[1]
"Untuk
tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang
terang[1]. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombala berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya[2], lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu[3]-[4]”.
Dan sesungguhnya Allah mencintai agama yang lurus dan toleran.
[1] Jalan yang terang maksudnya agama-agama yang dibawahkan oleh para Nabi dan Rasul.
[2]
Pada akhirnya semua umat yang berbeda-beda agama akan dikembalikan
semuanya kepada Allah tanpa membeda-bedakan satu umat dengan umat yang
lain.
[3] Segala perselisihan diantara pemeluk agama adalah hal yang sudah menjadi ketetapan Allah dalam sejarah umat manusia.
[4] QS.Al Maa’idah: 48.
[2]
“Dan
Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan
sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan
berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat ayat-ayat (Allah) bagi kaum yang
memikirkan[1]”.
Allah menciptakan
makluk dimuka bumi dengan beraneka ragam, masing-masing makluk
diciptakan dengan berpasang-pasangan. Tidaklah ada kekuatan apapun yang
bisa merubahnya.
Apabila Allah berkuasa
menciptakan buah-buahan yang berpasang-pasangan, maka Allah jualah yang
berkuasa menciptakan manusia itu mukmin atau manusia itu kafir,
manusia itu baik atau manusia itu buruk. Dan Allah berkuasa atas
perubahan yang ada di hati manusia untuk menjadikannya terang hatinya
setelah gelap, dan menjadikannya gelap setelah terang hatinya. Tidak
ada sedikitpun yang luput atas kehendak Nya.
[1] QS. Ar Ra’d: 3."Wafii
al-ardhi qitha'un mutajaawiraatun wajannaatun min a'naabin wazar'un
wanakhiilun shinwaanun waghayru shinwaanin yusqaa bimaa-in waahidin
wanufadhdhilu ba'dhahaa 'alaa ba'dhin fii alukuli inna fii dzaalika
laaayaatin liqawmin ya'qiluuna " .
[3]
Allah
memberikan kelebihan kepada manusia yang dikehendaki-Nya sehingga
mereka mempunyai tingkat kelebihan yang berbeda disisi Allah.
Kelebihan Allah yang diberikan kepada mereka yang dikehendaki diluar
kebiasaan dan akal manusia lainnya.
“Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya [1]”.
Para
Rasul mendapat Risalah [2], yaitu kelebihan dengan jalan mendapat
Wahyu dari Allah untuk bekal menyampaikan dan mengajak menyembah Allah
dan memberantas kemusyrikan. Para Rasul mendapat mu'jizat, yaitu
kemampuan luar biasa yang diberikan Allah sehingga mempunyai keunggulan
dari rata-rata kaumnya [3].
“ Rasul-rasul
itu Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain. Di
antara mereka ada yang Allah berkata-kata langsung dengan dia dan
sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat [4]”.
Para Nabi mendapat Nubuwah [5], yaitu kelebihan dengan jalan mendapat Ilham dari Allah untuk bekal menyampaikan kebenaran.
“Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian yang lain, dan Kami berikan Zabur kepada Daud[6].
Sedang
para Wali Allah mendapat Karamah [7] dengan jalan mujahadah dalam
mengolah batin agar mencapai ma’rifat hingga mampu membuktikan
keagungan dan kebenaran Allah.
“ Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang
beriman dan mereka selalu bertakwa [8]”.
Sedang
para Shalihin [9] (orang-orang yang salih), mereka mendapat Ma'unah
[10] karena keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah, dan Allah
meninggihkan beberapa derajat pengetahuanya.
“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan [11]”.
Dan Allah juga memberikan Fadilah [12], Irhas [13] serta kelebihan-kelebihan lain kepada siapa saja yang Ia kehendaki.
[1] QS. Al Baqarah: 90.
[2] Risalah adalah mandat kerasulan.
[3]
Mu’jizat para Rasul terbagi atas dua,yaitu Mu’jizat Kauniyah dan
mu’jizat Aqliyah. Misalnya tongkat Nabi Musa yang dapat menjelma
menjadi seekor ular besar adalah salah Mu’jizat Kauniyah. Sedangkan
sesuatu yang memerlukan akal yang cerdas untuk memahami ayat-ayat Allah
(kitab-kitab suci) itu dinamakan Mu’jizat Aqliyah.
[4] QS. Al Baqarah: 253.
[5] Nubuwah adalah mendat kenabian.
[6] QS. Al Al Israa': 55.
[7] Karamah adalah kejadian luar biasa yang di berikan Allah kepada hamba yang saleh dan biasanya terkait dengan dakwah
[8] QS. Yunus: 62-63.
[9] Shalihin adalah orang-orang yang salih.
[10] Ma'unah adalah perlindungan yang diberikan oleh Allah karena disitu ada hambanya yang sholeh dan dikasihi
[11] QS. Al Mujaadilah: 11.
[12] Fadilah adalah keutamaan.
[13]
Irhas adalah kejadian istimewa pada diri seorang calon rasul.
Misalnya ketika nabi Yusuf dibuang kesumur oleh saudara-saudara nya
dengan harapan agar meninggal dan lenyap, malah oleh Allah diangkat
derajatnya hingga menjadi penguasa negeri Mesir.
[4]
Apakah
Pluralisme? Pluralisme adalah kehidupan bersama dalam kemajemukan
dimana masing-masing menjalankan dan menghormati hak atas orang lain.
Dan Pluralisme saat ini diartikan lebih sempit, yaitu kemajemukan dalam
arti agama yang berbeda-beda. Bahkan lebih menyimpang lagi, bahwa
pluralisme adalah persekutuan antar agama-agama.
Apakah engkau tidak bisa membedakan antara pluralisme dan singgularisme?
Al-Qur'an jelas mengatakan " Lakum diinukum waliya diini
[1]", dalam bahasa yang sederhana yaitu kerbau tetap menguak, ayam
tetap berkokok, sapi tetap melenguh, kambing tetap mengembik, anjing
tetap menggonggong.
Bukanlah pluralisme tapi singgularisme apabila kerbau, ayam, sapi, kambing semuah binatang yang lain bersuara sama.
Mentang-mentang
kerbau kelompok binatang yang paling besar maka memaksa semua jenis
binatang harus menguak, maka golongan kerbau tidak memahami bahwa " Laa ikraaha fii alddiini ", tidak ada paksaan dalam agama, "Qad tabayyana alrrusydu mina alghayyi [2], sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Demikianlah
Allah menunjukkan ke-Esa-an-Nya dengan menciptakan segala sesuatu
bentuk yang plural. Sesungguhnya demikian itu adalah tanda-tanda nyata
bagi kaum yang berakal.
[1] QS. Al Kaafiruun: 6.
[2] QS. Al Baqarah: 256.
[5]
Allah
menurunkan hujan dari langit lalu dihasilkan dengan hujan itu
buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Demikian pula Allah
menciptakan manusia di bumi dengan berbangsa-bangsa, bersuku-suku,
berbagai macam budaya, dan juga dengan berbagai petunjuk. Maka manusia
yang paling mulia diantara meraka adalah orang yang paling bertaqwa.
“Tidakkah
kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya [1]”.
Dan Allah berkata, “Yaa
ayyuhaa alnnaasu innaa khalaqnaakum min dzakarin wauntsaa
waja'alnaakum syu'uuban waqabaa-ila lita'aarafuu inna akramakum 'inda
allaahi atqaakum inna allaaha 'aliimun khabiirun - Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu
[2]".
Demikian pula dikatakan, “Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada pula yang hitam pekat [3]”.
Gunung-gunung
yang dimaksud tidak lain adalah hati manusia yang beraneka macam
keimanannya, bahkan ada pula yang hitam pekat, yaitu tidak beriman
sama-sekali (kafir).
[1] [3] QS Faathir: 27.
[2] QS Al Hujuraat: 13.
[6]
“Laysa
albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi
walaakinna albirra man aamana biallaahi waalyawmi al-aakhiri
waalmalaa-ikati waalkitaabi waalnnabiyyiina waaataa almaala 'alaa
hubbihi dzawii alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiina waibna alssabiili
waalssaa-iliina wafii alrriqaabi wa-aqaama alshshalaata waaataa
alzzakaata waalmuufuuna bi'ahdihim idzaa 'aahaduu waalshshaabiriina fii
alba/saa-i waaldhdharraa-i wahiina alba/si ulaa-ika alladziina
shadaquu waulaa-ika humu almuttaquuna "
"Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang
meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa[1]”.
Menghadapkan
wajah ke arah timur dan barat dapat diartikan megikuti ajaran atau
jalan agama tertentu. Dan setiap jalan agama memiliki aturuan atau
rambu-rambu yang berbeda[2].
Allah
menyangkal bahwa untuk berbuat kabajikan bukanlah hanya terikat oleh
satu arah (aturan) tertentu, yang dikatakan dalam bunyi ayat “Laysa albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi - Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan".
Tetapi
sesungguhnya berbuat kebajikan itu oleh siapa saja tidak memandang
kemana aturan yang dianut (arah menghadap), asalkan mereka beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan
orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang
yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Meraka
semua yang berbeda beda arah menghadap (agama) apabila mengerjakan
amal ibadah akan menerima pahala dari Allah, “Sesungguhnya orang-orang
mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala
dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak pula
mereka bersedih hati[3]”.
[1] QS. Al Baqarah: 177.
[2] Setiap agama memiliki arah menghadap yang berbeda beda, misal Islam menghadap kiblat untuk sholat.
[3] QS. Al Baqarah: 62.
[7]
Sesungguhnya
Allah telah mengutus rasul-rasul-Nya dengan membawa bukti-bukti yang
nyata dan telah diturunkan bersama rasul-rasul yaitu Al Kitab (neraca)
supaya masing-masing umat dapat melaksanakan keadilan.
" Laqad arsalnaa rusulanaa bialbayyinaati wa-anzalnaa ma'ahumu alkitaaba waalmiizaana liyaquuma alnnaasu bialqisthi
- Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab
dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan[1]".
Ajaran
dan tuntunan yang telah Muhammad dan Rasul-Rasul sampaikan itulah
saksi dari umat mereka. Dan Al-Qur'an serta Al-Kitab dari para Rasul
adalah neraca keadilannya.
" Wanaza'naa
min kulli ummatin syahiidan faqulnaa haatuu burhaanakum fa'alimuu anna
alhaqqa lillaahi wadhalla 'anhum maa kaanuu yaftaruuna - Dan
Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi[2], lalu Kami berkata
"Tunjukkanlah bukti kebenaranmu", maka tahulah mereka bahwasanya yang
hak itu[3] kepunyaan Allah dan lenyaplah dari mereka apa yang dahulunya
mereka ada-adakan[4]".
[1] QS. Al Hadiid: 25.
[2] Saksi di sini ialah rasul yang telah diutus kepada mereka waktu di dunia.
[3]
Maksudnya: Di waktu itu yakinlah mereka, bahwa apa yang telah
diterangkan Allah dengan perantaraan rasul-Nya itulah yang benar.
[4] QS. Al Qashash: 75.
[8]
Allah
memberikan petunjuk melalui aturan agama dengan perumpamaan ayat-ayat
yang menjelaskan kejadian yang ada di bumi, yaitu tumbuh beraneka jenis
tanaman dan buah-buahan yang berasal dari air hujan yang telah
diturunkan-Nya dari langit. Dan hal itu tidak dipahami kecuali oleh kaum
yang mau memikirkan.
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan[1] itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan[2]. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ayat-ayat Allah bagi kaum yang mikirkan[3]".
Kalau
Tuhan menumbuhkan dari air hujan berjenis-jenis tanaman dan
buah-buahan beraneka rasa di bumi, apalagi menciptakan manusia di bumi
yang sama. Pastilah berlainan budaya, bahasa, warna kulit, agama dan
keimanan.
Sesungguhnya Allah hendak
menguji manusia terhadap pemberian-Nya, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali manusia semuanya, lalu
diberitahukan Nya kepada manusia apa yang telah mereka
perselisihkan[4].
[1] Air hujan dapat diartikan sebagai petunjuk dari langit.
[2] Buah-buahan adalah perumpamaan agama-agama yang berkembang di bumi.
[3] QS. An Nahl: 11.
[4] Diambil dari QS. Al Maa'idah: 48.
[9]
Gaya
bahasa al-Qur'an yang istimewa membuat setiap kata ayat yang
digunakan memiliki kemungkinan makna yang beragam dan memberikan
penafsiran yang tidak tunggal (multi tafsir). Dan itu menjadi mungkin
karena al-Qur'an diturunkan tidak hanya untuk umat Islam saja, akan
tetapi untuk semua umat manusia. Maka demikian juga tentang kemajemukan
jalan agama menuju Tuhan, mereka berselisih pendapat; ada yang menolak
bahwa Islam adalah agama yang mengakui pluralisme dan ada yang
menerima bahwa Islam adalah agama yang mengakui pluralisme.
Hal
itu terjadi karena memang Allah menghendaki untuk menciptakan manusia
menjadi umat yang bermacam-macam atributnya[1], sehingga mereka saling
berbantah-bantahan dan senantiasa berselisih pendapat tentang pendapat
masing-masing, kecuali mereka yang diberi rahmat oleh Allah sehingga
mengetahui bahwa apapun perbedaan adalah sunahtullah.
“Walaw syaa-a rabbuka laja'ala alnnaasa ummatan waahidatan walaa yazaaluuna mukhtalifiina, illaa man rahima rabbuka walidzaalika khalaqahum watammat
- Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang
satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang
yang diberi rahmat oleh Tuhanmu[2]”.
Bahkan
Allah-lah yang menghendaki mereka sampai berbunuh-bunuhan satu-sama
lain sesudah datangnya Rasul-Rasul yang telah diutus-Nya.
" Walaw
syaa-a allaahu maa iqtatala alladziina min ba'dihim min ba'di maa
jaa-at-humu albayyinaatu walaakini ikhtalafuu faminhum man aamana
waminhum man kafara walaw syaa-a allaahu maa iqtataluu walaakinna
allaaha yaf'alu maa yuriidu - Dan kalau Allah menghendaki, niscaya
tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah
rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam
keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka
yang beriman dan ada pula di antara mereka yang kafir. Seandainya
Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah
berbuat apa yang dikehendaki-Nya[3]".
[1] Ciri-ciri
yang membedakan; perbedaan bangsa, perbedaan suku, perbedaan sosial
budaya, perbedaan wilayah, perbedaan kecerdasan, perbedaan bahasa,
terutama perbedaan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan mereka.
[2] QS. Hud: 118-119.
[3] QS. Al Baqarah: 253.
[10]
Al
–Qur’an banyak menceritakan kisah Nabi-Nabi dan umatnya, dan tidak
diceritakan kisah tersebut kecuali sebagai petunjuk bagi kaum yang mau
berpikir.
Dan ingatlah ketika Nabi Musa
memohon untuk kaum Bani Israil yang terbagi menjadi dua belas suku.
Allah memberi wahyu kepada Nabi Musa untuk masing-masing suku agar
diberi petunjuk[1].
Allah menyuruh Musa
“Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua
belas mata air. Sehingga tiap-tiap suku telah memiliki pentunjuk
masing-masing. Dan Allah memberikan naungan[2] petunjuk diatas mereka
serta manna dan salwa[3], sehingga Allah melarang agar mereka
berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. Sehingga apabila
mereka berbuat aniaya di muka bumi, maka sesungguhnya mereka itu
berbuat aniaya kecuali terhadap diri mereka sendiri.
“Waqaththha'naahumu
itsnatay 'asyrata asbaathan umaman wa-awhaynaa ilaa muusaa idzi
istasqaahu qawmuhu ani idhrib bi'ashaaka alhajara fainbajasat minhu
itsnataa 'asyrata 'aynan qad 'alima kullu unaasin masyrabahum
wazhallalnaa 'alayhimu alghamaama wa-anzalnaa 'alayhimu almanna
waalssalwaa kuluu min thayyibaati maa razaqnaakum wamaa zhalamuunaa
walaakin kaanuu anfusahum yazhlimuuna - Dan mereka Kami bagi
menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami
wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah
batu itu dengan tongkatmu!". Maka memancarlah dari padanya duabelas mata
air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum
masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan
kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): "Makanlah yang
baik-baik dari apa yang telah Kami rezkikan kepadamu". Mereka tidak
menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya
sendiri[4]”.
[1] Petunjuk tersebut diumpamakan sebagai mata air.
[2] Naungan tersebut diumpamakan awan yang ada diatas kaum Bani Israil.
[3] Manna dan salwa tersebut adalah perumpamaan aturan-aturan (hukum) yang baik.
[4] QS. Al A’raaf: 160, demikian juga terdapat pada QS. Al-Baqarah: 60.
[11]
Janganlah
sekali-kali kebencian terhadap sesuatu kaum, mendorong untuk berlaku
tidak adil. Karena adil itu lebih dekat kepada takwa[1].
Dan
berperanglah di jalan Allah terhadap orang-orang yang memerangi
orang-orang mukmin, tetapi jangan melampaui batas, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[2].
Disebabkan
rahmat dari Allah, maka tetap berlakulah lemah lembut terhadap
orang-orang kafir. Sekiranya bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari orang-orang mukmin. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan-urusan itu[3].
[1] Diambil dari QS. Al Maa'idah: 8, "Walaa yajrimannakum syanaaanu qawmin 'alaa allaa ta'diluu i'diluu huwa aqrabu lilttaqwaa".
[2] Diambil dari QS. Al Baqarah: 190, "Waqaatiluu fii sabiili allaahi alladziina yuqaatiluunakum walaa ta'taduu inna allaaha laa yuhibbu almu'tadiina".
[3] Diambil dari QS. Ali 'Imran: 159, "Fabimaa
rahmatin mina allaahi linta lahum walaw kunta fazhzhan ghaliizha
alqalbi lainfadhdhuu min hawlika fau'fu 'anhum waistaghfir lahum
wasyaawirhum fii al-amri ".
Allah mencintai agama yang lurus dan toleran
No comments:
Post a Comment