Monday 19 August 2013

cahaya diatas cahaya 5;- BERTAUHID

[1]
“Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat ayat-ayat Allah bagi kaum yang memikirkan[1]”.

Allah menciptakan makluk dimuka bumi dengan beraneka ragam, masing-masing makluk diciptakan dengan berpasang-pasangan. Tidaklah ada kekuatan apapun yang bisa merubahnya.

Apabila Allah berkuasa menciptakan buah-buahan yang berpasang-pasangan, maka Allah jualah yang berkuasa menciptakan manusia itu mukmin atau manusia itu kafir, manusia itu baik atau manusia itu buruk. Dan Allah berkuasa atas perubahan yang ada di hati manusia untuk menjadikannya terang (mukmin) setelah gelap (kafir), dan menjadikannya gelap setelah terang. Tidak ada sedikitpun yang luput atas kehendak Nya.
 [1] QS. Ar Ra’d: 3.

[2]
Wahai anaku (Nurun Ala Nurin), tirulah Nabi Ibrahim! "Inna ibraahiima lahaliimun awwaahun muniibun - sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan suka kembali kepada Allah[1].

Kembali kepada Allah dengan jalan memahami bahwa tidak ada segala sesuatu; baik Af’al-Asma-Sifat-Dzat dari langit, bumi dan segala makluk yang ada diantara keduanya kecuali Af’al-Asma-Sifat-Dzat Allah.
[1] QS. Huud: 75.

[3]
Ketika Nabi Ibrahim dilempar ke dalam api oleh Namrud. Datanglah Jibril menawarkan pertolongannya pada Ibrahim. Ibrahim menolaknya, dan berkata “Hasbunallaahu wa ni'mal wakiil[1], ni'mal maula wani'mannasir[2]”.

Kata Ibrahim, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.

Tidak ada penolong seorang dalam kesulitan kecuali Allah dengan berbagai macam perantara, maka janganlah engkau sekali-kali beranggapan bahwa perantara tersebut yang memberi pertolongan. Walaupun perantara itu adalah Jibril sekalipun.
[1] QS. Al ‘Imraan: 173.
[2] QS. Al Anfaal: 40.

[4]
Kalimat Syahadat “Lailahailallah”, pengertian Syariatnya "Tiada Tuhan melainkan Allah", Tharekatnya "Tiada Yang Nyata melainkan Allah, Hakikatnya "Tiada Yang Berhak ada melainkan Allah", Ma'rifat pengertiannya "Tiada Yang Berwujud kecuali Allah".

Dan Syahadat Syariat tempatnya di akal, Syahadat   Tharekat tempatnya di hati, Syahadat Hakikat tempatnya di ruh, Syahadat Ma’rifat tempatnya di rasa.

[5]
Seorang penyair[1] berdoa untuk menjadikan Allah sebagai pemimpin dalam hidupnya, “Tuhan-ku, jikapun tanganMu terlalu suci sehingga jijik untuk berurusan dengan segala yang kotor dalam kehidupan hambaMu, mohon Engkau berkorban sekali ini saja, sentuhlah kepala-ku, pegang ia dan cabut dari ku, ku usulkan langsung saja Kau buang kepala-ku, lalu dirikanlah kerajaanMu dan dan Engkau sajalah yang mulai sekarang bertindak sebagai kepala-ku. Amin”.
[1] Emha Ainun Nadjib.

[6]
Apakah manusia tidak berpikir bahwasannya Tuhan Maha Tunggal. Untuk menunjukkan benar ketunggalanNya, maka Ia menciptakan makluk yang plural[1]. Jadilah manusia berbangsa-bangsa, bersuku-suku[2], berlainan bahasa dan wana kulit[3], berbagai budaya, termasuk diantaranya   berbagai agama (berbagai jalan)[4].

Sesungguhnya Allah hendak menguji mereka terhadap pemberianNya, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah lah kembali mereka semuanya, lalu diberitahukan Nya kepada mereka apa yang telah mereka perselisihkan.
[1] Sekiranya Allah menghendaki, niscaya mereka dijadikanNya satu umat saja.
[2] QS. Al Hujuraat: 13.
[3] QS. Ar Ruum: 22.
[4] QS.Al Maa’idah: 48.

[7]
Hubbuka lisy-syai yuuma va yusim[1]”. Artinya, “Kecintaanmu pada sesuatu selain Allah akan membutakanmu dan menulikanmu dari pada Nya”.
[1] Al Hadist.

[8]
Setinggi apapun keimanan seorang, kalau ia belum mau berserah diri, maka orang tersebut belum dapat dikatakan Islam. Demikian juga sedalam apapun keberserahdirian seorang, kalau ia tidak tau Tuhannya, maka orang tersebut belum dapat dikatakan Ihsan.

[9]
Setiap hari  adalah hari Ju'mat. Setiap malam adalah malam Bulan Purnama. Setiap malam adalah malam Lailatul Qadar. Setiap malam adalah malam Isra’ Mi’raj.

Setiap saat adalah waktu kebangkitan. Yaitu hari ketika mereka keluar dari kubur, tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. Lalu Allah berfirman, “Kepunyaan siapakah kerajaan padahari ini? Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan[1]”.

Apabila manusia merasa hatinya menyatu dengan Allah, maka kapanpun dan dimanapun ia berada, sesunguhnya ia di hari Jumat, yaitu hari bersatu.

Apabila manusia merasa hatinya melihat Allah dengan tidak ada keraguan sedikitpun, maka ia laksana melihat bulan purnama sehingga malam menjadi terang benderang karenanya.

Apabila manusia mampu membersihkan hatinya hingga benar-benar senyap dari segala macam keramaian, maka bersiaplah Allah akan menurunkan cahayaNya (petunjuk Al-Qur’an) dengan diiringi para malaikat. Karena sesungguhnya hati yang diberi petunjuk oleh Nya akan lebih baik dari pada seribu hati, bahkan lebih baik dari pada sejuta hatipun yang tanpa petunjukNya.

Apabila dalam kesunyian hatinya manusia selalu menghadap kepada Tuhan Nya, maka sesebarnya ia mi’raj diatas langit ke-tujuh, dan telah bertemu langsung dengan RabNya.

Apabila hati manusia dibangkitkan, maka sesungguhnya ia ditanya, "Limani almulku alyawma lillaahi alwaahidi alqahhaari - Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan"[1].
[1] QS. Al Mu'min: 16.

[10]
Seekor anjing apabila dilempar seketul batu, lantas anjing menyalak-nyalak menyalahkan batu yang menyakiti tubuhnya, bukan kepada si pelontar batu. Itulah yang dinamakan mentalitas anjing[1], tidak jauh bedanya dengan seorang apabila merasa dirinya disakiti, lantas marah dan menyalahkan orang yang menyakitinya. Padahal Allah mengatakan bahwa Ia yang menciptakan manusia dan apa-apa yang dikerjakannya[2].
[1] Keterangan Imam Ghozali.
[2] QS Ash Shaaffaat: 96.

[11]
Terdapat lima kedekatan Allah terhadap manusia yang dijelaskan Al-Quran. Yaitu; “Mukhit” (meliputi), “Ma’a” (bersama),  “Qarib” (dekat), “Indallah” (disisi Allah), dan “Muslimuun” (berserah diri).

Pertama. Kedakatan Allah berlaku untuk semua (“Mukhit”-meliputi), Allah yang tunggal meliputi segala sesuatu, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langait, baik yang terdhohir maupun yang bathin, baik yang di dunia maupun di akhirat, baik orang mukmin atau orang kafir, baik di surga maupun di neraka. Semuanya alam semesta beserta isinya diliputi oleh Allah tanpa kecuali. 

”Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu[1]”.

Bahkan Allah juga meliputi orang-orang kafir. ”Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat, mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena mendengar suara petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir[2]”.

Kedua. Kedekatan dengan kata ”Ma’a” (bersama) bersifat lebih khusus dibandingkan dengan ”Mukhit”. Misalnya ”Innaallah ma’ash shabirin” (sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar). Dalam ayat tersebut seolah Allah ingin menegaskan bahwa Dia memberikan perhatian atau pembelaan yang khusus bagi orang yang sabar.

”Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar[3]”.

Ketiga. Kedekatan yang lebih tinggi lagi adalah “Qarib” (bersama). Kata ini lebih menekankan pada kedekatan secara emosional agar manusia berusaha lebih dekat lagi kepada Allah.

” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran[4]”.

Allah menggunakan kata ”Qarib” secara khusus kepada  Isa AS sebagai hambanya yang dekat di dunia dan akherat[5].

Keempat. Tingkat yang lebih tinggi dari ”Qarib” yang digambarkan Al-Qur’an terhadap kedekatan dengan Allah adalah ”Indallah” (disisinya). Tingkat kedekatan ini diberikan bagi mereka yang mati syahid di jalan Allah.

”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rejeki[6]”.

Kelima. Kedekatan yang paling dekat kepada Allah, atau tingkat yang paling tinggi kedekatan seseorang terhadap Allah adalah ”Muslimuun” (berserah diri). Kedekatan inilah yang seharusnya dicapai oleh orang-orang yang Bertakwa.

”Dan kamu sekali-kali tidak dapat memalingkan orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan seorangpun mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri[7]”.
[1] An Nisa’: 126.
[2] Al Baqarah: 19.
[3] QS. Al Baqarah: 153. Kata ”Ma’a” juga terdapat di QS. Al Hadiid: 4, QS. Al Anfaal: 46,  QS. An Nahl: 128, QS. At Taubah: 40, QS. A Taubah: 36.
[4] QS. Al Baqarah: 186, Kata “Qarib” juga terdapat di QS. Qaaf: 16, QS. Huud: 61, QS. Al Muthaffifiin: 28.
[5] QS. Ali ’Imran: 45.
[6] QS. Ali ’Imran, 169, QS. Ashaad: 40, QS. Al Anfaal: 4.
[7] QS. An Naml: 81, kata ”Muslimuun” juga terdapat di QS. Az Zumar: 12, QS. An Nahl: 89, QS. Az Zumar: 38.

[12]
Jangan bersedih apabila mereka menolak walaupun telah diingatkan kepada mereka dengan tanda-tanda yang nyata[1] agar beriman dan bertauhid kepada Allah. Karena tidaklah mereka akan beriman dan bertauhid kecuali Allah sendiri yang meghendaki.
[1] Walaupun sekiranya Allah turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Allah kumpulkan pula segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak juga akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui [QS. Al An’aam: 111].

[13]
Janganlah engkau mempunyai pemikiran yang hiperbolik dan penyalagunaan kewenangan Tuhan, seperti yang diungkapkan seorang penyair[1]:
Tuhan sudah sangat populer, namanya dihapal di luar kepala, sehingga amat jarang orang yang sungguh-sungguh mengingatNya.
Tuhan sudah sangat populer, seperti matahari yang tak pernah tak bercahaya, sehingga kadang-kadang saja orang menyadari keberadaan dan peranNya.
Tuhan sudah sangat popular, terkadang orang berfikir Tuhan adalah pegawai. Disuruh mengabulkan doa-doa pamrih pribadi, yang diucapkan dengan mulut si penagih janji.
Tuhan sangat populer, sehingga Tuhan diberhalakan, digambarkan dengan gagasan-gagasan. Kalau orang lain membuat gagasan Tuhan yang berlainan, mereka bertengkar dan saling mengkafirkan.
Tuhan sudah sangat populer, sudah dijadikan komuditas yang amat sekuler, diiklankan dengan indahnya, disebut dan dimanfaatkan dimana-mana.

Tuhan sudah sangat populer, Tuhan dijadikan suku cadang untuk membuat senjata, dibubuhkan namaNya di surat-surat keputusan.
[1] Ehma Ainun Nadjib.

[14]
Malamkan hati, sucikan hati, sepikan hingga benar-benar senyap. Didalam hati yang suci, didalam hati yang senyap cahaya Allah dan para malaikat akan turun. Hati menjadi khusuk dibawah lindungan cahaya kebesaranNya.
Ketenangan hati adalah surga yang dijanjikan. Kesucian hati adalah kerajaan Allah.
Malamkan hati, ganjilkan hati, hingga Allah sajalah yang menggenapi. Gembalakanlah hatimu menuju cahaya Allah.
Seluruh penghuni surga menyambut dan mengucap salam.
Ayat-ayat suci akan diwahyukan. Ayat-ayat Nya adalah cahaya kebangkitan.
Malamkan hati, ganjilkan hati, hingga cahaya Allah yang melengkapi. Petunjuk kebenaran membimbing pada cahaya sejati. Memancar dari hati yang bersih.

[15]
Lailaha” itu cukup urusan mulut sampai ujung lidah, tapi “ilallah” membutuhkan kebersihan hati sampai ke pangkal ruh.

[16]
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setengah dari pada ilmu itu sangat rahasia seperti keadaan sesuatu yang tersembunyi, tidak dapat diketahui ilmu yang sangat rahasia itu kecuali oleh Ulama Billah. Maka apabila mereka Ulama Billah menyebutkan ilmu rahasia itu, tidak akan mengingkarkannya kecuali oleh orang yang bukan ahli ilmu Billah”. Aku bertanya “Ilmu apakah itu ya Rasulullah?” Yaitu ilmu berma’rifat kepada Allah.

Abu Hurairah r.a berkata, “Aku peroleh dari Nabi Muhamaad saw dua macam dari pada ilmu. Maka, satu dari pada dua ilmu itu aku harus ceritakan. Adapun ilmu lain tiada aku harus ceritakan, jikalau aku ceritakan akan ilmu yang kedua niscaya dipotong leher-ku”. Aku bertanya “Ilmu apakah yang kedua itu, ya Abu Hurairah?”  Yaitu ilmu berma’rifat kepada Allah.

Ali Karramallahu Wajhah berkata, “Ya Tuhan-ku, mutiara sesuatu ilmu itu jikalau aku nyatakan dengan berterus terang niscaya akan dikatakan orang kepada aku;  Hai Ali, engkau adalah orang yang menyembah berhala. Dan sesungguhnya ada orang-orang Islam yang menghalalkan darah-ku. Mereka itu melihat bahwa perbuatan yang paling jahat yang mereka lakukan itu sebagai suatu perbuatan baik”. Aku bertanya, “Mutiara ilmu apakah itu, ya Ali?” yaitu ilmu berma’rifat kepada Allah.

[17]
Umat Yahudi menganaktuhankan Uzair, Umat Nasrani menuhankan Isa, maka engkau jangan mengulang perbuatan mereka dengan mengkultuskan Muhammad seolah ia sebagai Tuhan yang memiliki kekuatan. Pelajarilah tauhid agar engkau benar-benar berserah diri hanya kepada Allah[1].
[1] QS. At Taubah: 30. Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?

[18]
Tahukah engkau ada barang di dunia yang lebih baik dari tali tasbih? yaitu tali yang menghubungkan manusia dengan TuhanNya.
[19]
Jangan dikira khamar itu hanya arak, tapi semua yang memabukkan (memalingkan) hati dari pada adalah Allah khamar.
Harta-pangkat adalah khamar, anak-istri adalah khamar, langit-bumi adalah khamar, dunia-akhirat adalah khamar, dan sesungguhnya khamar yang paling berbahaya bagi bagi seorang muslim adalah surga dan neraka.

[20]
Sesungguhnya Tuhan engkau ialah Allah yang menciptakan langit bumi beserta isinya dalam enam masa (tahapan)[1].
Awalnya Ia adalah “Achadiyyah”, kemudian untuk mewujutan langit bumi beserta isinya melalui enam tahapan berikutnya, yaitu; “Wachdah”, “Wachidiyyah”, “‘Alamul Arwah”, “Alamul Mitsal ”, “‘Alamul Ajsam” dan “‘Alamul Insan”.

Kesemua tahapan ini disebut Martabat Tujuh[2].
[1] Al-Quran surat Al Furqaan: 59. Hal yang serupa juga disebut di QS. Al A’raaf: 54, QS. Yunus: 3, QS. Huud: 7, QS. As Sajdah: 4, QS. Qaaf: 38, QS. Al Hadiid: 4.
[2] Martabat Tujuh pertama kali diperkenalkan oleh Ahli Tasawuf dari Gujarat, Muhammad Ibn Fadhulla dalam kitab berjudul “At-Tuchfatul-Mursalah ila ruchin-nabi shallal-Lahu ‘alaihi wa salam” yang berarti “Untaian hadiah yang terkirim kepada jiwa Nabi Muhammad SAW”.

[21]
Tuhanku mengapa Engkau menciptakan alam semesta? Begini jawabMu “Kuntu kanzan makhfiyyan wa aradtu an `uraf fa khalaqta al-khalq fa bihi `arafuunii - Akulah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku ingin supaya dikenali, maka Aku jadikan alam semesta ini, agar mereka mengenal kepada Ku”.

Tuhan-ku siapakah sebenarnya aku dan siapakah sebanarnya Engkau? Begini jawab-Mu “Al insannu sirri wa anna sirruhu - Manusia itu rahsia-Ku dan Akulah yang menjadi rahasianya.”.
Lalu bagaimana aku mengenal engkau? Begini jawabMu “Man arafa nafsahu fakat arafa rabbahu - Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya”.
Lantas apa lagi kalau aku sudah mengenal Engkau? “Diamlah!” kataMu.

[22]
Allah menciptakan langit-bumi seisinya serta semuanya atas kewenangannya sendiri. Tidaklah mungkin  Allah menciptakan langit-bumi seisinya serta semuanya karena suatu kewajiban.
Allah menciptakan langit-bumi seisinya serta semuanya, Allah tidak membutuhkan manfaat dari ciptaan tersebut[1]. Tidaklah mungkin Allah menciptakan langit-bumi seisinya serta semuanya, Allah membutuhkan manfaat dari ciptaan tersebut.
Allah menciptakan langit-bumi seisinya serta semuanya, dimana langit-bumi seisinya serta semuanya  tidak mempunyai daya sifat. Tidaklah mungkin  Allah menciptakan langit-bumi seisinya serta semuanya, dimana langit-bumi seisinya serta semuanya mempunyai daya sifat.
Allah menciptakan langit-bumi seisinya serta semuanya, dimana langit-bumi seisinya serta semuanya tidak mempunyai daya kuat. Tidaklah mungkin  Allah menciptakan langit-bumi seisinya serta semuanya, dimana langit-bumi seisinya serta semuanya mempunyai daya kuat.
[1] Al 'Ankabuut: 6, Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

[23]
Bagaimana engkau menganggap bahwa Dia tidak nyata adanya, bagaimana engkau bisa menyembunyikan sesuatu dari Dia, kalau Dia “wal awalu wal akhiru wa zahiru wal batinu, wa huwa bikul li saiin alim[1]”, Dia yang Awal dan Yang Akhir , Dia Yang Dhohir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
 [1] QS. Al Baqarah: 115.

[24]
Wallahu kholakum wa ma ta'malun[1]”. Ketahuilah Anak-ku bahwasannya Allah lah yang menciptakan engkau dan apa yang engkau perbuat.
 [1] QS. Ash Shaaffaat, 96.

[25]
Hijrah terbesar tidak lain adalah perpindahan keyakinan hati dari Ilman Yaqin, ‘Ainul Yaqin, Haqqul Yaqin dan Akmalul Yaqin untuk mengetahui bahwa tidak ada perbuatan yang bertebaran di alam ini, kecuali perbuatan Allah, tidak ada nama yang melekat pada suatu apapun, melainkan nama Allah, tidak ada sifat yang mewarnai diri, kecuali sifat Allah, tidak ada zat yang meliputi makluk, kecuali Zat Allah.

[26]
Ya Tuhan, apabila surga menghalangiku untuk bertemu dengan-Mu. Coretlah namaku dari daftar calon penghuninya, tutup rapat-rapat pintunya atas diriku, agar aku tidak sekali-kali bisa masuk kedalamnya. Kalaupun itu belum cukup untuk bermukasyafah denganMu, sebelum neraka harus ku diami. Panaskan suhu nerakaMu, asalkan semakin terang musyahadah ku atas Mu.

[27]
Wahai Tuhan tambatkan hati kami, agar kami tidak menempuh dunia, agar kami tidak berburu akhirat. Apa yang kami inginkan hanyalah menatap ridhaMu sampai kami tiba dilarut hari kami. “Illahi anta maksudi waridhaka matlubi”, Diri-Mu lah yang kami tuju, ridhoMu lah yang kami minta.

[28]
Katakanlah “Laa tak budu rabbana lam yarah”, artinya “Aku tidak akan menyembah Allah bila aku tidak melihatnya terlebih dahulu”.
Katakanlah “Layasul shalat illa bin ma’rifat, artinya “Tidak sah shalat tanpa mengenal Allah”.
Ketahuilah bahwa “Barang siapa mengenal dirinya dia akan mengenal Tuhannya”,   dikatakan; “Man arafa nafsahu fakat arafa rabbahu”.
Allah mengatakan “Manusia itu rahasia-ku dan akulah rahasianya”,  “Al insannu sirri wa anna sirruhu”.
Allah juga mengatakan; “Wafi amfusikum afala tubsiruun”, artinya “Aku ada didalam jiwamu mengapa engkau tidak melihat”.
Allah mengatakan “Kuntu kanzan makhfiyyan wa aradtu an `uraf fa khalaqta al-khalq fa bihi `arafuunii “, artinya “Akulah harta tersembunyi dan Aku ingin dikenal sehingga Aku menciptakan makhluk agar mengenal Ku”.

Ketahuilah bahwa “Awaludin ma’rifatullah”, artinya  “Awal agama adalah mengenal Allah”.

[29]
Bagaimana engkau bisa ragu-ragu tentang Dzat Allah? Padahal  Dialah yang Awal dan Yang Akhir, “Wal awalu wal akhiru”. Dialah Yang Dhahir dan Yang Bathin, “Wa zahiru wal batinu”. “Wa huwa bikul li saiin alim”,
Bagaimana engkau bisa membatasi bahwa Allah hanya mengetahui bumi diwaktu siang? Padahal Dialah yang Maha Mengetahui segala sesuatu[1].
Bagaimana engkau bisa membatasi bahwa Allah hanya menguasai perihal kebajikan[2]? Padahal Dialah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu[3].
[1] QS. Al Hadiid: 3.
[2] Semua kebjikan dan kejelekan, semua petunjuk dan kesesatan, Allah lah yang berkuasa atasnya. Kalaupun dikatakan bahwa kejelekan atau kesesatan datangnya dari manusia atau jin, hal itu adalah tahapan untuk menuju pada pemahaman bahwa semua dari Allah.
[3] Al Hadiid: 2.

[30]
Sesungguhnya tidak dihidupkan segala sesuatu kecuali segala sesuatu berasal dari yang yang hidup pula. Tanah, gunung, bumi, laut, udara, api itu hidup[1], sehingga dari padanya ditumbuhkanlah berbagai kehidupan.
[1] Hidup karena diberi kehidupan oleh Allah.

[31]
Engkau  pasti bertanya, dari bahan apakah alam semesta ini diciptakan? Maka ketahuilah bahwa alam semesta ini dicitakan dari Dzat Allah.

Engkau juga bertanya, sejak kapan adanya alam semesta? Maka ketahuilah bahwa alam semesta tanpa permulaan dan tanpa akhir.

Apabila ciptaan dianggap materi (diwujudkan), maka semua wujud (ciptaan) tidak bisa dibuat dan tidak bisa dimusnakan[1], yang bisa adalah berubah bentuk dari materi ke materi, materi ke energi, energi ke materi, energi ke energi. Kalau ciptaan aja demikian apalagi Dia yang menciptakan.

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu[2]”.
[1] Dalam fisika disebut Hukum Lomonosov Lavoisier-Hukum Kekekalan Masa. Hal ini senada dengan pandangan kaum Wujudiyah yang beranggapan bahwa keberadaan alam semesta ini berasal dari sesuatu yang ada, disebut Pre-Exist. Berlawanan  dengan pandangan yang lain bahwa keberadaan alam semesta ini dari tidak ada, disebut Creatio ex Nihilo.
[2] QS. Al Hadiid: 3.

[32]
Banyak orang yang muak kepada berhala sambil mendekap berhala[1] yang lebih berhala. Dan tidak sedikit orang berjuang melawan berhala sambil menawarkan dirinya untuk diberhalakan.
Dalam ketakutan akan berhala, bertumbulah berhala-berhala. Karena pengetahuan tentang berhalapun bisa menjadi berhala.
Hati-hati lah dengan berhala yang bukan berhala, karena tak berjarak dengan kesadaran manusia, menyatu dengan siang-malam, menafasi bagai udara.
[1] Semua selain Allah apabila dianggap mempumyai kekuatan dan menjadi sandaran, tak terkecuali Diri pribadi, Rasulullah Muhammad,  Malaikat Jibril, wali dan auliya’, Al-Quran, surga, seluruh alam adalah berhala.

[33]
Allah tidak menyuruh menyembelih anak Ibrahim[1], Allah tidak pernah memerintahkan mengkurbankan sosok Ismail, karena Allah bukan Tuhan sadisme, bukan tuhan kekerasan. Sosok berhala di hati Ibrahim-lah yang harus disembelih agar cintanya pada Allah tidak tersaingi oleh bentuk apapun, termasuk tersaingi oleh cintanya pada Ismail.
[1] QS. Ash Shaaffaat: 102.

[34]
Kalau Tuhan menumbuhkan dari air hujan berjenis-jenis tanaman dan buah-buahan beraneka rasa di bumi, apalagi menciptakan manusia di bumi yang sama. Pastilah berlainan budaya, bahasa, warna kulit, agama dan keimanan.
[35]
Jangankan manusia lain, Rasulullah Muhammad sendiripun pada waktu awal menyampaikan agama (tauhid) banyak yang mencomoh dan mengatakan bahwa Rasulullah  itu gila, stress, kesurupan. Barulah setelah ia mengajarkan hukum (syariat), sehingga Islam banyak pemeluknya sampai sekarang ini.
[36]
Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong[1] dan angkuh[2], sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri[3]. Dan datanglah kepada Allah sebagai orang-orang yang berserah diri[4].
[1] QS. Al Israa’:37.
[2] QS. Luqman: 18.
[3] QS. An Nisaa’: 36, juga disebutkan di QS. An Nahl: 23, Al Hadiid: 23.
[4] QS. An Naml 31.

[37]
Tanda kemantapan ketauhid seorang terhadap Allah, dilihat dari ketepatan ia menjawab empat pertanyaan tentang keimanannya; Apakah Allah itu? Dimanakah Allah berada? Sedang apa Allah sekarang? Apakah sekarang bisa bertemu Allah?

[38]
Kalau di kepalamu masih terdapat akal, maka pekerjakanlah ia, peraslah ia, benturkan ia, sehingga akalmu mengerti bahwa engkau tidak sanggup menciptakan dirimu sendiri, bahwa engkau tidak sanggup menghidupkan jantungmu sendiri, bahwa engkau tidak sanggup meramu barang setetes dari darahmu sendiri, bahkan engkau tidak sanggup menumbuhkan walupun itu sehelai rambutmu sendiri[1].
[1] Ehma Ainun Nadjib.

[39]
Butanya aku terhadap-Mu ya Allah, tulinya aku terhadap-Mu ya Allah, bodohnya aku terhadap-Mu ya Allah. “Laa ilaha ila anta. Subhanaka inni kuntum minadhalimin[1]”.
[1] QS. Al Ambyaa: 87.

[40]
Dan keterangan-keterangan ini menjelaskan kepada engkau makna-makna yang dalam-sehingga Al-Qur’an benar-benar menjadi petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

[41]
Allah berkata:
“Wahai hamba-Ku! Aku sakit, kenapa engkau tidak menjenguk Ku”.

“Wahai hamba-Ku! Aku lapar, kenapa engkau tak memberi Ku makan”.

“Wahai hamba-Ku! Aku haus, Aku haus, kenapa tak engkau beri Aku minuman”.

Daud bertanya:
“Wahai yang Maha Pengasuh. Betapa aku akan menjenguk Engkau, betapa mungkin Engkau sakit, padahal Engkaulah Tuhan seluruh alam”.
“Wahai Tuhanku. Betapa mungkin aku member-Mu makan, padahal Engkaulah Maha Kaya seru sekalian alam”.

“Wahai Tuhan Pengasuh. Betapa mungkin aku memberi-Mu minuman, sedangkan Engkaulah penumpah rakhmat semesta alam”.

Allah menjawab:
“Wahai anak Adam! Kalau engkau menjenguk hamba-Ku yang sakit niscaya engkau bertemu dengan Ku disisinya”.

“Wahai anak Adam! kalau engkau memberi makan kepada hamba-Ku yang kelaparan, niscaya engkau berjumpa dengan Ku disisi Nya”.

“Wahai anak Adam! Sekiranya engkau memberikan seteguk minuman kepada hamba-Ku yang kehausan, pastilah engkau temukan Aku disisinya”.
Butanya aku, tulinya aku, bebalnya aku, ya Allah. “La ila ha illa anta subhanaka inni kuntu minadhalimin”.

[42]
Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy[1].

Penciptaan langit dan bumi dimulai dari wujud Allah yang awal, yaitu Ahadiah (tidak bernama, tidak bersifat, dan tidak dapat diindra). Kemudian membutuhkan enam masa (tahap) berikutnya, yaitu “Wahdah”, “Wahidiyah”, “Nur Muhammad”, “Alam Misal”, “Alam Jisim” dan “Alam Insan”[2].

Ketahuilah bahwa ‘Arsy bukan ditimur atau di barat, bukan di atas bumi atau dibawah bumi, tetapi dimana-mana adalah ‘Arsy,  dan Allah berada diatasnya, yaitu kekuasaan tertinggi atas segala sesuatu.
Ingatlah, Allah lah yang menciptakan dan menggerakkan segala sesuatu, termasuk manusia. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
[1] QS. Al A’raaf: 54, QS. Al Hadiid: 4.
[2] Martabat Tujuh.

[43]
Kursi kekuasaan dan ilmu Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memihara keduanya. Tidak ada yang menggerakkan elektron terhadap proton kecuali Allah, Tidak ada yang memerintah akal dan hati manusia kecuali Allah, dan tidak pula ada yang berkuasa terhadap Malaikat dan Iblis keciali Dia. Tidak ada yang dapat memberi syafa’at walau seorang malaikat atau rasul kecuali atas kehendakNya sendiri. Allah mengetahui apa yang ada di hari depan dan di hari  belakang, dan Allah Maha Tinggi dan Maha Besar.

[44]
Tahukah engkau orang yang menyembah hawa nafsunya, ialah mereka yang bercita-cita dimasa muda suka ria, di masa tua kaya, dan matinya masuk surga. Karena mereka selama hidupnya tidak ada keinginan untuk bertemu dengan Tuhannya.

[45]
Apabila 20 Sifat Waib yang begitu sempurna itu milik Allah sebagai Khalik, maka kemustahilan Sifat Wajib tersebut adalah milik Allah juga[1]. Sesungguhnya Sifat Allah tidak terbatas.
[1] Apabila Allah memiliki sifat “Wujud” (ada) maka sifat “Adam” (tiada) adalah milik Allah juga. Apabila Allah memilik sifat “Baqa” (kekal) maka sifat “Fana” (binasa) adalah milik Allah juga.

[46]
Perjalanan menuju Tuhannya membutuhkan waktu yang sangat lama, lebih-lebih bagi hati yang kurang bersih, dan tergantung kadar serta usaha seseorang dalam penyucian hatinya. Hal tersebut dikarenakan kondisi hati manusia beragam adanya.

Hati dapat digambarkan seperti bumi. Ada kalanya bumi digali sedikit saja, sudah bisa keluar mata airnya. Ini adalah gambaran bagi hati seorang yang bersih. Tapi ada bumi yang digali sampai dalam, tapi tetap saja tidak keluar mata airnya, karena kondisi tanahnya yang tandus, gersang dan berbatu. Hal ini adalah gambaran hati yang keras, bahkan sudah mengerjakan semua perintah agama, akan tetapi belum juga keluar mata air (Hikmah) nya.

Kalau bumi sudah digali tapi tidak keluar airnya, solusinya bagaimana? Hantamkan saja Al-Qur’an pada bumi tersebut, karena telah dikatakan bahwa “Dan sekiranya ada suatu bacaan yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, tentulah Al-Qur’an itulah dia[1]”.
[1] QS. Ar Ra’d: 31.

[47]
Apabila dengan kakimu engkau tidak sampai mendaki langit, gunakanlah akalmu. Apabila akalmu hanya berhenti dilangit yang ketujuh, lanjutkan dengan hatimu. Dan apabila hatimu mengalami pasang surut dalam menatap wajah Nya, ketahuilah bahwasanya tanpa kau perintahpun-ruhmu tidak sekejapun lengah dalam bersimpuh dihadapan Allah.

[48]
Saat sekarang tidak ada manusia yang menyembah api atau iblis, yang ada seorang mengagungkan hawa nafsunya. Padahal semuanya sama. Saat sekarang tidak ada manusia mengaku Tuhan sedemikian Firaun, yang ada pengakuan terhadap kekuatan diri. Padahal mereka sama saja.

[49]
Mendung tidak setetespun menurunkan hujan, matahari tidak sederajatpun menaikan panas, usaha tidak selangkahpun merubah arah nasib, akal tidak seatompun membuahkan ilmu, ruh tidak sedetikpun membuat hidup, Al-Qur’an tidak sehurufpun membuka hati, kecuali semua atas kehendak Allah sendiri.

[50]
Kalau engkau paham hakikatnya Tursina, engkau akan malu ber-khalwat  dipuncak gunung. Kalau engkau paham hakikatnya gua, engkau akan enggan ber-mufarid di dalam bumi. Kalau engkau paham hakikatnya hutan, engkau akan menolak ber-zuhud di rimba belantara. Kalau engkau paham hakikatnya Sidratul Muntaha, engkau tidak akan terbang untuk ber-uzlah ke langit. Kalau engkau paham hakikatnya Baitullah, you are not everywhere.

[51]
Orang kafir bukan hanya orang yang di luar Islam, mereka yang iman tetapi hatinya tertutup dihadapan Allah atau tidak mengenal Allah, mereka tergolong orang kafir.

Walaupun sekiranya Allah turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Allah kumpulkan pula segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak juga akan tidak mau mengenal Allah, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

[52]
Iblis adalah makhluk pengkhianat Tuhan yang dari mulutnya terucap pengakuan bahwa sesungguhnya mereka takut kepadaNya.

Manusia adalah khalifah Tuhan yang bersujud kepada Nya, tetapi dari penglihatan terhadap apa yang ummat manusia hasilkan dalam peradaban mereka, yang tampak menonjol adalah perilaku-perilaku yang bukan hanya tidak takut kepada Tuhan, melainkan juga merendahkan kesucian Nya.

[53]
Aku mengenal Allah bukan karena Al-Qur’an, bukan karena Muhammad, bukan karena Wali, tapi aku mengenal Allah karena Allah sendiri (titik).

[54]
Sifat Allah jangan dibatasi dengan 20 sifat, Asma Allah jangan di patok 99 nama, Dzat Allah jangan batasi dhohir bathin, kehendak Allah jangan dibatasi pada apa takdir. Silahkan konstruk sendiri ketauhidan mu seluas-luasnya, karena Ia adalah Maha Besar dari segala angan dan pikiran yang dapat engkau lakukan.

[55]
Langit dan bumi ini adalah mati, tidak bersifat dan tidak berkehendak apapun. Sesungguhnya yang hidup, yang bersifat dan yang berkehendak adalah Allah semata. Janganlah ragu tentang pertemuanmu kepada Allah, karena Allah meliputi segala sesuatu.
Walillaahi maa fii alssamaawaati wamaa fii al-ardhi wakaana allaahu bikulli syay-in muhiithaan”, Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu[1]. Yaitu yang meliputi adalah perbuatanNya[2],  kekuasaanNya[3], pengetahuanNya[4], rahmatnya[5], dan juga Dzat Nya[6].
Sulit sekali mengajak orang yang beriman untuk tidak mengharapkan upah dari amal kebajikannya, sehingga benar-benar meraka bertujuan kembali ke pada Tuhannya.
Kebanyakan pola pikir dari mereka sama halnya seperti yang dilakukan orang Yahudi membunuh rasul-rasul yang menyeruh agar menyembah kepada Tuhannya tanpa meminta balasan.
Sebagaian ada dari mereka yang bersikap seperti penduduk yang menolak uang Ashabul Kahfi keluar dari gua untuk berbelanja.
Padahal uangnya Ashabul Kahfi itu adalah perumpamaan ilmu yang paling tinggi diantara ilmu-ilmu yang lain, yaitu ilmu untuk kembali kepadaNya, ilmu untuk bertauhid kepada Tuhannya.
Malah kebanyakan dari orang-orang beriman memohon pada Tuhan untuk menerima amal ibadahnya, memaksa Tuhan untuk berdagang dengannya, bahkan menganggap Tuhan sebagai asisten pribadinya untuk mengabulkan doa-doa mereka.
[1] QS. An Nisaa’: 126.
[2] QS. Huud: 92, QS. Al Anfaal: 47.
[3] QS. Albaqarah: 255.
[4] QS. Thaahaa: 98, QS. Al An’aam: 80, QS. Al ‘Araaf: 89, QS. Ath Thalaaq: 12.
[5] QS. Al ‘Araaf: 156, QS. Al Mu’min: 7.
[6] QS. An Nisaa’: 126,  QS. Fushshilat: 54.

[56]
Awal engkau sendiri yang mencari jalan menuju Tuhan, berikutnya Allah sendiri yang memberitahu bahwa sebenarnya Dia sudah mendampingi mu sejak awal sebelum engkau mencari Nya. Hingga semakin teranglah kedudukan Allah didalam diri mu, dan  Dia lah sebenarnya yang hadir didalam diri mu, bukan engkau yang hadir di dalam diriNya.
[57]
Setinggi apapun ilmu yang engkau miliki-apabila engkau mengenal Allah dengan sebenarnya, maka ilmu itu akan leleh, ilmu itu akan lenyap, akan musnah-dikarenakan ketundukanmu kepada Allah.
[58]
Dalam upayamu mendekatkan diri kepada Allah akan kau temui berlapis-lapis hijap (penutup). Ketahuilah bahwa menembus hijab Allah bukan berati membuang hijab tersebut, cukuplah engkau melihat bahwa hijab-hijab itu adalah Allah sendiri.
[59]
Berserah diri janganlah engkau salah artikan sebagai tidak adanya usaha untuk melakukan sesuatu perubahan, semua terserah pada Allah. Bukan itu yang dimaksud, karena apabila demikian akan bertentangan dengan ayat, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri[1]”.

Berserah diri adalah engkau dengan kesadaran yang mendalam bahwa segala daya upaya yang engkau lakukan adalah mutlak daya dan upaya Allah sendiri. Semua kehendak hati-semua proses berpikir-semua perbuatanmu, mutlak hanyalah adalah kehendak-berpikir-dan perbuatan Allah sendiri.
Berserah diri (muslimuun) bukan hanya segala daya dan upaya manusia berasal dari Allah, tetapi segala daya dan upaya itu adalah Allah sendiri yang melakukan.  “Wallahu kholakum wa ma ta'malun”. Artinya, “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu[2]”.
Pengertian tersebut tidak serta merta diterima oleh orang yang beriman, kebanyakan dari mereka memahami sebatas Allah memberikan daya dan upaya kepada manusia, bukan daya dan upaya Allah sendiri.
Dengan berserah diri secara total, maka eksistensi (ego) dirimu akan hilang, yang ada hanyalah eksistensi Allah.
Ketahuilah bahwa tingkat berserah diri secara total banyak dicontohkan oleh Nabi dan Rasul. Nabi Ibrahim dan Ismail adalah contoh pencapaian tingkatan berserah diri secara total. “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya[3]”.
Ibrahin dan Ismail berani melakukan hal demikian karena didasari oleh pemahaman yang mendalam terhadap keberserahdirian mereka. Ibrahim berani mengorbankan anaknya, dan Ismail rela di korbankan oleh Bapaknya, karena mereka berkeyakinan ini semua adalah daya dan upaya Allah sendiri.
Demikian juga seruan Nabi Musa kepada kaumnya agar mereka berserah diri, ”Berkata Musa; Hai kaum-ku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri[4]".
Bagi mereka telah berserah diri dan bahkan melebur dalam Diri Allah, baik secara lahiriah maupun maupun batiniah, maka segala kehendak dan perbuatan luluh dalam kehendak dan perbuatan Allah semata. Dalam hadist Qudsi dikatakan bahwa orang yang demikian “Melihat dengan penglihatan Allah, mendengar dengan pendengaran Allah, dan seluruh langkah perbuatannya dilambari oleh ilmu–ilmu Allah”.
Berserah diri demikianlah yang dikatan sebagai kematian dalam kehidupan, sesuai dengan hadist mengatakan, “Mutuu qobla anta mutu”, artinya “Matikan dirimu sebelum dimatikan”.
Kematian inilah kematian yang sebenarnya, bukan kematian pada saat ruh lepas dari jasad. Ruh lepas dari jasad itu adalah proses kembalinya manusia, bukan proses kematian manusia. “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada Nya lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah lah mereka dikembalikan[5]”.

Sekarang engkau sudah mati, dan berikutnya kembali kepada Allah.
[1] QS. Ar Raad: 11.
[2] QS. Ash Shaaffaat: 96.
[3] QS. Ash Shaaffaat: 103.
[4] QS. Yusuf: 84.
[5] QS. Ali Imran: 83. Kepada Allah semua akan kembali, hal itu juga dijelaskan pada surat yang lain: QS. Al Jaatsiyah: 15, QS. Az Zukhruf: 85, QS. Fushshilat: 21, QS. Yunus: 55.

[60]
Sesungguhnya siang dan malam, kebaikan dan kejahatan semua berasal dari Allah. Dialah yang menciptakan penuh segala sesuatu berpasang-pasangan supaya manusia mengingat  kebesaranNya.  “Wamin kulli syai in kholakna zaujaini la allakum tadzzakarun [1]”.
[1] QS. Adz Dzaariyaat: 49.

[61]
Tidak wajar bagi seseorang yang telah Allah berikan kepadanya petunjuk Al-Qur’an, ilmu dan hikmah, lalu dia berkata kepada manusia, "Hendaklah kamu menjadikan aku pelindung dan penghubungmu kepada Allah." Dan tidak wajar pula baginya berkata, “Arwah para Nabi dan Auliya sesunguhnya bisa memberikan syafaat dan pertolongan kepada mu”.

Apakah patut menyuruh manusia berbuat kekafiran, diwaktu mereka sudah beriman?

[62]
Kalimat Syahadat “Lailahaillah” pengertian Syariatnya adalah "Tiada Tuhan melainkan Allah", pengertian  ini masih bersifat lisan sebagai Syahadatnya akal. Perlu diperdalam kalimat Syahadat itu dengan pengertian yang lebih memantabkan ketauhidtan, yaitu butuh pengertian secara Thoriqat untuk Syahadatnya hati, pengertian secara Hakikat untuk Syahadatnya  ruh, dan pengertian secara Ma'rifat untuk Syahadatnya di rasa.

Lailahailallah”, Pengertian Thoriqatnya: "Tiada Yang Nyata melainkan Allah, pengertian Hakikatnya: "Tiada Yang Berhak ada melainkan Allah", dan secara Ma'rifat pengertiannya: "Tiada Yang Berwujud kecuali Allah".

[63]
Dari Allah lah manusia diciptakan dari tidak ada[1] menjadi ada (hidup), maka Allah lah yang mematikan manusia untuk dikembalikannya menuju tidak ada (kembali kepada Allah)[2].

Huwa yuhyii wayumiitu wa-ilayhi turja'uuna[3]”.
[1] Dari tidak ada maksudnya yang ada hanya Allah, sehingga semua makluk (manusia) awalnya dari Yang Maha Ada, yaitu Allah.
[2] Menuju tidak ada maksudnya kembali keawal Yang Maha Ada, yaitu Allah.
[3] QS. Yunus 56; “Dia lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada Nya lah kamu dikembalikan”.

[64]
Kalau di kepalamu masih terdapat akal, maka pekerjakanlah ia, peraslah ia, benturkan ia, sehingga akalmu mengerti; bahwa engkau tidak sanggup menciptakan dirimu sendiri; bahwa engkau tidak sanggup menghidupkan jantungmu sendiri; bahwa engkau tidak sanggup meramu barang setetes dari darahmu sendiri; bahkan engkau tidak sanggup menumbuhkan, walupun itu sehelai rambutmu sendiri.

Sebelum tiba sesuatu yang melumpuhkan kakimu. Sebelum tiba sesuatu yang menyesakkan dadamu. Sebelum tiba waqi’ah yang menggelapkan hidupmu.

Bersegeralah mengucap pengakuan bahwa “La haula wala kuwata ila billah”.

[65]
Langit dan bumi dan segala apa yang ada diantara keduanya diciptakan Allah dalam enam tahapan[1],  lalu Allah bersemayam diatas Arsy’.

Awalnya Allah bermartabat Achadiyyah, ke-’Ada’-an Dzat Yang Esa. Dzat yang belum bersifat, belum bernama (belum memiliki asma’), belum melakukan perbuatan (belum ber-af’aal), tidak mempunyai hubungan dengan apapun sehinga tidak dapat dipikirkan, dirasa, dicapai oleh siapapun, Muhammad pun tidak bisa mencapai tingkat ini. Kenyataan Yang Belum Nyata, disebut “La ta’ayyun”[2]-[3].

Tahapan pertama ialah Martabat Wachdah, ke-’Ada’-an Dzat yang sudah memiliki Sifat Ke-Esaan. Dzat Allah bernampak (tajjali) dalam sifat-sifat kenyataan yang tetap, yaitu sifat Ilmu, Wujud, Syuhud dan Nur. Martabat ini adalah Nur Muhammad yang merupakan penyebab bagi terjadinya bumi dan langit dan segala isinya. Disebut Martabat Kenyataan Terpendam[4]. Disebut Kenyataan Pertama atau “Ta’ayyun Awwal”.
Tahapan ke-dua ialah Martabat Wachidiyyah, ke-‘Ada’-an Dzat yang sudah memiliki Asma’ Ke-Esaan. Segala sesuatu yang terpendam tapi dapat dibedakan dengan tegas walaupun belum kenyataan masih terpendam. Disebut Kenyataan Kedua atau “Ta’ayyun Tsani”.
Tahapan ke-tiga ialah Martabat ‘Alamul Arwah (Alam Ruh). Dengan “Kun fa Yakun” maka yang awalnya kenyataan terpendam menjadi alam Ruh, yaitu hakikat dari ruh yang satu, baik itu ruh manusia, ruh hewan, ruh tumbuh-tumbuhan. Disebut kenyataan yang ada diluar  atau “Ayan Kharijiyyah”. Atau Kenyataan Yang Ketiga,  “Ta’ayyun Tsalit”.
Tahapan ke-empat ialah Martabat ‘Alamul Mitsal (Alam Ide). Wujud nyata yang tersusun secara halus, tidak bisa dipisah-pisah. Disebut Kenyataan Yang Keepat, “Ta’ayyun Rabi’ ”.
Tahapan ke-lima ialah Martabat ‘Alamul Ajsam (Alam Benda). Wujud nyata yang tersusun secara materi, dapat dipisah-pisah sehingga terukur. Disebut Kenyataan Yang Kelima “Ta’ayyun Khamis ”.
Tahapan ke-enam ialah Martabat ‘Alamul Insan(Alam Manusia), Wujud nyata berupa alam semesta (bumi dan langit seisinya) yang sempurna[5].
Inilah yang dikatakan enam tahapan terbentuknya alam semesta sesuai dengan ayat; “Allah lah yang menciptakan[6] langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa[7]”.
“Lalu Allah bersemayam diatas Arsy[8]”, yaitu kekuasaan tertinggi atas langit dan bumi serta segala apa yang ada diantara keduanya. Allah Maha Yudikatif, Maha Eksekutif, Maha Legislatif, Maha Aktor. Tidak ada segala sesuatu kecuali dia sendiri.
[1] Enam masa, atau enam hari, enam tahapan, enam kenyataan, enam martabat.
[2] Biasanya disebut “Huwa”. Ada orang yang berdzikir menyebut nama Allah dengan sebutan “Huwa”.
[3] Tahapan tertinggi ini disebut Ma’rifat Tanzih, yaitu mengenal Allah pada tingkat yang tidak terindrawi.
[4] Diibaratkan seperti pohon, cabang, ranting, daun yang masih didalam biji. Dimana yang ada hanya sifatnya yang masih tersimpan.
[5] Pencapaian tahapan pertama sampai ke-enam disebut Ma’rifat Tasybih, yaitu mengenal Allah pada tingkat yang terindrawi.
[6]  Atau dengan kata lain bahwa langit bumi dan apa yang ada diantara keduanya di-“Tajjali”-kan, dinampakkan, diemanasi, dipancarkan dari Dzat Allah.
[7] QS. As Sajdah: 4, QS. Al A'raaf: 54, QS. Yunus: 3, QS. Huud: 7, QS. Al Furqaan: 59, QS. Qaaf: 38, QS. Al Hadiid: 4.
[8] QS. As Sajdah: 4, QS. Al A'raaf: 54, QS. Yunus: 3, QS. Al Furqaan: 59, QS. Al Hadiid: 4.

[66]
Arifin Billah berkata; “Andai kata terlintas di dalam hati-ku suatu kehendak akan yang lain selain Allah karena jiwa-ku melupakan Nya, maka hukumkan diriku sebagai seorang yang murtad dihadapan Nya”.
[67]
Kalimat Tauhid  “Lailahailallah” terdiri dari 12 huruf: Lam-Alif-Alif-Lam-Ha-Alif-Lam-Alif-Alif-Lam-Lam-Ha.
Kalimat Tauhid diringkas menjadi lafal Jalala, yaitu ‘Allah’.  Dan lafal ‘Allah’ ini terdiri dari 4 huruf ; ‘Alif’ mengandung  sifat  Kamal (sempurna), ‘Lam  Awal’  mengandung sifat  Jamal (bagus),  ‘Lam Sani’ mengandung  sifat Jalal (luhur), ‘Ha’ mengandung sifat Kahar (memaksa). 
Dari lafal ‘Jalala’ mengeluarkan 4 ilmu; ‘Alif’ mengeluarkan ilmu Syariat. ‘Lam Awal’ mengeluarkan ilmu Tarekat, ‘Lam Sani’ mengeluarkan ilmu  Hakikat, dan ‘Ha mengeluarkan ilmu ‘Ma’rifat’.
Ilmu Syariat tempatnya di anggota  tubuh, pribadi orangnya harus niat, wudlunya menggunakan air, sholatnya berdiri-ruku’-duduk-sujud.

Ilmu Tarekat tempatnya di hati, pribadi manusianya harus menjalankan perintah, wudlunya tidak boleh iri dan dengki,  sholatnya adalah berbelas  kasihan.
Ilmu Hakikat tempatnya di ruh,  pribadinya meninggalkan  keakuan, wudhunya meninggalkan takabur, sholatnya adalah sabar.
Ilmu Ma’rifat tempatnya di rasa, pribadinya harus mengenal Allah, wudhunya harus tenang, sholatnya adalah yakin[1]-[2].
[1] Yakin melihat sungguh-sungguh terhadap keagungan sifat dan dzat Allah pada alam semesta.
[2] Hidayatul Ummah, Hasan Husein.

[68]
Apakah engkau tidak memperhatikan betapa banyak dari mereka yang telah beriman dan diberi petunjuk Al-Qur’an, tetapi sebenarnya mereka penyembah Thaghut[1]. Padahal Allah telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat untuk menyeru, “"Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaguht[2]”. 

Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat.
[1] Thaghut adalah segala sesuatu selain Allah yang dianggap bisa memberi kebaikan sehingga disembah-sembah; termasil wali, Rasul, Al-Quran, Malaikat-semua apabila dianggap bisa memberi pertolongan maka orang yang meminta tersebut adalah penyembah Thaghut.
[2] QS. An Nahl: 36.

[69]
Ketahuilah bahwa kunci penyibak hijab adalah syuhud, yaitu “Syuhuudul katsrah filwahdah, syuhuudul wahdah filkatsrah – Pandangan yang banyak pada yang satu dan pandangan yang satu pada yang banyak[1]”. Maka katakalah “Tidak aku melihat sesuatu, melainkan aku melihat Allah  padanya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat  Allah  sertanya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah  sebelumnya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah  sesudahnya”.
[1] Kitab Addurun Nafis, Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari.

[70]
Siapakah mereka yang dikatakan Islam? Yaitu "Man aslama wajhahu lillaahi wahuwa muhsinun[1]" Siapa saja yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik, merekalah[2] orang Islam.

Sehingga apabila Allah mengatakan; "Inna alddiina 'inda allaahi al-islaamu" , yaitu sesungguhnya agama disisi Allah ialah agama berserah diri, maka bisa jadi orang lain lebih berserah diri (lebih Islam) dari pada orang yang mengaku beragama Islam.
[1] QS. Al Baqarah: 112.
[2] Mereka adalah siapa saja, bisa jadi orang Yahudi dan Nasrani (ahli kitab).

----------Selesai

No comments:

Post a Comment

Blogroll