[1]
Sesungguhnya
tidak diciptakan hati manusia kecuali dengan kekomplekan luar biasa,
hingga dibuat metafora[1] untuk memudahkan pengetahuan tentang sifat dan
karakternya.
Dalam Al-Qur’an, hati
manusia dimetaforakan sebagai gunung, dimetaforakan sebagai gua,
dimetaforakan sebagai laut, dimetaforakan sebagai langit, dimetaforakan
sebagai batu, dimetaforakan sebagai kebun yang subur, dimetaforakan
sebagai api yang menyala, dimetaforakan sebagai perahu.
[1] Diumpamakan dengan berbagai bentuk.
[2]
Janganlah
engkau berjalanlah dimuka bumi hanya dengan mata untuk milihat dan
hanya dengan telinga untuk mendengar, tapi berjalanlah engkau di muka
bumi dengan hati untuk melihat dan sekaligus hati untuk mendengar.
[3]
Seluas-luas
alam semesta masih kalah luas dibanding dengan luasnya hati orang
mukmin. Sesungguhnya luasnya hati orang mukmin dapat muat menampung[1]
Allah, sedang luasnya alam semesta tidak muat menampung Nya.
[1] Menampung berarti memahami seluruh dzat dan sifat Allah.
[4]
Ruh
manusia dengan ruh binatang sama. Yang beda akal dan jiwanya.
Pertumbuhan Akal dan jiwa beda karena ruh ditiupkan pada struktur tubuh
yang berbeda, semakin komplek struktur tubuh semakin komplek akal dan
jiwa.
[5]
Hati
manusia dapat dikatakan sebagai tanah. Ada tanah yang digali sedikit
sudah keluar airnya, ada yang perlu digali sangat dalam baru keluar
airnya, dan ada yang tidak keluar sama sekali. Demikian itulah Allah
yang menghendaki sebagai petunjuk bagi manusia yang mau berfikir.
[6]
Nabi
Ibrahim, mangatakan bahwa bulan, bintang, dan matahari yang bukan hanya
di luar manusia (tata surya), tetapi di dalam diri manusia sendiri juga
ada bulan, bintang, dan matahari, yaitu; “Hati”, “Akal” dan “Ruh”.
Hati diibaratkan bulan. Karena bentuk bulan tidak menentu. Ada purnama ada sabit, ada hati terang ada hati gelap.
Akal
diartikan sebagai bintang. Bintang sebagai cahaya yang bisa menuntun
manusia menuju arah yang benar, bintang bisa menunjukkan arah barat-arah
timur, arah lurus-arah sesat. Itu fungsi bintang, atau perumpamaan dari
akal manusia.
Matahari diartikan sebagai
ruh manusia. Ruh adalah penggerak kehidupan manusia. Ada gelap ada
terang, terbit dan tenggelamnya bintang, itu semua disebabkan daya dan
upaya ruh (matahari) yang diberikan kepada hati dan akal manusia[1].
[1]
Janganlah menuhankan akal, hati maupun ruh, dengan berangapan bahwa
mereka memiliki daya kuat. Tirulah Ibrahim dengan tidak menuhankan
mereka sama sekali dengan menghadapkan dirinya hanya kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar,
dan ia bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Hal ini
dijelaskan dalam QS. Al An'aam 76-78.
[7]
Bagi
tiap-tiap manusia terdapat malaikat-malaikat yang selalu berada dalam
dirinya, mereka bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah[1], siang dan malam bertugas sesuai
fungsi masing-masing.
Setiap saat Mikail
mambagi bagi rijeki, setiap tarikan nafas Israfil sudah meniup
sangkakala, dan Izroil sudah bekerja mencabut nyawa selama manusia
hidup.
Atit dan Roqib tak henti-henti
mencatat amalan manusia, demikian juga Nungkar dan Nangkir setiap saat
sudah bertanya “Siapa Tuhanmu?”, “Siapa Rasulmu?”, “Apa kitabmu?” di
alam kubur manusia.
Ridwan tidak nganggur
ia sudah sibuk bekerja siang malam di surga, apalagi Malik (malaikat
Zabaniah) sudah dari dulu menjaga di neraka.
Dari
semua itu, Jibril adalah kepalanya. Sesungguhnya Jibril setiap saat
bekerja memimpin semua malaikat, dia selalu mengatur dalam diri manusia.
[1] Diambil dari QS. Ar Ra’d:11.
[8]
Setiap saat, setiap orang mukmin bisa melakukan Isra' Mi'raj. "As shalatu Mirajul Mu'minin".
Sholat itu bukan hanya pergerakan fisik, tapi lebih dari itu, yaitu
perjalanan batin menuju ufuk yang terjauh (Sidratul Muntaha) untuk
menghadap Allah.
Apabila telah mencapai
Sidratul Muntaha (Al ufuq al Ala-ufuk tertinggi) maka seorang berada
pada kondisi batin yang paling dekat dengan Allah, sehingga tidak ada
jarak. Dan apa yang dilihat pada saat itu di kanan dan dikiri adalah
cahaya (Nurullah), demikian dirinya juga telah melebur menjadi cahaya.
[9]
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan dan
Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami[1]”. Tujuh buah jalan atau
tujuh tingkat langit adalah yang dimaksud tujuh tigkatan nafsu; Amarah,
Lauwwamah, Mulhamah, Mutmainah, Radhiah, Mardiah dan Kamalia.
[1] QS. Al Mu'minuun: 17.
[10]
Nafsuh Amarah, hati yang kotor dan selalu berbuat mazmumah
(kejahatan)[1]. Orang yang bernafsu amarah hatinya terdapat penyakit,
lalu Allah menambah lagi penyakitnya[2]. Ialah orang yang menggunakan
hawa nafsunya sebegai Tuhannya, dan Allah mengunci mati pendengaran dan
hatinya, dan menutup atas penglihatannya[3]. Mereka berpaling dan
menjauhkan diri dari Allah apabila menerima nikmat dan banyak berdoa
apabila ditimpa petaka[4]. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata
tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah,
dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk
mendengar ayat-ayat Allah, mereka itu seperti binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi[5].
[1] Diambil dari QS. Yusuf:
53. “Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena
sesungguhnya nafsu amarah itu selalu menyuruh kepada kejahatan”.
[2]
Diambil dari QS. Al baqarah: 10. “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan
mereka berdusta”.
[3] Diambil dari QS. Al Jaatsiyah: 23. “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
[4]
Diambil dari QS. Fushishlat: 51. “Dan apabila Kami memberikan nikmat
kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri, tetapi apabila ia
ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa”.
[5] Diambil dari QS.
Al A’raaf: 179. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata
tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah,
dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk
mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.
[11]
Lauwwamah,
nafsu yang menyesali dirinya sendiri[1]. “Apabila Allah menghendaki
kebaikan kepada seseorang, maka Allah akan menjadikan untuknya penasihat
dari hatinya sendiri, yaitu nafsu Lauwwamah[2]”. Dan sesungguhnya jika
manusia mengikuti suruhan jahat setelah datang ilmu (isyarat Lawwamah)
kepada mereka, sesungguhnya mereka termasuk dalam golongan orang-orang
yang zalim[3].
[1] Diambil dari QS. Al Qiyaamah: 2. “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri”.
[2] Al Hadist.
[3]
QS. Al Baqarah: 145. “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan
mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu -kalau begitu-
termasuk golongan orang-orang yang zalim”.
[12]
Mulhamah,
nafsu yang dapat menyingkirkan sebahagian besar dari pada sifat-sifat
yang keji. “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan
ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya[1]”. Nafsu Mulhamah
menjadi sifat-sifat tenang, lapang dada, walaupun bisa muncul lagi
siat-sifat Mazmumah.
[1] QS. Asy Syams: 8-10.
[13]
Mutmainah,
nafsu yang bisa merasakan ketenangan hidup, tidak ada perbedaan senang
dan susah pada orang yang mencapai nafsu Mutmainah. Ia adalah wali kecil
yang bisa menggunakan mata dan pendengaran batin untuk mendapatkan
ilmu-ilmu rahasia dari Allah, pada nafsu Mutmainah sudah merasakan
kenikmatan surga. “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku[1]”.
[1] QS. Al Fajr: 27-30.
[14]
Radhiah,
nafsu yang menimbulkan gelora cinta melebur bersama Dzat Allah. Ia
Hanya memandang dan menyaksikan sesuatu bahwa tiada suatu yang wujud
melainkan wujud Allah semata. Dimanapun dia menghadap, maka disitulah
wajah Allah[1]. Nafsu yang ridho bahwa hanya Allah-lah penguasa kerajaan
langit dan bumi. Dan zikirnya selalu zikir Khafi[2]. Mereka bisa
berhubungan dengan seluruh Nabi dan Rasul, dan para auliya’.
[1] QS. Al Baqrah: 115.
[2]
Zikir Khafi adalah zikir rahasia, zikirnya para Nabi dan Rasul. Yaitu
berzikir dengan seluruh anggota badannya, kulitnya berzikir, dagingnya
berzikir, darahnya berzikir, tulangnya berzikir, setiap tarikan nafasnya
adalah zikir.
[15]
Mardiah,
yaitu segala yang keluar darinya semuanya telah diridhoi Allah, karena
ia telah tenggelam dalam Fana’ Baqabillah[1]. Nafsu Mardiah berpegang
pada pengertian “Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di
sisi Allah adalah kekal[2]”. Zikirnya adalah zikir rahasia, tidak lagi
ada ucapan lidah maupun hati, tapi seluruh anggota dhohir dan batinnya
mengucapkan dengan zikir rahasia yang didengar oleh telinga batin di
Maqam Tanaffas. Mereka berzikir kepada Allah sambil berdiri, sambil
duduk dan dalam keadaan berbaring, dan menjelajah seluruh alam sampai
mencapai Arsy.
[1] Fana’ Baqabillah yaitu memandang yang satu kepada yang banyak, yaitu semua Allah semata.
[2] QS. An Nahl: 96.
[16]
Kamalia, ialah tingkatan langit tertinggi, nafsu yang manjadikan manusia sebagai Insan ‘Kamil Mukamil’, yaitu manusia yang sempurna dari yang sempurna.
[17]
"Yaa muqollibal quluubi tsabbit quluubanaa 'alaa diinika [1]". Wahai Dzat yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hati kami dalam agamamu.
Sesungguhnya hati itu berada diantara dua jari Allah[2]. Allah akan membolak-balikan sesuka-Nya.
Hati
seorang menjadi kafir atau beriman adalah mutlak kehendak Allah
sendiri, bukan karena sebab yang lain. Walaupun Allah telah menurunkan
Rasulnya dan petunjuk Al-Qur’an, yang berkuasa terhadap hati manusia
mutlak adalah Allah.
[1] Al Hadist.
[2] Al Hadist.
[18]
Ada
banyak binantang masuk surga; untanya Nabi Sholeh, anak sapinya Nabi
Ibrahim, kambing gibasnya Nabi Ismail, sapinya Nabi Musa, ikan paus yang
memakan Nabi Yunus, khimarnya Nabi Uzair, semutnya Nabi Sulaiman,
burung hud-hud Nabi Sulaiman, untanya Nabi Muhammad Saw, anjingya
Ashabul Kahfi.
Hal itu semua hanya saktu
makna, yaitu mengambarkan bahwa nafsu yang bisa dikendalikan menuju
perbebuatan baik, maka tidak ada pahala yang diberikan kecuali surga.
----------Selesai
No comments:
Post a Comment