[1]
Manusia
diciptakan dari cahaya, diisi dengan cahaya, dibungkus dengan cahaya,
didekatkan dengan cahaya, dikuatkan dengan cahaya, serta ditempatkan di
sumber cahaya.
Manusia berasal dari Cahayanya Cahaya Maha Cahaya.
Allah adalah Cahaya Maha Cahaya, petunjuk-Nya adalah Cahaya, kalam-Nya adalah Cahaya.
Allah memberikan cahaya-Nya pada siapa saja yang Ia kehendaki di antara hamba-Nya.
[2]
Semua
makluk diciptakan tak ubahnya seperti garam didalam laut.
Nama-wujud-sifat-gerak-ilmu-semuanya, bukan garam melainkan laut itu
sendiri. "Inna rabbaka ahad - Sesungguhnya Tuhanmu meliputi segala manusia[1]"
[1] QS. Al Israa': 60.
[3]
Ketahuilah bahwasannya masterpeace
ciptaan Allah adalah manusia. Al-Qur’an, Islam, surga-neraka,
langit-bumi, malaikat- iblis, Jin, dan seluruh makluk lain adalah
komponennya.
Manusia adalah sebaik-baik ciptaan “Laqad khalaqnaa al-insaana fii ahsani taqwiimin – Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya[1]”.
Dan kepada manusia, Allah sendirilah yang meniupkan ruh-Nya, “Fa-idzaa sawwaytuhu wanafakhtu fiihi min ruuhii - Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku[2]”.
[1] QS. At Tiin: 4.
[2] QS. Shaad: 72.
[4]
Dalam tiap diri manusia itu ada sebuah kaum yang beraneka ragam sifatnya, sehingga apabila Al-Qur’an mengatakan “Ya Ayyuhalladzina 'Amanu”, “Ya ayyuhal kafirun”, “Ya ayyuhal munafiqun”, “musyrikuun”, “Nashoro” atau “Yahuda”-itu
semua menyebut diri kita sendiri. Bukan kita yang beriman, orang lain
dikafirkan, orang lain dimunafikan. Bukan kita yang muslim kemudian
orang yang berbeda keyakinan dengan kita diyahudikan atau dikristenkan.
[5]
Manusia
belum tentu konstan berlaku sebagai manusia, bisa juga pada momentum
tertentu, pada kondisi psikologis tertentu, pada situasi perhubungan
sosial tertentu, pada peristiwa tertentu, manusia berlaku sebagai
monster, kanibal, hewan, setan atau bahkan iblis.
[6]
Iblis berasal dari Segitiga Bermuda. Apakah Segitiga Bermuda? Dimana Segitiga Bermuda?
Segitiga
Bermuda adalah nafsu manusia, yaitu “Nafsu Amarah”, “Nafsu Lauwamah”
dan “Nafsu Mulhimah”. Karena ketiga nafsu itu berada di hati manusia,
sungguh berhati-hatilah engkau dari padanya.
[7]
Cukuplah Allah sebagai Tuan Rumah (hati) mu, dan Muhammad sebagai penjaga pintunya.
[8]
Dalam
keadaan sakratul maut, Si Fulan tiba-tiba merasa dirinya berada di
depan sebuah pintu gerbang langit. Dan diketuknya pintu gerbang langit.
“Siapa di situ?” ada suara dari dalam.
Lalu Si Fulan menjawab, “Saya, Tuan.”
“Siapa kamu?”
“Fulan, Tuan.”
“Apakah itu namamu?”
“Benar, Tuan.”
“Aku tidak bertanya namamu. Aku bertanya siapa kamu.”
“Saya Fulan Bin Fulan”
“Aku tidak bertanya kamu anak siapa. Aku bertanya siapa kamu.”
“Saya seorang pejuang”
“Aku tidak menanyakan pekerjaanmu. Aku bertanya siapa kamu?”
“Saya seorang Muslim, pengikut Rasulullah SAW.”
“Aku tidak menanyakan agamamu. Aku bertanya siapa kamu.”
“Saya
ini manusia. Saya setiap hari sholat lima waktu dan saya suka kasih
sedekah. Setiap Ramadhon saya juga puasa dan bayar zakat.”
“Aku tidak menanyakan jenismu, atau perbuatanmu. Aku bertanya siapa kamu.”
Fulan tidak bias menjawab. Ia berbalik dari pintu gerbang langit, gagal masuk kedalamnya karena tidak mengenal siapa dirinya.
Ada kalimat yang agung mengatakan, “Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya”. “Man ‘Arafa Nafsahu, Faqad ‘Arafa Rabbahu”.
[9]
Tidak
ada sejentik ruangan dalam hati manusia yang tidak diisi oleh
kekuasaan Allah, walaupun sejentik itu berupa kekafiran terhadap Allah
sendiri[1].
“Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan dalam dada mereka dan apa yang mereka nyatakan[2]”.
[1] Sifat kafir dan mukmin yang ada didalam hati semua manusia adalah kekuasaan Allah.
[2] QS. Al Qashash: 69, demikian juga terdapat di QS. An Naml: 74.
[10]
" Dan
Kami tampakkan Jahanam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan
jelas, yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari zikir
terhadap tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup
mendengar[1]”.
Tahukah
engkau siapa yang disebut kafir? ‘Kafir’ bukanlah orang yang berbeda
agama (diluar Islam), tetapi ‘kafir’[2] adalah siapa saja[3], termasuk
orang yang muslim sekalipun yang mata dan telinga qalbu didalam dadanya
tidak berfungsi.
”Fa-innahaa laa ta'maa al-abshaaru walaakin ta'maa alquluubu allatii fii alshshuduuri - Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada[4].
Kekafiran
dan keimanan bisa menimpa qalbu semua orang ibarat bumi tertimpa
malam. Ada permukaan bumi yang lebih panjang malam dari pada siang, dan
ada permukaan bumi yang lebih panjang siang dari pada malam, dan ada
pula permukaan bumi yang hanya tertimpa malam saja, atau siang saja.
Sesungguhnya yang demikian terdapat ayat-ayat Allah bagi mereka yang mau
menggunakan pikiran.
[1] QS. Al Kahfi: 100-101.
[2]
Asal kata ‘kafir’ atau ‘kufur’ adalah ‘kafara’ yang artinya tertutup.
Kata ini kemudian diserap dalam bahasa Inggris menjadi ‘cover’, artinya
penutup.
[3] Predikat kafir bisa menimpa siapa saja dan kapan
saja, walaupun seorang telah melakukan amal ibadah bukan berarti suatu
saat ia tidak bisa tertimpa kekafiran.
[4] QS. Al Hajj: 46.
--------Selesai
No comments:
Post a Comment