang dimaksud bukan yang ada
dilangit tetapi memiliki arti lain, sehingga perlu ditakwilkan oleh
Yakub terhadap mimpi Yusuf tersebut.
Ketiga; “ Walaqad zayyannaa alssamaa-a alddunyaa bimashaabiiha waja'alnaahaa rujuuman lilsysyayaathiini - Sesungguhnya
Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang - bintang, dan
Kami jadikan bintang - bintang itu alat-alat pelempar setan[3]”. Bintang
yang dimaksud jelas bukan bintang yang bersifat materi sehingga perlu
dipahami terhadap bintang yang ada didalam diri manusia sehingga memang
dapat digunakan untuk menghalangi tipu daya setan.
Maka yang pertama adalah “Bintang” pada ayat Nasi, kedua “Bintang” pada ayat Beras, dan ketiga “bintang” pada ayat Padi.
[1] QS. Al Furqaan: 61.
[2] QS. Yusuf: 4.
[3] QS Al Mulk: 5.
[4]
Pemahaman
terhadap Al-Qur’an harus bertingkat-tingkat[1], suatu ayat bisa
bertentangan dengan ayat lain apabila tidak diketahui pada tingkatan
mana meletakkan ayat-ayat tersebut.
“Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri[2]” bandingkan dengan ayat
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya[3]”.
Apakah kedua ayat tersebut tidak bertentangan?
[1] Tingkatan akal, tingkatan hati dan tingkatan ruh.
[2] QS. Ar Ra’d: 11.
[3] QS. Yunus: 107.
[5]
Allah
tidak mengharamkan babi[1], kecuali juga untuk melarang manusia memakan
rejeki yang kotor dan dilarang agama. Bisa jadi yang diharamkan adalah
diri kita sendiri karena meniru perilaku babi.
[1] Larangan memakan babi terdapat di QS. Al Baqarah: 173, Al Maa'idah: 3, QS. Al An'aam: 145, QS. An Nahl: 115.
[6]
Al
Qur'an jangan dikira hanya kalam Tuhan berbahasa Arab yang diturunkan
kepada Rasulullah Muhammad, tapi Al-Qur’an itu perahunya Nuh, kapaknya
Ibrahim, serulingnya Daud, tongkat dan sapi betinanya Musa, cincinnya
Sulaiman, hidangan dari langitnya Isa, sungai-sungai yang mengalir,
bidadari yang cantik jelita. Semua itu perumpamaan Al Qur'an yang
dikisahkan dalam perjalanan Nabi dan Rasul.
[7]
“Dia-lah yang menurunkan Al-Qur’an kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain ayat-ayat mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka
mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya
untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada
yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat
mengambil pelajaran daripadanya melainkan orang-orang yang berakal[1]”.
Ayat itu mengatakan bahwa didalam Al-Quran tedapat ayat “muhkamaat” dan ayat “mutasyaabihaat” Ayat “muhkamaat” yaitu ayat yang mudah dipahami (terang) maknanya. Ibaratnya ayat “muhkamaat” adalah ayat nasi-boleh langsung dipahami.
Tapi juga ada ayat “mutasyaabihaat”, yaitu ayat yang sulit dipahami maknanya. Ibarat ayat “mutasyaabihaat” adalah ayat padi-perlu diproses sebelum dipahami.
Engkau harus hati-hati dalam menafsirkan ayat “mutasyaabihaat”
tersebut. Kalau digunakan untuk menfitnah atau kepentingan hawa
nafsunya maka tergolong sesat. Tapi bukan berarti ayat ‘mutasyaabihaat’
ini tidak perlu dipelari untuk dicari makna yang sebenarnya dikendaki
oleh Allah. Orang yang mendalam ilmunya akan percaya dan mengambil
pelajaran dari ayat “mutasyaabihaat”.
Ayat “muhkamaat”
biasanya pengertian lahiriyah yang dikedepankan, yaitu hal-hal yang
dapat diartikan secara mudah karena berisi perintah dan larangan yang
jelas. Inilah yang dikatakan makna luar (eksoteris). Tapi ayat “mutasyaabihaat”
sulit diartikan, biasanya bisa berupa perumpamaan-perumpamaan, fenomena
langit dan bumi, ceritra atau kisah Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul jaman
dahulu. Pengertian “mutasyaabihaat” lebih cenderung mengarah ke makna batiniyah (esoteris). Dan ayat “mutasyaabihaat” tidak bisa dipahami kecuali oleh orang-orang yang berilmu.
Ayat “mutasyaabihaat” tentang gunung; “ Wataraa aljibaala tahsabuhaa jaamidatan wahiya tamurru marra alssahaabi - Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan[2]”.
“Innaa
'aradhnaa al-amaanata 'alaa alssamaawaati waal-ardhi waaljibaali
fa-abayna an yahmilnahaa wa-asyfaqna minhaa wahamalahaa al-insaanu - Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia[3]”.
“ Walaw anna qur-aanan suyyirat bihi aljibaalu aw quththhi'at bihi al-ardhu aw kullima bihi almawtaa - Dan
sekiranya ada suatu bacaan yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat
digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang
yang sudah mati dapat berbicara, tentulah Al-Qur’an itulah dia[4]”.
[1] Al-Quran di surat Al Imran ayat 7.
[2] QS. An Naml 88.
[3] QS. Al Ahzab 72.
[4] QS. Ar Ra’d 31.
[8]
Al-Qur’an awalnya adalah bahasa hati (tacit language).
Tidak ada bunyi, tidak ada tulisan, apalagi bahasa. Setelah diturunkan
melalui Jibril, dan diucapkan Rasullah Muhammad, barulah Al-Qur’an
menjadi kitab berbahasa Arab.
Dengan
Al-Qur’an menjadi bahasa Arab maka diperlukannya ilmu Fiqih, mantiq,
Bahlagho, Nahwu Sorof, Tarikh, Falsafah untuk dipelajari.
Agar
mudah dipelajari dan diamalkan umat manusia, oleh para ahli tafsir
dijabarkan maksdudnya, hingga muncul tafsir; Ibnu Katsir, Jalalain, Al
Azar, Al Misbah.
Agar kembali memahami
Al-Qur’an secara tacit (yang dipahami tanpa diucapkan) tetap harus
kembali ke bahasa awalnya, yaitu bahasa hati (tacit language). Bahasa yang dipahami oleh seluruh umat manusia.
[9]
Rasulullah
Muhammad membawa risalah Al-Qur’an, terdiri dari dua kelompok, pertama
ayat ‘Makkiyah’, dan kedua adalah ayat ‘Madaniyah’. Ayat ‘Makkiyah’
mengajarkan ilmu Tauhid ayat ‘Madaniyah’ mengajarkan ilmu Syariah.
Kedua
ilmu tersebut ibarat minyak dan air, ibarat laut tawar dan laut asin,
keduanya tidak bisa bercampur. Kedua ilmu tersebut saling terpisah.
Kebenaran
yang ada pada ilmu Syariah sulit ditelaah dari pandangan ilmu Tauhid,
juga kebenaran ilmu Tauhid sulit ditelaah menurut pandangan Ilmu
Syariah.
Telah
dicontohkan pada kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Ilmu Khidir tidak bisa
dipahami oleh Musa dan ilmu Musa tidak dimiliki oleh Khidir.
Ilmu
Syariah digunakan untuk mengatur tatanan lahiriyah antara manusia
dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan, sebaliknya ilmu Tauhid
digunakan untuk mengatur tatan batiniah, khusus mengatur manusia
berma’rifah pada Tuhannya.
Untuk
menjembatani kesenjangan keduanya, sebagian ulama mengajarkan ilmu
Tariqat dan Hakikat. Sehingga saat ini dikenal dengan istilah ilmu
Syariah, ilmu Tarikah, ilmu Hakikah dan ilmu Ma’rifah.
[10]
Apabila
mereka ragu-ragu tentang perkara dua ilmu yg saling terpisah. Tunjukan
kepada mereka ikan air tawar yg dimasukan kedlm air asin, juga tunjukan
kepada mereka ikan air asin yg dimasukan kedalam air tawar. Apakah
keduanya tetap hidup? Sesungguhnya pada keduanya terdapat tanda bagi
orang yang berpengetahuan.
[11]
Yang
merasakan lapar dan haus tidak hanya perut dan tenggorokan, hati juga
bisa merasakan lapar dan haus. Yang bersifat keras tidak hanya batu,
hati juga bisa bersifat keras. Yang mengalami banjir tidak hanya bumi,
hati juga bisa mengalami banjir. Itu semua solusinya adalah Al-Qur’an.
Allah
menurunkan hidangan dari langit kepada Nabi Isa dan umatnya[1], Musa
memukulkan tongkat ke batu sehingga memancar dua belas mata air[2],
Allah memerintahkan Nabi Nuh membuat bahtera[3]. Hidangan, bahtera,
tongkat- itu semua adalah kiasan, maksudnya adalah Al-Qur’an.
[1] QS. Al Maidah: 115.
[2] QS. Al Baqarah: 60.
[3] QS. Al Mukminun: 27.
[12]
Sesunggugnya
tiap diri manusia tidak hanya mengalami kisah kejadian mulai dilahirkan
sampai kisah hari kiamat, tapi mengalami kisah kejadian mulai dari
kisah nabi Adam sampai kisah hari kiamat.
[13]
Jangan semata salahkan Iblis karena tidak mau bersujud kepada Adam. Cermati perintahNya, “Waidkulna lilmalaikatisjudu li adam fasjudu ila iblis[1]”. Yang diperintah bersujud kepada Adam hanya Malaikat, Iblis tidak tidak. Makanya Iblis tidak mau bersujud.
[1] QS. Albaqarah: 34.
[14]
Sesungguhnya Allah menciptakan dua macam bilangan, yaitu bilangan nyata dan bilangan hati.
Di Al-Qur’an dikatakan 1 tahun akhirat setara dengan “1000 tahun dunia”. Maka “1000 tahun dunia” maksudnya bilangan hati.
Ashabul Kahfi tidur “309 tahun” di dalam gua. “309 tahun” bukan bilangan nyata, tapi “309 tahun hati”.
1
butir kebaikan akan dibalas “7000” kali butir kebaikan, “7000” itu
bilangan hati. Sholat berjamaah mendapat pahala “27 derajat”. “27
derajat” adalah bilangan hati. Kehidupan akhirat itu “kekal
selama-lamanya”. “Kekal selama-lamnya” itu bilangan hati.
Bilangan
hati sifatnya batiniyah, elastis, bias, dan metafora. Dan tidak bisa
disamakan antara bilangan nyata dengan bilangan hati.
Kedua bilangan tersebut mutlak hak milik Allah.
[15]
Apabila
mereka bertanya padamu “derajat siapa yg paling tinggi? Al-Quran,
manusia, surga, Islam atau langit”. Maka jawablah anaku bahwa “derajat
yang paling tinggi adalah manusia”.
[16]
Al-Qur’an
mempermudah menjelaskan kejadian dibatin manusia (jagad dalam) dengan
menggambarkan kejadian kehidupan diluar (jagad luar), yaitu dengan
ceritra dari Nabi Adam sampai akhir jaman.
Dengan
kisah yang diceritakan Al-Qur’an dari awal sampai hari kiamat terjadi
terus menurus pada batin manusia. Sehingga semua ayat Al-Qur’an berlaku
sepanjang jaman.
[17]
Agak
sulit memahami bahwa kejadian masa lalu yang diceriterakan Al-Qur’an
berlaku di masa sekarang dan masa mendatang. Lebih sulit lagi memahami
bahwa kejadian masa mendatang yang diceritakan Al-Qur’an juga berlaku
dimasa sekarang dan masa lalu.
[18]
Dalam
tiap diri manusia terjadi kejadian ketika iblis menolak bersujud pada
Adam, terjadi kisah Musa melawan Firaun, terjadi kisah Ibrahim melawan
Namrud. Cuma masing-masing manusia tidak sama apakah ia menjadi iblis
atau Adam, apakah ia menjadi Musa atau Firaun. Apakah ia menjadi Ibrahim
atau Namrud. Dan sebagainya.
[19]
Apabila
ingin belajar tafsir Al-Qur’an belajarlah Ibnu Katsir, apabila ingin
mengetahui Al-Qur’an secara etimologis (lughat) belajarlah Jalalain,
apabila ingin mengetahui Al-Qur’an dari keindahan tata bahasa belajarlah
Al-Misbah, apabila ingin menyingkap rahasia Al-Qur’an, cukuplah kamu
bacalah dirimu sendiri. Karena sesungguhmu adalah Al-Qur’an. Yaitu
Al-Qur’an berjalan.
Dan tidaklah Muhammad disuruh membaca Al-Qur’an pertama kali oleh Jibril kecuali membacai Al-Qur’an dalam diri Muhammad sendiri.
“Iqro' bismi robbikalladzi kholaq. Kholaqol insaana min 'alaq[1]”.
Dalam kesunyian hatimu, bacalah Al-Qur’an dalam dirimu sendiri hingga tercapai Lailatul Qadarmu.
[1]
QS. Al ‘Alaq: 1-2, ayat pertama memerintahkan Muhammad membaca,
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan”, maka pada ayat
berikutnya “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”
memerintahkan Muhammad untuk mengetahui asal-usul manusia, hal ini
mengisyaratkan agar Muhammad membaca Al-Quran yang ada didalam dirinya.
[20]
Al-Qur’an
berasal dari Lahul Mahfudz. Tahukah Lahul Mahfudz? Apakah Lahul Mafudz?
yaitu kitabun mubin, kitab yang nyata, catatan yang jelas, bukan ghoib.
[21]
Kalau engkau membaca “Ihdinasiratol mustaqim",
dapat diartikan "Hantarkanlah kami kejalan yang lurus". Walaupun kita
tidak sampai Tujuan-kita tidak usah kuatir, karena Tujuan itu sendiri
yang menghantarkan kita ke Dia.
[22]
Al-Qur’an
itu multi tafsir, lautan makna. Berbagai macam hikmah diberikan
Al-Qur’an pada manusia yang berakal, tak ubahnya seperti sungai yang tak
henti-henti mengalir airnya untuk diambil manfaat oleh manusia.
Berilmulah
engkau agar mampu menafsirkan Al-Qur’an untuk dapat diambil hikmahnya.
Karena tafsir Al-Qur’an tidak hanya sebanyak jumlah manusia, tapi lebih
banyak lagi, yaitu sebanyak tarikan nafas semua manusia.
[23]
Sesungguhnya
Khidhir tidak pernah melubangi perahu, yang dia lubangi adalah hatinya
agar dirinya tenggelam didalam Dzatullah. Khidhir tidak pernah membunuh
anak kecil, yang dia bunuh adalah ego dirinya. Khidhir tidak pernah
mendirikan tembok, yang dia dirikan adalah amal sholeh tanpa
mengharapkan imbalan pahala.
Khidhir
bukan siapa-siapa. Ia bisa Adam, ia bisa Ibrahim, ia bisa Musa, ia bisa
Isa, ia bisa Muhammad. Engkau pun, asal engkau berani ‘'melubangi
bahtera hingga tenggelam di laut’,’membunuh anak’, ‘mendirikan tembok
tanpa meminta upah’ sehingga hati hadir dihadapan Allah, maka engkaulah
lah Khidhir. Khidhir hidup sepanjang jaman.
[24]
Al-Qur’an Awalnya memang harus dibaca kemudiah harus diijtihati agar rahasia keghaiban terang adanya.
[25]
Al-Qur’an
diumpamakan sebagai tongkat yang bisa membelah laut dan memecah batu
hingga mengeluarkan 12 sumber mata air. Al-Qur’an diumpamakan sebagai
sapi betina yang bisa menghidupkan orang yang mati pada jaman Nabi Musa.
Al-Quran diumpamakan hidangan dari langit pada waktu Nabi Isa.
Al -Quran diumpamakan seruling pada Nabi Daud.
Al -Quran diumpamakan sebagai bahteranya (kapal) Nabi Nuh.
Di
surga terdapat sungai-sungai mengalir, bidadari yang cantik celita,
buah-buahan yang dapat dipetik dari dekat, pohon yang memberi naungan,
itu semua maksudnya tidak lain adalah Al-Qur’an.
Al-Quran
sebagai cahaya (petunjuk) ada dimana-mana, disetiap kisah Nabi dan
Rasul, Al-Qur’an diumpakan dengan berbagai bentuk sesuai dengan situasi
saat itu. Al-Qur’an dapat engkau ambil cahayanya dengan sangat mudah
karena ia selalu memberi petunjuk di sekelilingmu dimanapun engkau
berada, karena Al-Qur’an adalah “kitabun mubin”, ia adalah kitab yang nyata.
[26]
Jangan
menyempitkan ilmu Allah dengan beranggapan bahwa Al-Qur’an cukup sampai
30 juz, 144 surat, 6666 ayat. Padahal sesungguhnya ilmu Allah tak
terbatas, tertuang dalam seluruh alam semesta yang jumlah juz, surat,
ayat tak terhitung jumlahnya, melebihi luasnyai tujuh lapis bumi dan
tujuh lapis langit.
Seandainya
pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta, ditambahkan
kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tidak akan
habis-habisnya dituliskan ilmu Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana[1].
Al-Qur’an terus
diturunkan pada orang-orang yang berakal dan mau membersihkan jiwanya,
sehingga ia dalam posisi berdiri, duduk dan berbaring selalu mengingat
kebesaran TuhanNya.
[1] QS. Lukman: 27.
[27]
Barang
siapa yang meminta petunjuk kepada Allah, kemudian setelah petunjuk
diturunkan dan ia mengingkarinya, maka Allah akan memberikan siksaan
yang tidak pernah ia timpahkan kepada seorangpun diantara umat manusia.
Petunjuk itu adalah Al-Qur’an yang diturunkan kepada rasulullah
Muhammad, dan diumpamakan sebagai hidangan dari langit.
Hal
itu seperti yang dijelaskan pada kisah Nabi Isa. Isa putera Maryam
berdoa “Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan
dari langit yang hari turunnya akan menjadi hari raya bagi kami yaitu
orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi
tanda bagi kekuasaan Engkau, beri rejekilah kami, dan Engkaulah pemberi
rejeki Yang Paling Utama[1]”.
[1] QS. Al Maa’idah: 114.
[28]
Utusan
(Rasul) dari Allah telah datang berkali-kali, terus menerus, bahkan
sekarangpun utusan tersebut datang untuk menyeruh kepada manusia agar
menyembah dan mengesahkan Allah, tetapi hanya sedikit yang bisa
mempercayai dan memahami.
Utusan tidak
hanya berwujud manusia, tetapi risalah, ilmu, bahkan kalimat yang anda
baca ini, semua adalah rasul-rasul yang disampaikan berkali-kali agar
manusia benar-benar menuhankan Allah. Tapi tetap ditentang dan mereka
tetap berkata “Kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka", dan bahkan
mereka mengancam akan merajam dan menyiksa seperti yang dilakukan oleh
para Yahudi kepada Rasul-Rasul mereka pada jaman nabi Musa[1].
[1] QS. Yaasiin: 13-21.
[29]
“Perumpamaan
penghuni surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di
dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada beubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak beubah rasanya, sungai-sungai
dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari
madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam
buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka[1]”.
“Perumpamaan
surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah taman yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya[2]”. Sungai-sungai sebagai
perumpamaan ilmu.
Sungai-sungai dari air
yang tiada beubah rasa dan baunya adalah ilmu Syari’at. Sungai-sungai
dari air susu yang tidak berubah rasanya adalah ilmu Tareqat,
sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya perumpamaan
adalah ilmu Hakikat. Sungai-sungai dari madu yang disaringadalah ilmu
Ma’rifat.
Sungai-sungai itu bisa dinikmati dengan menjalankan ilmunya terlebih dahulu.
Seorang
menikmati sungai air maka hati menjadi mutmainah, seorang menikmati
sungai susu sehingga hati menjadi rodhiah, seorang menikmati sungai arak
agar hati menjadi mardiah, dan seorang menikmati sungai madu maka hati
menjadi kamalia.
[1] QS. Muhammad: 15.
[2] QS. Ar Raad: 35.
[30]
“Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya engkau berada dilembah yang suci, Thuwa[1]”.
Tahukah lembah Thuwa itu? Tahukah apakah lembah Thuwa itu? Lembah Thuwa adalah hati (qalbu) manusia.
Tahukah bagaimana lembah Thuwa mencapai kesucian? Yaitu manusia harus melepas terompahnya.
Tahukah
engkau terompah itu? Tahukah apakah terompah itu? Terompah adalah
perumpamaan pasangan-pasangan[2] dari semua ciptaan Allah.
Apabila
engkau ingin bertemu Tuhan di Dunia, semua ciptaan (yang
berpasang-pasangan) harus dihilangkan hingga hati menjadi bersih dari
segala beban. Kalau tidak, maka jangan sekali-kali berharap seperti Musa
bertemu dengan Tuhannya.
[1] QS. Thaahaa: 12.
[2]
Ciptaan Tuhan selalu berpasangan; baik-jelek, dosa- pahala, bumi-
langit, dunia- akhirat, surga- neraka, lelaki-perempuan,
malaikat-syaitan. Dijelaskan di QS. Az Zukhruf 12, QS. Adz Dzaariyaat:
49.
[31]
Al-Qur’an
mengatakan barang siapa yang rajin membacanya, mencintainya,
mengagungkannya, tapi tidak tahu hikmah-hikmahnya, maka orang tersebut
seperti keledai memanggul kitab, hal itu seperti orang Yahudi yang tidak
mengetahui isi Taurat walau dia telah membacanya.
[32]
Jangan
engkau sibuk mengkaji kemungkaran Namrud dan Firaun dari abad yang
lampau, tapi sibuklah mengkaji kemungkaran Namrud dan Firaun yang ada di
dalam dirimu sendiri. Bangkitkan Ibrahim dan Musa-mu, bekalilah kampak
dan tongkat (Al-Qur’an) untuk melawannya.
[33]
“Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku
bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati. Allah berfirman: Belum
yakinkah engkau ? Ibrahim menjawab: Aku telah meyakinkannya, akan tetapi
agar hatiku tetap mantap dengan imanku. Allah berfirman: Kalau demikian
ambilah empat ekor burung, lalu peliharalah dan junakanlah semuanya
olehmu. Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit seekor burung,
kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan
segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana[1]”.
Tahukah
engkau apa arti burung-burung itu? Empat burung yang dimaksud adalah
empat nafs (jiwa). Nafs itulah yang bisa hidup untuk menghadap Allah.
Allah
menghidupkan orang mati artinya membangkitkan empat nafs dari tujuh
nafs yang dimiliki manusia; Nafs Mutmainah (jiwa yang tenang), Nafs
Rhodiah (jiwa yang ridho kepada Allah), Nafs Mardiah (jiwa yang diridhoi
Allah), Nafsu Kamalia (jiwa yang sempurna, karena menyatu dengan
Allah).
[1] QS. Al Baqarah: 260.
[34]
“Berkatalah
Musa: Ya Tuhanku, nampakkanlah diri Engkau kepadaku agar aku dapat
melihat kepada Engkau. Tuhan berfirman: Engkau sekali-kali tidak sanggup
melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
sebagai sediakala niscaya engkau dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh
dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia
berkata: Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang
yang pertama-tama beriman[1]".
Apabila
engkau berdoa karena berkeinginan melihat Allah seperti Musa, maka
Allah tidak akan menampakkan Diri kecuali engkau hancurkan seluruh alam
semesta dan diri engkau sendiri (fana’), sehingga alam semesta dan diri
engkau sendiri tidak memiliki daya kuat, tidak memilik daya sifat, dan
tidak memiliki jasad (bentuk fisik), kecuali daya kuat, daya sifat dan
jasad adalah milik Allah sendiri. “La ilaha illallah". Artinya, tidak ada daya kuat, daya sifat dan wujud kecuali Allah.
[1] QS. Al A'raaf: 143.
[35]
Disebutkan di dalam Al-Qur’an, bahwa di dalam surga terdapat pohon pisang yang buahnya bersusun-susun[1].
Kenapa pohon pisang yang disebutkan, kenapa tidak pohon lain?
Gambaran
kekekalan surga untuk orang yang beriman takubahnya seperti tumbuhnya
pohon pisang yang silih berganti, setelah pohon (induk) pisang berbuah,
maka akan mati, dan digantikan oleh tunas berikutnya[2].
[1] QS. Waqiah: 29.
[2]
Surga selalu kekal bagi orang beriman selama orang tersebut hidup.
Apabila orang beriman tersebut mati, maka lenyap pula surganya. Surga
akan selalu diberikan kepada diri orang yang beriman.
[36]
“ Walaqad zayyannaa alssamaa-a alddunyaa bimashaabiiha waja'alnaahaa rujuuman lilsysyayaathiini - Sesungguhnya
Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami
jadikan bintang-bintang itu sebagai alat pelempar setan[1]”.
Tahukah engkau yang dimaksud dengan 'Langit yang dekat'? Apa yang dimaksud dengan 'Bintang'? Apa yang dimaksud dengan 'Setan'?
“Langit yang dekat” maksudnya batin manusia.
“Bintang” maksudnya akal manusia.
“Setan” maksudnya hawa nafsu manusia.
Allah
menciptakan batin (langit yang dekat) didalamnya dihiasi akal (bintang)
dan hawa nafsu (setan), maka akal tersebut diciptakan tak lain agar
manusia dapat melawan hawa nafsunya.
[1] QS. Al Mulk: 5.
[37]
Sesungguhnya surga itu adalah hati yang indah dari orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.
Pengamalan
ilmu dari apa yang mereka kerjakan diibaratkan sungai-sungai yang
mengalir[1], ampunan dari Allah yang diberikan kepada mereka diibaratkan
buah-buahan yang bisa diambil dari dekat[2], perlindungan Allah selalu
diberikan kepada mereka ibaratnya adalah pohon bidara yang tidak
berduri[3].
Bidadari cantik yang bermata
jeli[4] adalah ibarat dari Al-Qur’an, suka menghormati tamu diibaratkan
hamparan permadai dan suguhan dengan gelas yang cantik.
Dan sebaliknya adalah neraka.
[1]
QS. Al Buruuj: 11, QS. Ath Thalaaq: 11, QS. At Taghaabun: 9, QS.
Muhammad: 12, QS. Al Hajj: 14 dan 23, QS. Ibrahim: 23, QS. An Nisaa':
57.
[2] QS. Ar Rahmaan: 54, QS. Muhammad: 15.
[3] QS. Al Waaqi'ah: 28.
[4] QS. Ath Thuur: 20, QS. Ar Rahmaan: 70, QS. Al Waaqi'ah: 22.
[38]
“Yaa
ma'syara aljinni waal-insi ini istatha'tum an tanfudzuu min aqthaari
alssamaawaati waal-ardhi faunfudzuu laa tanfudzuuna illaa bisulthaanin”,
artinya: “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
penjuru langit dan bumi, maka tembuslah! kamu tidak dapat menembusnya
kecuali dengan kekuatan[1]”.
Apabila
kekuatan akalmu hanya sampai menembus langit pertama (bumi lapis
pertama), maka gunakanlah kekuatan hatimu untuk menembus langit lapis ke
tujuh[2] (bumi lapis ke tujuh[3]). Dan apabila engkau ingin ke
penghujung langit (dasar paling bawah bumi) untuk bertemu Tuhanmu maka
gunakanlah kekuatan ruh mu.
[1] QS. Ar Rahmaan: 33.
[2] QS. Al Baqarah: 29, QS. Nuh: 15, QS. Al Mulk: 3.
[3] QS. Ath Thalaaq: 12.
[39]
Dialog
(ceritra) dalam Al-Qur’an ada interpersonal dan ada yang intrapersonal.
Apabila ayat itu interpersonal berarti kejadiannya terjadi secara
fisik. Tapi kalau ayat itu intrapersonal maka kejadiannya didalam diri
manusia iru sendiri (batiniyah). Contoh Kisah Musa dan Khidir bisa
dikatakan sebagai intrapersonal, kejadiannya didalam diri Musa sendiri.
Kisah Iblis tidak mau sujud kepada Adam itu ceritra intrapersonal, tidak
ada kejadian fisiknya.
[40]
Agar
tidak mengalami kebingungan dan pertentangan didalam memahami ilmu
(Al-Qur’an) hendaknya disediakan empat wadah, yaitu wadah Syariat
(akal), wadah Tarikat (hati), wadah Hakikat (ruh), dan wadah Ma’rifat
(Nur Muhammad). Kalau keempat wadah telah engkau miliki, mudahlah bagimu
untuk memahami ilmu tersebut kedalam wadah yang sesuai.
Dan ada satu wadah lagi setelah keempatnya, yaitu Fana' (peleburan diri kedalam wadah Allah).
[41]
Kenapa
Tuhan mengharamkan babi untuk dimakan[1] dan menajiskan jilatan anjing?
Karena implisit yang diharamkan dan dinajiskan bukan badannya (daging
dan lidahnya) tapi sifatnya. Babi suka hidup dan makanan yang kotor,
anjing suka menjulurkan lidah berapapun makanan yang telah dimakan,
sifat itulah yang lebih diharamkan dan yang lebih dinajiskan dari pada
badannya.
Berapa banyak orang yang tidak
makan babi tapi kelakuannya melebihi babi, semua dimakan tidak peduli
itu haram atau halal. Berapa banyak orang yang merasa najis terhadap
jilatan anjing padahal juluran lidahnya melebihi anjing, yaitu suka
menumpuk harta.
Boleh jadi diri manusia lebih haram dan lebih najis dari pada babi dan anjing.
[1] QS. An Nahl: 115, QS. Al An'aam: 145, QS. Al Maa'idah: 5, QS. Al Baqarah: 173.
[42]
“Wakulna
Ya adamu askun anta wazaujuka aljannata wakula minha raghadan haisu
si'tuma wala takraba hadihis syajarata[1] fatakuna minaddolimin”.
Artinya;
“Dan Kami berfirman: Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga
ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja
yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pertumbuhan ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim[2]”.
Istilah “Syajarata” memiliki pengertian “Pertumbuhan”, dan istilah “Syajarah” berarti “Bertumbuh”, bukan pohon.
Pertumbuhan
itu adalah kata lain untuk pembuahan yang terjadi akibat hubungan suami
istri[3]. Karena itulah ayat AlQur'an tidak melarang Adam “Jangan
memakan” atau “Jangan mengambil buah pohon” tetapi yang dinyatakan
kepada Adam adalah “Jangan mendekati pertumbuhan”.
Ayat
tersebut sebenarnya melarang Adam dan Hawa melakukan hubungan suami
istri tanpa pernikahan terlebih dahulu. Hal tersebut bisa menyebabkan
mereka termasuk orang-orang yang zalim. Dan ternyata mereka
melanggarnya.
[1] Istilah ‘Syajaratu’ memiliki pengertian ‘Pertumbuhan’, dan istilah ‘Syajarah’ berarti ‘Bertumbuh’, bukan pohon.
[2] QS. Al Baqarah: 35.
[3]
Al-Qur'an memang melukiskan kejadian tersebut sedemikian rupanya
melalui kalimat-kalimat yang halus dan baik sehingga menjadi sopan dan
indah dengan perkataan “Syajarah” atau “Syajaratu” yang oleh para
penafsir selama ini diartikan dengan pohon.
[43]
Didalam
Al-Qur’an terdapat ayat mutasyaabihaat (samar) karena banyak
pengetahuan yang tidak bisa dijelaskan dengan bahasa manusia, kecuali
dimetoforakan dengan fenomena alam semesta. Terjadinya kiamat,
kebangkitan dari kubur, kehidupan di padang maksyar, surga dan
neraka-kejadian itu diterangkan secara “mutasyaabihaat”.
[44]
Setiap
kandungan dalam seluruh kitab-kitab Allah diturunkan, semuanya ada di
dalam Al Qur'an. Dan seluruh kandungan Al Qur'an ada di datam
Al-Fatihah. Dan semua yang ada dalam Al-Fatihah ada di dalam “Bismillahirrahmaanirrahiim”.
Setiap kandungan yang ada dalam Bismillahirrahmaanirrahiim ada di dalam huruf ﺏ (Ba'), dan setiap yang terkandung di dalam ﺏ (Ba’) ada di dalam titik yang berada dibawah ﺏ (Ba’).
Huruf
ﺕ (Ta') dengan dua titik di atas, lalu ditambah satu titik lagi menjadi
huruf ﺙ (Tsa’), huruf ﺕ (Ta') terbaca Ta' karena bertitik dua, dan
huruf ﺙ (Tsa') terbaca Tsa' karena bertitik tiga.
Demikian
juga Huruf ﺥ (Jim) terbaca karena ada titik diatas, huruh ﺡ (Ha)
terbaca karena tidak ada titik, huruf ﺝ (Kho) terbaca karena ada titik
ditengah.
Huruf ﻪ (Mim) dan ﻭ Wau terbaca
karena ada lubang (titik putih) dari garis yang dibengkokkan sehingga
terbaca Mim itu Mim dan Wau itu Wau.
Ketahuilah bahwa semua huruf Al-Qur’an terbaca karena keberadaan (ketidakberadaan) titik (.) pada masing-masing huruf.
Sehingga tidak terbaca Al-Qur’an kecuali yang dibaca adalah titik itu sendiri.
Hakikatnya adalah “Tidak terlihat segala sesuatu kecuali yang dilihat adalah Allah sendiri”.
[45]
“Dan
penghuni neraka menyeru penghuni surga; Limpahkanlah kepada kami
sedikit air atau makanan yang telah direjekikan Allah kepadamu. Mereka
penghuni surga menjawab, sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya
itu atas orang-orang kafir[1]”.
“Air dan
makanan surga” yang diminta penduduk neraka kepada penduduk surga ialah
petunjuk Al-Qur’an sebagaimana yang telah direjekikan Allah kepada
penghuni surga sebagai petunjuk didalam hatinya.
Akan
tetapi dikatakan kepada mereka para penghuni neraka bahwa, “Allah telah
mengharamkan keduanya atas orang-orang kafir”, ialah hati orang-orang
kafir sebenarnya sangat menginginkan petunjuk, tetapi dikeranakan hati
mereka telah dibutatulikan oleh Allah, walaupun telah diberitahukan
tidak bisa melihat dan mendengar petunjuk tersebut.
[1] QS. Al A'raaf: 50.
[46]
Perintah
di dalam Al Quran, semakin tinggi nilainya dan sangat sulit dilakukan,
maka dibuat dalam majas berupa kisah untuk dicari hikmahnya. Seperti
itulah maksud kisah Nabi Musa menyuruh menyembelih sapi betina yang
hampir saja umatnya tidak mampu melaksanakan perintah tersebut.
" Dan
ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah
kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung
kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang
jahil [1]".
" Mereka menjawab: "
Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada
kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu [2]".
" Mereka
berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua
warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya [3]".
" Mereka
berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi
itu masih samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan
mendapat petunjuk untuk memperoleh sapi itu [4]".
" Musa
berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah
sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak
pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya."
Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina
yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka
tidak melaksanakan perintah itu [5]".
Maka
tidak akan mereka dapatkan sapi betina yang tidak tua dan tidak muda,
yang kuning tua warnanya lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya, sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada
belangnya, kecuali sapi betina yang dimaksud adalah Al Qur’an.
Sehingga dengan Al Qur’an itulah Nabi Musa bisa menghidupkan hati yang mati.
" Dan
ingatlah, ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh
menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini
kamu sembunyikan [6]".
" Lalu
Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi
betina itu !" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang
telah mati [7], dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti [8]".
Batapa
banyak orang-orang yang menyanjung-nyanjung Kitabnya sehingga mereka
menomor duakan Tuhannya. Batapa banyak orang-orang yang
mengagung-agungkan agamanya, sehinga agama yang semestinya menjadi alat
tetapi malah dijadikan Tuhan, dan disembah-sembah oleh mereka. Betapa
banyak orang yang beragama Islam yang sekaligus menyembah Islam....
Maka
hikmah kisah Nabi Musa menyuruh menyembelih sapi betina ialah larangan
bagi umat Islam untuk mendewakan Al Quran, larangan bagi kaum muslimin
untuk menyembah Islam. Cukuplah Allah menjadi sesembahan mereka.
[1] QS. Al Baqarah: 67
[2] QS. Al Baqarah: 68
[3] QS. Al Baqarah: 69
[4] QS. Al Baqarah: 70
[5] QS. Al Baqarah: 71
[6] QS. Al Baqarah: 72
[7] Yang mati adalah hati orang tersebut
[8] QS. Al Baqarah: 73
[47]
Rejeki
tidak harus berupa harta benda, tapi Allah memberikan rejeki bisa
berupa tidak ada rasa kekhawatiran, tidak ada rasa bersedih hati,
girang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar. Itu semua adalah
rejeki.
Dan gugur dijalan Allah tidak
harus mati di medan perang, tapi mujahadah[1], yaitu itu
sungguh-sungguh berperang mengalahkan hawa nafsu adalah juga gugur
dijalan Allah.
“ Walaa tahsabanna alladziina qutiluu fii sabiili allaahi amwaatan bal ahyaaun 'inda rabbihim yurzaquuna
- Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat
rezki[2]”.
Sehingga orang-orang yang
gugur di jalan Allah bisa diartikan mereka yang berjuang
sungguh-sungguh secara bathin untuk menggalahkan hawa nafsunya
sendiri, sehingga nafsunya mati. Sungguh inilah suatu jihad yang besar,
yaitu jihad melawan diri sendiri, atau hawa nafsu. " Roja'na min Jihadil asghor ila Jihadil Akbar.. Jihadul linafsi..; kita telah keluar dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar... Jihad [3] memerangi hawa nafsu.." Kata Rasulullah.
Orang
yang nafsunya telah dikalahkan (mati) itulah mereka yang sesungguhnya
hidup disisi Tuhannya, dan mereka mendapat rejeki, yaitu berupa tidak
ada rasa kekhawatiran, tidak ada rasa bersedih hati, girang hati
dengan nikmat dan karunia yang yang besar.
Dan ayat berikutnya menerangkan siapa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu malah sebenarnya hidup.
“Mereka
dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih
tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati [3].
Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari
Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
beriman [4]. (Yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan
Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka. Bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar [5].
(Yaitu) orang-orang yang mentaati Allah dan Rasul yang kepada mereka ada
orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka",
maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik
Pelindung"[6].
[1] Mujahadah dari kata, ijtihad, jihad
yang artinya sungguh-sungguh. Jihad diartikan berjuang
sungguh-sungguh secara lahir. Ijtihad berjuang sungguh-sungguh dengan
menggunakan ilmu. Sedang Mujahadah adalah berjuang sungguh-sungguh
secara bathin.
[2] QS. Al “Imraan: 169.
[3] QS. Al “Imraan: 170.
[4] QS. Al “Imraan: 171.
[5] QS. Al “Imraan: 172.
[6]
QS. Al “Imraan: 173. Ayat Al 'Imraan 160 s/d 173 ini konteksnya
memang pada waktu selesai perang Uhud, tetapi kalau diartikan secara
esoteric adalah kejadian perang di dalam diri manusia sendiri. Karena
dikatakan gugur pada QS Al 'Imraan 169, tapi kenyataan mereka masih
hidup apabila dilihat pada QS. Al 'Imraan: 170 s/d 173.
[48]
Surga
jangan diartikan secara kuantitatif, cobalah diartikan secara
kualitatif;, yaitu ketenangan jiwa, kemanfaatan diri bagi manusia lain,
bertambah luasnya cakrawala ilmu, semakin terangnya cahaya
kema’rifatan, hati yang indah seperti pertamanan (Jannah) karena selalu
berbuat amal kebaikan.
“Matsalu
aljannati allatii wu'ida almuttaquuna tajrii min tahtihaa al-anhaaru
ukuluhaa daa-imun wazhilluhaa tilka 'uqbaa alladziina ittaqaw wa'uqbaa
alkaafiriina alnnaaru - Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada
orang-orang yang takwa ialah seperti taman; mengalir sungai-sungai di
dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula).
Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat
kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka[1]”
Sengaja
Allah memetaforakan surga dengan berbagai bentuk, dan tidak mengetahui
arti perumpamaan tersebut kecuali bagi orang yang diberi petunjuk.
Di
dalam surga itu ada sungai-sungai mengalir[2], sungai-sungai itu
adalah perumpamaan, yaitu ilmu dan petunjuk yang selalu diberikan oleh
Allah bagi orang yang bertaqwa.
Di
dalam surga ada bidadari yang cantik jelita-yang tidak pernah disentuh
manusia dan jin[3], bidadari itu perumpamaan, yaitu sejatinya adalah
Al-Qur’an yang tidak dibuat oleh tangan manusia dan jin.
Di
dalam surga ada buah yang dapat dipetik dari dekat [4], buah yang
dapat dipetik dari dekat yang dimaksud adalah perumpamaan, yaitu
ampunan dari Allah yang selalu dekat keberadaanya.
Di
dalam surga itu ada pohon Bidara yang tidak berduri [5], pohon Bidara
yang tidak berduri itu juga perumpamaan, yaitu perlindungan dan
keteduhan hati yang diberikan Allah kepada hambanya yang beriman.
Mereka
para penghuni surga dikelilingi anak-anak muda yang tetap muda [6],
anak yang dimaksud adalah perumpamaan, yaitu kedekatan hati dengan anak
yatim dan fakir miskin.
Penghuni surga
diberi gelas yang indah [7], gelas yang indah itu adalah perumpamaan,
yaitu mulut mereka yang terjaga sehingga terhindar dari kata-kata yang
tidak berfaedah dan tiada pula perkataan dusta.
Di
dalam surga disediakan permadani yang terhampar [8], permadani yang
indah adalah perumpamaan, yaitu hati meraka yang pemurah sehingga suka
menolong sesamanya.
Penghuni surga
berada diantara pohon pisang yang buahnya bersusun-susun [9], pohon
pisang yang buahnya bersusun-susun juga pula perumpamaan, yaitu mereka
mendapat kemulyaan hidup.
Demikian juga
sebaliknya neraka, adalah jiwa yang terseret oleh hawa nafsu [10]. Di
hadapan dan di belakang mereka dinding, dan dipasang belenggu di leher
mereka, yaitu perumpamaan hati yang tertutup dari kebenaran dan
petunjuk, mereka tidak bisa lari dari kesesatan yang mereka kerjakan,
dan tidak pula ada penolong.
Dan tidak diciptakan surga dan neraka, kecuali keduanya dekat. Sedekat bumi yang selalu diselimuti oleh siang dan malam.
[1] QS. Ar Ra’d: 35.
[2] Terdapat di QS. Muhammad: 15, QS. Al Fath: 17, QS. Al Mujaadilah: 22.
[3] Terdapat di QS. Ar Rahmaan: 56.
[4] Terdapat di QS. Ar Rahmaan: 54.
[5] Terdapat di QS. Al Waaqi'ah: 28.
[6] Terdapat di QS. Al Waaqi'ah: 17.
[7] Terdapat di QS. Ath Thuur: 23.
[8] Terdapat di QS. Al Ghaasyiyah: 16.
[9] Terdapat di QS. Al Waaqi'ah: 29.
[10] Yaitu nafsu Amarah, Lauwamah, dan Mulhimah. Nafsu itulah diumpamakan api neraka.
[49]
“ Falam taqtuluuhum walaakinna allaaha qatalahum wamaa ramayta idz ramayta walaakinna allaaha ramaa -
Maka bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang
membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar,
tetapi Allah-lah yang melempar [1]”.
Ayat
ini mengatakan bahwa yang melempar dan membunuh musuh dalam peperangan
bukan orang Mukmin, yang melempar dan membunuh adalah Allah. Dengan
sifat ke-akbaranya Allah, maka tidak hanya dalam peperangan, tapi semua
perbuatan manusia adalah perbuatan Allah - dan sekaligus yang dilempar
dan yang dibunuh dalam perang bukan musuh, yang dilempar dan yang
dibunuh dalam perang adalah Allah sendiri.
Allah lah yang menciptakan semua manusia dan apa-apa yang mereka kerjakan. Ibrahim berkata; “Wallahu kholakum wa ma ta'malun - Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu [2]”.
[1] QS. Al Anfaal: 10.
[2] QS. Ash Shaaffaat: 96.
----------Selesai
No comments:
Post a Comment