Monday 19 August 2013

cahaya diatas cahaya 7;-ESOTERIS AL QURAN

[1]
Makna esoteris (batin) Al-Qur’an itu sederhana, semua menceritakan sifat-sifat di dalam hati manusia, karena dalam hati manusia terdapat potensi sifat dari semua makluk yang ada di seluruh alam raya. Dari mulai Iblis sampai Malaikat, dari Adam sampai manusia akhir jaman, dari semut sampai galaxi yang paling besar sekalipun, dari langit pertama sampai saft tujuf-semua ada didalam diri manusia.

[2]
Al-Qur’an di surat Ar Rahman, tiga puluh satu kali Allah bertanya setelah setiap kali menjelaskan apa saja yang telah Ia berikan dan dirasakan oleh manusia.

Termasuk hal yang telah dirasakan oleh manusia yaitu kenikmatan dua surga[1], di dalam kedua surga itu terdapat pohon-pohon dan buah-buahan[2], dan  berikutnya Allah bertanya “Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban?[3]” Di dalam kedua surga itu terdapat dua sumber mata air yang memancar[4]“, sehingga berikutnya Allah bertanya “Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban?[5]”

Apakah kenikmatan dua surga yang dimaksud? Apakah pohon dan buah-buahan yang dimaksud, apakah dua sumber mata air yang memancar? Sehingga Allah bertanya “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Maka pertanyaan tersebut tidak akan bisa engkau jawab, kecuali telah merasakannya terlebih dahulu kenikmatan surga, pohon dan buah di dalamnya, sungai-sungai yang mengalir. Tidak akan engkau merasakannya kecuali engkau diberi petunjuk.
[1] Ar Rahman: 46.
[2] Ar Rahman: 48.
[3] Ar Rahman: 49.
[4] Ar Rahman: 50.
[5] Ar Rahman: 51.

[3]
Dapatlah dimisalkan bahwa ayat-ayat Al-Quran terbagi kedalam tiga jenis. Pertama “Ayat Padi”,  kedua “Ayat Beras”, ketiga “Ayat Nasi”. Dari ketiga jenis ayat tersebut “Ayat Padilah” yang menyebabkan banyak ketersesatan dalam menafsirkan, kecuali bagi mereka yang mau berpikir.

“Ayat Padi” adalah ayat yang tidak bisa dipahami secara tekstual, perlu dilakukan itjtihat. Dan ayatnya dibuat dalam perumpamaan atau kias, dibuat dalam kisah Para Nabi dan Rasul. Biasanya mengandung rahasia-rahasia Allah yang sangat kursial.

Contoh dalam Al-Quran banyak menyatakan “Bintang”, masing-masing “Bintang” tidak sama maksudnya;

Pertama; “ Tabaaraka alladzii ja'ala fii alssamaa-i buruujan waja'ala fiihaa siraajan waqamaran muniiraan - Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya[1]”. Pengertian bintang yang dimaksud jelas dipahami sebagai bintang yang ada dilangit, yaitu sebagai petunjuk arah dan musim.

Kedua; “ Idz qaala yuusufu li-abiihi yaa abati innii ra-aytu ahada 'asyara kawkaban waalsysyamsa waalqamara ra-aytuhum lii saajidiina - Ingatlah ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku[2]”. Pengertian bintang yang dimaksud bukan yang ada dilangit tetapi memiliki arti lain, sehingga perlu ditakwilkan oleh Yakub terhadap mimpi Yusuf tersebut.

Ketiga; “ Walaqad zayyannaa alssamaa-a alddunyaa bimashaabiiha waja'alnaahaa rujuuman lilsysyayaathiini - Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang - bintang, dan Kami jadikan bintang - bintang itu alat-alat pelempar setan[3]”. Bintang yang dimaksud jelas bukan bintang yang bersifat materi sehingga perlu dipahami terhadap bintang yang ada didalam diri manusia sehingga memang dapat digunakan untuk menghalangi tipu daya setan.

Maka yang pertama adalah “Bintang” pada ayat Nasi, kedua “Bintang” pada ayat Beras, dan ketiga “bintang” pada ayat Padi.
[1] QS. Al Furqaan: 61.
[2] QS. Yusuf: 4.
[3] QS Al Mulk: 5.

[4]
Pemahaman terhadap Al-Qur’an harus bertingkat-tingkat[1], suatu ayat bisa bertentangan dengan ayat lain apabila tidak diketahui pada tingkatan mana meletakkan ayat-ayat tersebut.

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri[2]” bandingkan dengan ayat “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya[3]”. Apakah kedua ayat tersebut tidak bertentangan?
[1] Tingkatan akal, tingkatan hati dan tingkatan ruh.
[2] QS. Ar Ra’d: 11.
[3] QS. Yunus: 107.

[5]
Allah tidak mengharamkan babi[1], kecuali juga untuk melarang manusia memakan rejeki yang kotor dan dilarang agama. Bisa jadi yang diharamkan adalah diri kita sendiri karena meniru perilaku babi.
[1] Larangan memakan babi terdapat di QS. Al Baqarah: 173, Al Maa'idah: 3, QS. Al An'aam: 145, QS. An Nahl: 115.

[6]
Al Qur'an jangan dikira hanya kalam Tuhan berbahasa Arab yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad, tapi Al-Qur’an itu perahunya Nuh, kapaknya Ibrahim, serulingnya Daud, tongkat dan sapi betinanya Musa, cincinnya Sulaiman, hidangan dari langitnya Isa, sungai-sungai yang mengalir, bidadari yang cantik jelita. Semua itu perumpamaan Al Qur'an yang dikisahkan dalam perjalanan Nabi dan Rasul.

[7]
“Dia-lah yang menurunkan Al-Qur’an kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain ayat-ayat mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran daripadanya melainkan orang-orang yang berakal[1]”.

Ayat itu mengatakan bahwa didalam Al-Quran tedapat ayat “muhkamaat” dan ayat “mutasyaabihaat” Ayat “muhkamaat” yaitu ayat yang mudah dipahami (terang) maknanya. Ibaratnya ayat “muhkamaat” adalah ayat nasi-boleh langsung dipahami.

Tapi juga ada ayat “mutasyaabihaat”, yaitu ayat yang sulit dipahami maknanya. Ibarat ayat “mutasyaabihaat” adalah ayat padi-perlu diproses sebelum dipahami.

Engkau harus hati-hati dalam menafsirkan ayat “mutasyaabihaat” tersebut. Kalau digunakan untuk menfitnah atau kepentingan hawa nafsunya maka tergolong sesat. Tapi bukan berarti ayat ‘mutasyaabihaat’ ini tidak perlu dipelari untuk dicari makna yang sebenarnya dikendaki oleh Allah. Orang yang mendalam ilmunya akan percaya dan mengambil pelajaran dari ayat “mutasyaabihaat”.

Ayat “muhkamaat” biasanya pengertian lahiriyah yang dikedepankan, yaitu hal-hal yang dapat diartikan secara mudah karena berisi perintah dan larangan yang jelas. Inilah yang dikatakan makna luar (eksoteris). Tapi ayat “mutasyaabihaat” sulit diartikan, biasanya bisa berupa perumpamaan-perumpamaan, fenomena langit dan bumi, ceritra atau kisah Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul jaman dahulu. Pengertian “mutasyaabihaat” lebih cenderung mengarah ke makna batiniyah (esoteris). Dan ayat “mutasyaabihaat” tidak bisa dipahami kecuali oleh orang-orang yang berilmu.

Ayat “mutasyaabihaat” tentang gunung; “ Wataraa aljibaala tahsabuhaa jaamidatan wahiya tamurru marra alssahaabi - Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan[2]”.

Innaa 'aradhnaa al-amaanata 'alaa alssamaawaati waal-ardhi waaljibaali fa-abayna an yahmilnahaa wa-asyfaqna minhaa wahamalahaa al-insaanu - Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia[3]”.

Walaw anna qur-aanan suyyirat bihi aljibaalu aw quththhi'at bihi al-ardhu aw kullima bihi almawtaa - Dan sekiranya ada suatu bacaan yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, tentulah Al-Qur’an itulah dia[4]”.
[1] Al-Quran di surat Al Imran ayat 7.
[2] QS. An Naml 88.
[3] QS. Al Ahzab 72.
[4] QS. Ar Ra’d 31.

[8]
Al-Qur’an awalnya adalah bahasa hati (tacit language). Tidak ada bunyi, tidak ada tulisan, apalagi bahasa. Setelah diturunkan melalui Jibril, dan diucapkan Rasullah Muhammad, barulah  Al-Qur’an menjadi kitab berbahasa Arab.

Dengan Al-Qur’an menjadi bahasa Arab maka diperlukannya ilmu Fiqih, mantiq, Bahlagho, Nahwu Sorof, Tarikh, Falsafah untuk dipelajari.

Agar mudah dipelajari dan diamalkan umat manusia, oleh para ahli tafsir dijabarkan maksdudnya, hingga muncul tafsir; Ibnu Katsir, Jalalain, Al Azar, Al Misbah.

Agar kembali memahami Al-Qur’an secara tacit (yang dipahami tanpa diucapkan) tetap harus kembali ke bahasa awalnya, yaitu bahasa hati (tacit language). Bahasa yang dipahami oleh seluruh umat manusia.

[9]
Rasulullah Muhammad membawa risalah Al-Qur’an, terdiri dari dua kelompok, pertama ayat ‘Makkiyah’, dan kedua adalah ayat ‘Madaniyah’. Ayat ‘Makkiyah’ mengajarkan ilmu Tauhid ayat ‘Madaniyah’ mengajarkan ilmu Syariah.

Kedua ilmu tersebut ibarat minyak dan air, ibarat laut tawar dan laut asin, keduanya tidak bisa bercampur. Kedua ilmu tersebut saling terpisah.

Kebenaran yang ada pada ilmu Syariah sulit ditelaah dari pandangan ilmu Tauhid, juga kebenaran ilmu Tauhid sulit ditelaah menurut pandangan Ilmu Syariah.

Telah dicontohkan pada kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Ilmu Khidir tidak bisa dipahami oleh Musa dan ilmu Musa tidak dimiliki oleh Khidir.

Ilmu Syariah digunakan untuk mengatur tatanan lahiriyah antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan, sebaliknya ilmu Tauhid digunakan untuk mengatur tatan batiniah, khusus mengatur manusia berma’rifah pada Tuhannya.

Untuk menjembatani kesenjangan keduanya, sebagian ulama mengajarkan ilmu Tariqat dan Hakikat. Sehingga saat ini dikenal dengan istilah ilmu Syariah, ilmu Tarikah, ilmu Hakikah dan ilmu Ma’rifah.

[10]
Apabila mereka ragu-ragu tentang perkara dua ilmu yg saling terpisah. Tunjukan kepada mereka ikan air tawar yg dimasukan kedlm air asin, juga tunjukan kepada mereka ikan air asin yg dimasukan kedalam air tawar. Apakah keduanya tetap hidup? Sesungguhnya pada keduanya terdapat tanda bagi orang yang berpengetahuan.

[11]
Yang merasakan lapar dan haus tidak hanya perut dan tenggorokan, hati juga bisa merasakan lapar dan haus. Yang bersifat keras tidak hanya batu, hati juga bisa bersifat keras. Yang mengalami banjir tidak hanya bumi, hati juga bisa mengalami banjir. Itu semua solusinya adalah Al-Qur’an.

Allah menurunkan hidangan dari langit kepada Nabi Isa dan umatnya[1], Musa memukulkan tongkat ke batu sehingga memancar dua belas mata air[2],  Allah memerintahkan Nabi Nuh membuat bahtera[3]. Hidangan, bahtera, tongkat- itu semua adalah kiasan, maksudnya adalah Al-Qur’an.
[1] QS. Al Maidah: 115.
[2] QS. Al Baqarah: 60.
[3] QS. Al Mukminun: 27.

[12]
Sesunggugnya tiap diri manusia tidak hanya mengalami kisah kejadian mulai dilahirkan sampai kisah hari kiamat, tapi mengalami kisah kejadian mulai dari kisah nabi Adam sampai kisah hari kiamat.

[13]
Jangan semata salahkan Iblis karena tidak mau bersujud kepada Adam. Cermati perintahNya, “Waidkulna lilmalaikatisjudu li adam fasjudu ila iblis[1]”. Yang diperintah bersujud kepada Adam hanya Malaikat, Iblis tidak tidak. Makanya Iblis tidak mau bersujud.
[1] QS. Albaqarah: 34.

[14]
Sesungguhnya Allah menciptakan dua macam bilangan, yaitu bilangan nyata dan bilangan hati.

Di Al-Qur’an dikatakan 1 tahun akhirat setara dengan “1000 tahun dunia”.  Maka “1000 tahun dunia” maksudnya bilangan hati.

Ashabul Kahfi tidur “309 tahun” di dalam gua.  “309 tahun” bukan bilangan nyata, tapi “309 tahun hati”.

1 butir kebaikan akan dibalas “7000” kali butir kebaikan, “7000” itu bilangan hati. Sholat berjamaah mendapat pahala “27 derajat”. “27 derajat”  adalah bilangan hati. Kehidupan akhirat itu “kekal selama-lamanya”.  “Kekal selama-lamnya” itu bilangan hati.

Bilangan hati sifatnya batiniyah, elastis, bias, dan metafora. Dan tidak bisa disamakan antara bilangan nyata dengan bilangan hati.

Kedua bilangan tersebut mutlak hak milik Allah.

[15]
Apabila mereka bertanya padamu “derajat siapa yg paling tinggi? Al-Quran, manusia, surga, Islam atau langit”. Maka jawablah anaku bahwa “derajat yang paling tinggi adalah manusia”.

[16]
Al-Qur’an mempermudah menjelaskan kejadian dibatin manusia (jagad dalam) dengan  menggambarkan kejadian kehidupan diluar (jagad luar), yaitu dengan ceritra dari Nabi Adam sampai akhir jaman.

Dengan kisah yang diceritakan Al-Qur’an dari awal sampai hari kiamat terjadi terus menurus pada batin manusia. Sehingga semua ayat Al-Qur’an berlaku sepanjang jaman.

[17]
Agak sulit memahami bahwa kejadian masa lalu yang diceriterakan Al-Qur’an berlaku di masa sekarang dan masa mendatang. Lebih sulit lagi memahami bahwa kejadian masa mendatang yang diceritakan Al-Qur’an juga berlaku dimasa sekarang dan masa lalu.

[18]
Dalam tiap diri manusia terjadi kejadian ketika iblis menolak bersujud pada Adam, terjadi kisah Musa melawan Firaun, terjadi kisah Ibrahim melawan Namrud. Cuma masing-masing manusia tidak sama apakah ia menjadi iblis atau Adam, apakah ia menjadi Musa atau Firaun. Apakah ia menjadi Ibrahim atau Namrud. Dan sebagainya.

[19]
Apabila ingin belajar tafsir Al-Qur’an belajarlah Ibnu Katsir, apabila ingin mengetahui Al-Qur’an secara etimologis (lughat) belajarlah Jalalain, apabila ingin mengetahui Al-Qur’an dari keindahan tata bahasa belajarlah Al-Misbah, apabila ingin menyingkap rahasia Al-Qur’an, cukuplah kamu bacalah dirimu sendiri. Karena sesungguhmu adalah Al-Qur’an. Yaitu Al-Qur’an berjalan.

Dan tidaklah Muhammad disuruh membaca Al-Qur’an pertama kali oleh Jibril kecuali membacai Al-Qur’an dalam diri Muhammad sendiri.

Iqro' bismi robbikalladzi kholaq. Kholaqol insaana min 'alaq[1]”.

Dalam kesunyian hatimu, bacalah Al-Qur’an dalam dirimu sendiri hingga tercapai Lailatul Qadarmu.
[1] QS. Al ‘Alaq: 1-2, ayat pertama memerintahkan Muhammad membaca, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan”, maka pada ayat berikutnya “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah” memerintahkan Muhammad untuk mengetahui asal-usul manusia, hal ini mengisyaratkan agar Muhammad membaca Al-Quran yang ada didalam dirinya.

[20]
Al-Qur’an berasal dari Lahul Mahfudz. Tahukah Lahul Mahfudz? Apakah Lahul Mafudz? yaitu kitabun mubin, kitab yang nyata, catatan yang jelas, bukan ghoib.

[21]
Kalau engkau  membaca “Ihdinasiratol mustaqim", dapat diartikan "Hantarkanlah kami kejalan yang lurus". Walaupun kita tidak sampai Tujuan-kita tidak usah kuatir, karena Tujuan itu sendiri yang menghantarkan kita ke Dia.

[22]
Al-Qur’an itu multi tafsir, lautan makna. Berbagai macam hikmah diberikan Al-Qur’an pada manusia yang berakal, tak ubahnya seperti sungai yang tak henti-henti mengalir airnya untuk diambil manfaat oleh manusia.

Berilmulah engkau agar mampu menafsirkan Al-Qur’an untuk dapat diambil hikmahnya. Karena tafsir Al-Qur’an tidak hanya sebanyak jumlah manusia, tapi lebih banyak lagi, yaitu sebanyak tarikan nafas semua manusia.

[23]
Sesungguhnya Khidhir tidak pernah melubangi perahu, yang dia lubangi adalah hatinya agar dirinya tenggelam didalam Dzatullah. Khidhir tidak pernah membunuh anak kecil, yang dia bunuh adalah ego dirinya. Khidhir tidak pernah mendirikan tembok, yang dia dirikan adalah amal sholeh tanpa mengharapkan imbalan pahala.

Khidhir bukan siapa-siapa. Ia bisa Adam, ia bisa Ibrahim, ia bisa Musa, ia bisa Isa, ia bisa Muhammad. Engkau pun, asal engkau berani ‘'melubangi bahtera hingga tenggelam di laut’,’membunuh anak’, ‘mendirikan tembok tanpa meminta upah’ sehingga hati hadir dihadapan Allah, maka engkaulah lah Khidhir. Khidhir hidup sepanjang jaman.

[24]
Al-Qur’an Awalnya memang harus dibaca kemudiah harus diijtihati agar rahasia keghaiban terang adanya.

[25]
Al-Qur’an diumpamakan sebagai tongkat yang bisa membelah laut dan memecah batu hingga mengeluarkan 12 sumber mata air. Al-Qur’an diumpamakan sebagai sapi betina yang bisa menghidupkan orang yang mati pada jaman Nabi Musa.

Al-Quran diumpamakan hidangan dari langit pada waktu Nabi Isa.

Al -Quran diumpamakan seruling pada Nabi Daud.

Al -Quran diumpamakan sebagai bahteranya (kapal) Nabi Nuh.

Di surga terdapat sungai-sungai mengalir, bidadari yang cantik celita, buah-buahan yang dapat dipetik dari dekat, pohon yang memberi naungan, itu semua maksudnya tidak lain adalah Al-Qur’an.

Al-Quran sebagai cahaya (petunjuk) ada dimana-mana, disetiap kisah Nabi dan Rasul, Al-Qur’an diumpakan dengan berbagai bentuk sesuai dengan situasi saat itu.  Al-Qur’an dapat engkau ambil cahayanya dengan sangat mudah karena ia selalu memberi petunjuk di sekelilingmu dimanapun engkau berada, karena Al-Qur’an adalah “kitabun mubin”, ia adalah kitab yang nyata.

[26]
Jangan menyempitkan ilmu Allah dengan beranggapan bahwa Al-Qur’an cukup sampai 30 juz, 144 surat, 6666 ayat. Padahal  sesungguhnya ilmu Allah tak terbatas, tertuang dalam seluruh alam semesta  yang jumlah juz, surat, ayat tak terhitung jumlahnya, melebihi luasnyai tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit.

Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan ilmu Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana[1].

Al-Qur’an terus diturunkan pada orang-orang yang berakal dan mau membersihkan jiwanya, sehingga ia dalam posisi berdiri, duduk dan berbaring selalu mengingat kebesaran TuhanNya.
[1] QS. Lukman: 27.

[27]
Barang siapa yang meminta petunjuk kepada Allah, kemudian setelah petunjuk diturunkan dan ia mengingkarinya, maka Allah akan memberikan siksaan yang tidak pernah ia timpahkan kepada seorangpun diantara umat manusia. Petunjuk itu adalah Al-Qur’an yang diturunkan kepada rasulullah Muhammad, dan diumpamakan sebagai hidangan dari langit.

Hal itu seperti yang dijelaskan pada kisah Nabi Isa. Isa putera Maryam berdoa “Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit yang hari turunnya akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, beri rejekilah kami, dan Engkaulah pemberi rejeki Yang Paling Utama[1]”.
[1] QS. Al Maa’idah: 114.

[28]
Utusan (Rasul) dari Allah telah datang berkali-kali, terus menerus, bahkan sekarangpun utusan tersebut datang untuk menyeruh kepada manusia agar menyembah dan mengesahkan Allah, tetapi hanya sedikit yang bisa mempercayai dan memahami.

Utusan tidak hanya berwujud manusia, tetapi risalah, ilmu, bahkan kalimat yang anda baca ini, semua adalah rasul-rasul yang disampaikan berkali-kali agar manusia benar-benar menuhankan Allah. Tapi tetap ditentang dan mereka tetap berkata “Kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka", dan bahkan mereka mengancam akan merajam dan menyiksa seperti yang dilakukan oleh para Yahudi kepada Rasul-Rasul mereka pada jaman nabi Musa[1].
[1] QS. Yaasiin: 13-21.

[29]
“Perumpamaan penghuni surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada beubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak beubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka[1]”.

“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah taman yang mengalir sungai-sungai di dalamnya[2]”. Sungai-sungai sebagai perumpamaan ilmu.

Sungai-sungai dari  air yang tiada beubah rasa dan baunya adalah ilmu Syari’at. Sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya adalah ilmu Tareqat, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya perumpamaan adalah ilmu Hakikat. Sungai-sungai dari madu yang disaringadalah ilmu Ma’rifat.

Sungai-sungai itu bisa dinikmati dengan menjalankan ilmunya terlebih dahulu.

Seorang menikmati sungai air maka hati menjadi mutmainah, seorang menikmati sungai susu sehingga hati menjadi rodhiah, seorang menikmati sungai arak agar hati menjadi mardiah, dan seorang menikmati sungai madu maka hati menjadi kamalia.
 [1] QS. Muhammad: 15.
 [2] QS. Ar Raad: 35.

[30]
“Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya engkau berada dilembah yang suci, Thuwa[1]”.

Tahukah lembah Thuwa itu? Tahukah apakah lembah Thuwa itu? Lembah Thuwa adalah hati (qalbu) manusia.

Tahukah bagaimana lembah Thuwa mencapai kesucian? Yaitu manusia harus melepas terompahnya.
Tahukah engkau terompah itu? Tahukah apakah terompah itu? Terompah adalah perumpamaan pasangan-pasangan[2] dari semua ciptaan Allah.

Apabila engkau ingin bertemu Tuhan di Dunia, semua ciptaan (yang berpasang-pasangan) harus dihilangkan hingga hati menjadi bersih dari segala beban. Kalau tidak, maka jangan sekali-kali berharap seperti Musa bertemu dengan Tuhannya.
[1] QS. Thaahaa: 12.
[2] Ciptaan Tuhan selalu berpasangan; baik-jelek, dosa- pahala, bumi- langit, dunia- akhirat, surga- neraka, lelaki-perempuan, malaikat-syaitan. Dijelaskan di QS. Az Zukhruf 12, QS. Adz Dzaariyaat: 49.

[31]
Al-Qur’an mengatakan barang siapa yang rajin membacanya, mencintainya, mengagungkannya, tapi tidak tahu hikmah-hikmahnya, maka orang tersebut seperti keledai memanggul kitab, hal itu seperti orang Yahudi yang tidak mengetahui isi Taurat walau dia telah membacanya.

[32]
Jangan engkau sibuk mengkaji kemungkaran Namrud dan Firaun dari abad yang lampau, tapi sibuklah mengkaji kemungkaran Namrud dan Firaun yang ada di dalam dirimu sendiri. Bangkitkan Ibrahim dan Musa-mu, bekalilah kampak dan tongkat (Al-Qur’an) untuk melawannya.

[33]
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati. Allah berfirman: Belum yakinkah engkau ? Ibrahim menjawab: Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap dengan imanku. Allah berfirman: Kalau demikian ambilah empat ekor burung, lalu peliharalah dan junakanlah semuanya olehmu. Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit seekor burung, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana[1]”.

Tahukah engkau apa arti burung-burung itu? Empat burung yang dimaksud adalah empat nafs (jiwa). Nafs itulah yang bisa hidup untuk menghadap Allah.

Allah menghidupkan orang mati artinya  membangkitkan empat nafs dari tujuh nafs yang dimiliki  manusia; Nafs Mutmainah (jiwa yang tenang), Nafs Rhodiah (jiwa yang ridho kepada Allah), Nafs Mardiah (jiwa yang diridhoi Allah), Nafsu Kamalia (jiwa yang sempurna, karena menyatu dengan Allah).
[1] QS. Al Baqarah: 260.

[34]
“Berkatalah Musa: Ya Tuhanku, nampakkanlah diri Engkau kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau. Tuhan berfirman: Engkau sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya sebagai sediakala niscaya engkau dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman[1]".

Apabila engkau berdoa karena berkeinginan melihat Allah seperti Musa, maka Allah tidak akan menampakkan Diri kecuali engkau hancurkan seluruh alam semesta dan diri engkau sendiri (fana’), sehingga alam semesta dan diri engkau sendiri tidak memiliki daya kuat, tidak memilik daya sifat, dan tidak memiliki jasad (bentuk fisik), kecuali daya kuat, daya sifat dan jasad adalah milik Allah sendiri. “La ilaha illallah". Artinya, tidak ada daya kuat, daya sifat dan wujud kecuali Allah.
[1] QS. Al A'raaf: 143.

[35]
Disebutkan di dalam Al-Qur’an, bahwa di dalam surga terdapat  pohon pisang yang buahnya bersusun-susun[1].

Kenapa pohon pisang yang disebutkan, kenapa tidak pohon lain?

Gambaran kekekalan surga untuk orang yang beriman takubahnya seperti tumbuhnya pohon pisang yang silih berganti, setelah pohon (induk) pisang berbuah, maka akan mati, dan digantikan oleh tunas berikutnya[2].
[1] QS. Waqiah: 29.
[2] Surga selalu kekal bagi orang beriman selama orang tersebut hidup. Apabila orang beriman tersebut mati, maka lenyap pula surganya. Surga akan selalu diberikan kepada diri orang yang beriman.

[36]
Walaqad zayyannaa alssamaa-a alddunyaa bimashaabiiha waja'alnaahaa rujuuman lilsysyayaathiini - Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu sebagai alat pelempar setan[1]”.

Tahukah engkau yang dimaksud dengan 'Langit yang dekat'? Apa yang dimaksud dengan 'Bintang'? Apa yang dimaksud dengan 'Setan'?

“Langit yang dekat” maksudnya batin manusia.
“Bintang” maksudnya akal manusia.
“Setan” maksudnya hawa nafsu manusia.

Allah menciptakan batin (langit yang dekat) didalamnya dihiasi akal (bintang) dan hawa nafsu (setan), maka akal tersebut diciptakan tak lain agar manusia dapat melawan hawa nafsunya.
[1] QS. Al Mulk: 5.

[37]
Sesungguhnya surga itu adalah hati yang indah dari orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.

Pengamalan ilmu dari apa yang mereka kerjakan diibaratkan sungai-sungai yang mengalir[1], ampunan dari Allah yang diberikan kepada mereka diibaratkan buah-buahan yang bisa diambil dari dekat[2], perlindungan Allah selalu diberikan kepada mereka ibaratnya adalah pohon bidara yang tidak berduri[3].

Bidadari cantik yang bermata jeli[4] adalah ibarat dari Al-Qur’an, suka menghormati tamu diibaratkan hamparan permadai dan suguhan dengan gelas yang cantik.

Dan sebaliknya adalah neraka.
[1] QS. Al Buruuj: 11, QS. Ath Thalaaq: 11, QS. At Taghaabun: 9, QS. Muhammad: 12, QS. Al Hajj: 14 dan 23, QS. Ibrahim: 23, QS. An Nisaa': 57.
[2] QS. Ar Rahmaan: 54, QS. Muhammad: 15.
[3] QS. Al Waaqi'ah: 28.
[4] QS. Ath Thuur: 20, QS. Ar Rahmaan: 70, QS. Al Waaqi'ah: 22.

[38]
Yaa ma'syara aljinni waal-insi ini istatha'tum an tanfudzuu min aqthaari alssamaawaati waal-ardhi faunfudzuu laa tanfudzuuna illaa bisulthaanin”, artinya: “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka tembuslah! kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan[1]”.

Apabila kekuatan akalmu hanya sampai menembus langit pertama (bumi lapis pertama), maka gunakanlah kekuatan hatimu untuk menembus langit lapis ke tujuh[2] (bumi lapis ke tujuh[3]). Dan apabila engkau ingin ke penghujung langit (dasar paling bawah bumi) untuk bertemu Tuhanmu maka gunakanlah kekuatan  ruh mu.
[1] QS. Ar Rahmaan: 33.
[2] QS. Al Baqarah: 29, QS. Nuh: 15, QS. Al Mulk: 3.
[3] QS. Ath Thalaaq: 12.

[39]
Dialog (ceritra) dalam Al-Qur’an ada interpersonal dan ada yang intrapersonal. Apabila ayat itu interpersonal berarti kejadiannya terjadi secara fisik. Tapi kalau ayat itu intrapersonal maka kejadiannya didalam diri manusia iru sendiri (batiniyah). Contoh Kisah Musa dan Khidir bisa dikatakan sebagai intrapersonal, kejadiannya didalam diri Musa sendiri. Kisah Iblis tidak mau sujud kepada Adam itu ceritra intrapersonal, tidak ada kejadian fisiknya.

[40]
Agar tidak mengalami kebingungan dan pertentangan didalam memahami ilmu (Al-Qur’an) hendaknya disediakan empat wadah, yaitu wadah Syariat (akal), wadah Tarikat (hati), wadah Hakikat (ruh), dan wadah Ma’rifat (Nur Muhammad). Kalau keempat wadah telah engkau miliki, mudahlah bagimu untuk memahami ilmu tersebut kedalam wadah yang sesuai.

Dan ada satu wadah lagi setelah keempatnya, yaitu Fana' (peleburan diri kedalam wadah Allah).

[41]
Kenapa Tuhan mengharamkan babi untuk dimakan[1] dan menajiskan jilatan anjing? Karena implisit yang diharamkan dan dinajiskan bukan badannya (daging dan lidahnya) tapi sifatnya. Babi suka hidup dan makanan yang kotor, anjing suka menjulurkan lidah berapapun makanan yang telah dimakan, sifat itulah yang lebih diharamkan dan yang lebih dinajiskan dari pada badannya.

Berapa banyak orang yang tidak makan babi tapi kelakuannya melebihi babi, semua dimakan tidak peduli itu haram atau halal. Berapa banyak orang yang merasa najis terhadap jilatan anjing padahal juluran lidahnya melebihi anjing, yaitu suka menumpuk harta.

Boleh jadi diri manusia lebih haram dan lebih najis dari pada babi dan anjing.
[1] QS. An Nahl: 115, QS. Al An'aam: 145, QS. Al Maa'idah: 5, QS. Al Baqarah: 173.

[42]
Wakulna Ya adamu askun anta wazaujuka aljannata wakula minha raghadan haisu si'tuma wala takraba hadihis syajarata[1] fatakuna minaddolimin”.

Artinya; “Dan Kami berfirman: Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pertumbuhan ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim[2]”.

Istilah “Syajarata” memiliki pengertian “Pertumbuhan”, dan istilah “Syajarah” berarti “Bertumbuh”, bukan pohon.

Pertumbuhan itu adalah kata lain untuk pembuahan yang terjadi akibat hubungan suami istri[3]. Karena itulah ayat AlQur'an tidak melarang Adam “Jangan memakan” atau “Jangan mengambil buah pohon” tetapi yang dinyatakan kepada Adam adalah “Jangan mendekati pertumbuhan”.

Ayat tersebut sebenarnya melarang Adam dan Hawa melakukan hubungan suami istri tanpa pernikahan terlebih dahulu. Hal tersebut bisa menyebabkan mereka termasuk orang-orang yang zalim. Dan ternyata mereka melanggarnya.
[1] Istilah ‘Syajaratu’ memiliki pengertian ‘Pertumbuhan’, dan istilah ‘Syajarah’ berarti ‘Bertumbuh’, bukan pohon.
[2] QS. Al Baqarah: 35.
[3] Al-Qur'an memang melukiskan kejadian tersebut sedemikian rupanya melalui kalimat-kalimat yang halus dan baik sehingga menjadi sopan dan indah dengan perkataan “Syajarah” atau “Syajaratu” yang oleh para penafsir selama ini diartikan dengan pohon.

[43]
Didalam Al-Qur’an terdapat ayat mutasyaabihaat (samar) karena banyak pengetahuan yang tidak bisa dijelaskan dengan bahasa manusia, kecuali dimetoforakan dengan fenomena alam semesta. Terjadinya kiamat, kebangkitan dari kubur, kehidupan di padang maksyar, surga dan neraka-kejadian itu diterangkan secara “mutasyaabihaat”.

[44]
Setiap kandungan dalam seluruh kitab-kitab Allah diturunkan, semuanya ada di dalam Al Qur'an.  Dan seluruh kandungan Al Qur'an ada di datam Al-Fatihah. Dan semua yang  ada dalam Al-Fatihah ada di dalam “Bismillahirrahmaanirrahiim”.

Setiap kandungan yang ada dalam Bismillahirrahmaanirrahiim ada di dalam huruf ﺏ  (Ba'), dan setiap yang terkandung di dalam ﺏ  (Ba’) ada di dalam titik yang berada dibawah ﺏ (Ba’).

Huruf ﺕ (Ta') dengan dua titik di atas, lalu ditambah satu titik lagi menjadi huruf ﺙ (Tsa’), huruf ﺕ (Ta') terbaca Ta' karena bertitik dua, dan huruf ﺙ (Tsa') terbaca Tsa' karena bertitik tiga.

Demikian juga Huruf ﺥ (Jim) terbaca karena ada titik diatas, huruh ﺡ (Ha) terbaca karena tidak ada titik, huruf ﺝ (Kho) terbaca karena ada titik ditengah.

Huruf ﻪ (Mim) dan ﻭ Wau terbaca karena ada lubang (titik putih) dari garis yang dibengkokkan sehingga terbaca Mim itu Mim dan Wau itu Wau.

Ketahuilah bahwa semua huruf Al-Qur’an terbaca karena keberadaan  (ketidakberadaan) titik (.) pada masing-masing huruf.

Sehingga tidak terbaca Al-Qur’an kecuali yang dibaca adalah titik itu sendiri.

Hakikatnya adalah “Tidak terlihat segala sesuatu kecuali yang dilihat adalah Allah sendiri”.

[45]
“Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga; Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direjekikan Allah kepadamu. Mereka penghuni surga menjawab, sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir[1]”.

“Air dan makanan surga” yang diminta penduduk neraka kepada penduduk surga ialah petunjuk Al-Qur’an sebagaimana yang telah direjekikan  Allah kepada penghuni surga sebagai petunjuk didalam hatinya.

Akan tetapi dikatakan kepada mereka para penghuni neraka bahwa, “Allah telah mengharamkan keduanya atas orang-orang kafir”,  ialah hati orang-orang  kafir sebenarnya sangat menginginkan petunjuk, tetapi dikeranakan hati mereka  telah dibutatulikan oleh Allah,  walaupun telah diberitahukan tidak bisa melihat dan mendengar petunjuk tersebut.
[1] QS. Al A'raaf: 50.

[46]
Perintah di dalam Al Quran, semakin tinggi nilainya dan sangat sulit dilakukan, maka dibuat dalam majas berupa kisah untuk dicari hikmahnya. Seperti itulah maksud kisah  Nabi Musa menyuruh menyembelih sapi betina yang hampir saja umatnya tidak mampu melaksanakan perintah tersebut.

" Dan ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil [1]".

" Mereka menjawab: " Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu [2]".

" Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya [3]".

" Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu masih samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk untuk memperoleh sapi itu [4]".

" Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu [5]".

Maka tidak akan mereka  dapatkan sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, yang kuning tua warnanya lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya, sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya, kecuali sapi betina yang dimaksud adalah Al Qur’an.

Sehingga dengan Al Qur’an itulah Nabi Musa bisa menghidupkan hati yang mati.

" Dan ingatlah, ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan [6]".

" Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu !" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati [7], dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti  [8]".

Batapa banyak orang-orang yang menyanjung-nyanjung  Kitabnya sehingga mereka menomor duakan Tuhannya. Batapa banyak orang-orang yang mengagung-agungkan agamanya, sehinga agama yang semestinya menjadi alat tetapi malah dijadikan Tuhan, dan disembah-sembah oleh mereka. Betapa banyak orang yang beragama Islam yang sekaligus menyembah Islam....

Maka hikmah kisah Nabi Musa menyuruh menyembelih sapi betina ialah larangan bagi umat Islam untuk mendewakan Al Quran, larangan bagi kaum muslimin untuk menyembah Islam. Cukuplah Allah menjadi sesembahan mereka.
[1] QS. Al Baqarah: 67
[2] QS. Al Baqarah: 68
[3] QS. Al Baqarah: 69
[4] QS. Al Baqarah: 70
[5] QS. Al Baqarah: 71
[6] QS. Al Baqarah: 72
[7] Yang mati adalah hati orang tersebut
[8] QS. Al Baqarah: 73

[47]
Rejeki tidak harus berupa harta benda, tapi Allah memberikan rejeki bisa berupa tidak ada rasa kekhawatiran, tidak ada rasa bersedih hati, girang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar. Itu semua adalah rejeki.

Dan gugur dijalan Allah tidak harus mati di medan perang, tapi mujahadah[1], yaitu itu sungguh-sungguh berperang mengalahkan hawa nafsu adalah juga gugur dijalan Allah.

Walaa tahsabanna alladziina qutiluu fii sabiili allaahi amwaatan bal ahyaaun 'inda rabbihim yurzaquuna - Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki[2]”.

Sehingga orang-orang yang gugur di jalan Allah bisa diartikan mereka yang berjuang sungguh-sungguh secara bathin untuk menggalahkan hawa nafsunya sendiri, sehingga nafsunya mati. Sungguh inilah suatu jihad yang besar, yaitu jihad melawan diri sendiri, atau hawa nafsu. " Roja'na min Jihadil asghor ila Jihadil Akbar.. Jihadul linafsi..; kita telah keluar dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar... Jihad [3] memerangi hawa nafsu.." Kata Rasulullah.

Orang yang nafsunya telah dikalahkan (mati) itulah mereka yang sesungguhnya hidup disisi Tuhannya, dan mereka mendapat rejeki, yaitu berupa tidak ada rasa kekhawatiran, tidak ada rasa bersedih hati, girang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar.

Dan ayat berikutnya menerangkan siapa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu malah sebenarnya hidup.
“Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati [3]. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman [4]. (Yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka. Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar [5]. (Yaitu) orang-orang yang mentaati Allah dan Rasul yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung"[6].
[1] Mujahadah dari kata, ijtihad,  jihad yang artinya sungguh-sungguh. Jihad diartikan berjuang sungguh-sungguh secara lahir. Ijtihad berjuang sungguh-sungguh dengan menggunakan ilmu. Sedang Mujahadah adalah berjuang sungguh-sungguh secara bathin.
[2] QS. Al “Imraan: 169.
[3] QS. Al “Imraan: 170.
[4] QS. Al “Imraan: 171.
[5] QS. Al “Imraan: 172.
[6] QS. Al “Imraan: 173. Ayat Al 'Imraan 160 s/d 173 ini konteksnya memang pada waktu selesai perang Uhud, tetapi kalau diartikan secara esoteric adalah kejadian perang di dalam diri manusia sendiri. Karena dikatakan gugur pada QS Al 'Imraan 169, tapi kenyataan mereka masih hidup apabila dilihat pada QS. Al 'Imraan: 170 s/d 173.

[48]
Surga jangan diartikan secara kuantitatif, cobalah diartikan secara kualitatif;, yaitu ketenangan jiwa, kemanfaatan diri bagi manusia lain, bertambah luasnya cakrawala ilmu, semakin terangnya cahaya kema’rifatan, hati yang indah seperti pertamanan (Jannah) karena selalu berbuat amal kebaikan.

“Matsalu aljannati allatii wu'ida almuttaquuna tajrii min tahtihaa al-anhaaru ukuluhaa daa-imun wazhilluhaa tilka 'uqbaa alladziina ittaqaw wa'uqbaa alkaafiriina alnnaaru  - Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah seperti taman; mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka[1]”

Sengaja Allah memetaforakan surga dengan berbagai bentuk, dan tidak mengetahui arti perumpamaan tersebut kecuali bagi orang yang diberi petunjuk.

Di dalam surga itu ada sungai-sungai mengalir[2], sungai-sungai itu adalah perumpamaan,  yaitu ilmu dan petunjuk yang selalu diberikan oleh Allah bagi orang yang bertaqwa.

Di dalam surga ada bidadari yang cantik jelita-yang tidak pernah disentuh manusia dan jin[3], bidadari itu perumpamaan, yaitu sejatinya adalah Al-Qur’an yang tidak dibuat oleh tangan manusia dan jin.

Di dalam surga ada buah yang dapat dipetik dari dekat [4], buah yang dapat dipetik dari dekat yang dimaksud adalah perumpamaan, yaitu ampunan dari Allah yang selalu dekat keberadaanya.

Di dalam surga itu ada pohon Bidara yang tidak berduri [5], pohon Bidara yang tidak berduri itu juga perumpamaan, yaitu perlindungan dan keteduhan hati yang diberikan Allah kepada hambanya yang beriman.

Mereka para penghuni surga dikelilingi anak-anak muda yang tetap muda [6], anak yang dimaksud adalah perumpamaan, yaitu kedekatan hati dengan anak yatim dan fakir miskin.

Penghuni surga diberi gelas yang indah [7], gelas yang indah itu adalah perumpamaan, yaitu mulut mereka yang terjaga sehingga terhindar dari kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perkataan dusta.

Di dalam surga disediakan permadani yang terhampar [8], permadani yang indah adalah perumpamaan, yaitu hati meraka yang pemurah sehingga suka menolong sesamanya.

Penghuni surga berada diantara pohon pisang yang buahnya bersusun-susun [9], pohon pisang yang buahnya bersusun-susun juga pula perumpamaan, yaitu mereka mendapat kemulyaan hidup.

Demikian juga sebaliknya neraka, adalah jiwa yang terseret oleh hawa nafsu [10]. Di hadapan dan di belakang mereka dinding, dan dipasang belenggu di leher mereka, yaitu perumpamaan hati yang tertutup dari kebenaran dan petunjuk, mereka tidak bisa lari dari kesesatan yang mereka kerjakan, dan tidak pula ada penolong.

Dan tidak diciptakan surga dan neraka, kecuali keduanya dekat. Sedekat bumi yang selalu diselimuti oleh siang dan malam.
[1] QS. Ar Ra’d: 35.
[2] Terdapat di QS. Muhammad: 15, QS. Al Fath: 17, QS. Al Mujaadilah: 22.
[3] Terdapat di QS. Ar Rahmaan: 56.
[4] Terdapat di QS. Ar Rahmaan: 54.
[5] Terdapat di QS. Al Waaqi'ah: 28.
[6] Terdapat di QS. Al Waaqi'ah: 17.
[7] Terdapat di QS. Ath Thuur: 23.
[8] Terdapat di QS. Al Ghaasyiyah: 16.
[9] Terdapat di QS. Al Waaqi'ah: 29.
[10]  Yaitu nafsu Amarah, Lauwamah, dan Mulhimah. Nafsu itulah diumpamakan api neraka.

[49]
Falam taqtuluuhum walaakinna allaaha qatalahum wamaa ramayta idz ramayta walaakinna allaaha ramaa  - Maka bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar [1]”.

Ayat ini mengatakan bahwa yang melempar dan membunuh musuh dalam peperangan bukan orang Mukmin, yang melempar dan membunuh adalah Allah. Dengan sifat ke-akbaranya Allah, maka tidak hanya dalam peperangan, tapi semua perbuatan manusia adalah perbuatan Allah - dan sekaligus yang dilempar dan yang dibunuh dalam perang bukan musuh, yang dilempar dan yang dibunuh dalam perang adalah Allah sendiri.

Allah lah yang menciptakan  semua manusia dan apa-apa yang mereka kerjakan. Ibrahim berkata; “Wallahu kholakum wa ma ta'malun - Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu [2]”.
[1] QS. Al Anfaal: 10.
[2] QS. Ash Shaaffaat: 96.
----------Selesai

No comments:

Post a Comment

Blogroll