Monday 19 August 2013

cahaya diatas cahaya 15;-PENUTUP

[1]
Ya Allah, jikapun akhirnya keretaku terjungkir dan macet, tidaklah bakal Engkau tutup jalan untuk kembali pulang kehadirat-Mu. Jikapun aku sungguh-sungguh tersesat memilih jalan, pastilah Engkau telah menyediakan sejuta ampunan-Mu. Jikapun putus kepalaku sebelum selesai kubangun Rumah-Mu, pastilah Engkau dirikan kerajaan-Mu dan saat itu juga Engkau menjadi kepalaku.
[2]
Tidak ada paksaan untuk mempercayai kalimat-kalimat ijtihad ini, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Barang siapa yang melakukan ijtihad, maka sesungguhnya ia memiliki akal yang kuat untuk memahami ilmu-ilmu yang menuntunnya kepada Allah.
[3]
Janganlah engkau bergantung kepada ku, karena sesungguhnya aku hanya tau sedikit tentang sedikit hal. Sedang orang lain ada yang tau banyak tentang sedikit hal, ada yang tahu sedikit tentang banyak hal. Bahkan ada yang tau banyak tentang banyak hal.
[4]
Ya Allah.
Tanami ladang anakku dengan keinsyafan Adam, ketahanan Nuh, kecerdasan Ibrahim, ketulusan Ismail, kebersahajaan Ayub, kesabaran Yunus, kelapangan Yusuf, kesungguhan Musa, kefasihan Harun, kebeningan Khidir, kesucian Isa, kematangan Muhammad.
Ya Allah , tanamilah ladang anakku, tanamilah ladang anak ku.
[5]
Wahai anakku janganlah engkau bicara ini-itu. Pelajari kitab Tauhid dan carilah guru Mursid[1], bahkan tujuh kitab dan tujuh guru. Buktikan apakah bacaan ini membawa dirimu kedalam kegelapan atau membimbingmu ke jalan yang terang menuju Tuhanmu.
[1] Guru Murshid ialah ulama yang mengajarkan ilmu tentang ke-Esaan Allah, diantaranya bercirikan memahami betul ilmu Tauhid, zuhud terhadap kehidupan dunia, ahli berbelas kasihan pada makluk Allah.
[6]
Apabila karena ilmu ketuhidtan mu, engkau dihina, dilempar batu, bahkan dianggap gila oleh kaum mu sendiri, maka jangan heran, cukuplah engkau berdoa bagi mereka "Allahumma Ihdi Qawmi fa innahum la ya'lamun [1]", artinya, “Wahai Tuhan, berilah petunjuk kepada mereka, karena mereka tidak tahu”.
[1] Doa Rasulullah ketika dilempari batu dan dicaci maki di kota Taif.
----------Selesai

cahaya diatas cahaya 14;-UNTUK TIAP UMAT DIBERIKAN JALAN YANG TERANG

[1]
"Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang[1]. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat,  tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombala berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya[2], lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu[3]-[4]”.

Dan sesungguhnya Allah mencintai agama yang lurus  dan toleran.
[1] Jalan yang terang maksudnya agama-agama yang dibawahkan oleh para Nabi dan Rasul.
[2] Pada akhirnya semua umat yang berbeda-beda agama akan dikembalikan semuanya kepada Allah tanpa membeda-bedakan satu umat dengan umat yang lain.
[3] Segala perselisihan diantara pemeluk agama adalah hal yang sudah menjadi ketetapan Allah dalam sejarah umat manusia.
[4] QS.Al Maa’idah: 48.

[2]
Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat ayat-ayat (Allah) bagi kaum yang memikirkan[1]”.

Allah menciptakan makluk dimuka bumi dengan beraneka ragam, masing-masing makluk diciptakan dengan berpasang-pasangan. Tidaklah ada kekuatan apapun yang bisa merubahnya.

Apabila Allah berkuasa menciptakan buah-buahan yang berpasang-pasangan, maka Allah jualah yang berkuasa menciptakan manusia itu mukmin atau manusia itu kafir, manusia itu baik atau manusia itu buruk. Dan Allah berkuasa atas perubahan yang ada di hati manusia untuk menjadikannya terang hatinya setelah gelap, dan menjadikannya gelap setelah terang hatinya. Tidak ada sedikitpun yang luput atas kehendak Nya.
[1] QS. Ar Ra’d: 3."Wafii al-ardhi qitha'un mutajaawiraatun wajannaatun min a'naabin wazar'un wanakhiilun shinwaanun waghayru shinwaanin yusqaa bimaa-in waahidin wanufadhdhilu ba'dhahaa 'alaa ba'dhin fii alukuli inna fii dzaalika laaayaatin liqawmin ya'qiluuna " .

[3] 
Allah memberikan kelebihan kepada manusia yang dikehendaki-Nya sehingga mereka mempunyai tingkat kelebihan yang berbeda disisi Allah. Kelebihan Allah yang diberikan kepada mereka yang dikehendaki diluar kebiasaan dan akal manusia lainnya.

Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya [1]”.

Para Rasul mendapat Risalah [2], yaitu kelebihan dengan jalan mendapat Wahyu dari Allah untuk bekal menyampaikan dan mengajak menyembah Allah dan memberantas kemusyrikan. Para Rasul mendapat mu'jizat, yaitu kemampuan luar biasa yang diberikan Allah sehingga mempunyai keunggulan dari rata-rata kaumnya [3].

Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata langsung dengan dia dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat [4]”.

Para Nabi mendapat Nubuwah [5], yaitu kelebihan dengan jalan mendapat Ilham dari Allah untuk bekal menyampaikan kebenaran.

Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian yang lain, dan Kami berikan Zabur kepada Daud[6].

Sedang para Wali Allah mendapat Karamah [7]  dengan jalan mujahadah dalam mengolah batin agar mencapai ma’rifat hingga mampu membuktikan  keagungan dan kebenaran Allah.

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa [8]”.

Sedang para Shalihin [9] (orang-orang yang salih), mereka mendapat Ma'unah [10] karena keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah, dan Allah meninggihkan beberapa derajat pengetahuanya.

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan [11]”.

Dan Allah juga memberikan Fadilah [12], Irhas [13] serta kelebihan-kelebihan lain kepada siapa saja yang Ia kehendaki.
[1] QS. Al Baqarah: 90.
[2] Risalah adalah mandat kerasulan.
[3] Mu’jizat para Rasul terbagi atas dua,yaitu Mu’jizat Kauniyah dan mu’jizat Aqliyah. Misalnya tongkat Nabi Musa yang dapat  menjelma menjadi seekor ular besar adalah salah Mu’jizat Kauniyah. Sedangkan sesuatu yang memerlukan akal yang cerdas untuk memahami ayat-ayat Allah (kitab-kitab suci) itu dinamakan Mu’jizat Aqliyah.
[4]  QS. Al Baqarah: 253.
[5] Nubuwah adalah mendat kenabian.
[6] QS. Al Al Israa': 55.
[7] Karamah adalah kejadian luar biasa yang di berikan Allah kepada hamba yang saleh dan biasanya terkait dengan dakwah
[8] QS. Yunus: 62-63.
[9] Shalihin adalah orang-orang yang salih.
[10] Ma'unah adalah perlindungan yang diberikan oleh Allah karena disitu ada hambanya yang sholeh dan dikasihi
[11] QS. Al Mujaadilah: 11.
[12] Fadilah adalah keutamaan.
[13] Irhas adalah kejadian istimewa pada diri seorang calon rasul. Misalnya ketika nabi Yusuf dibuang kesumur oleh saudara-saudara nya dengan harapan agar meninggal dan lenyap, malah oleh Allah diangkat derajatnya hingga menjadi penguasa negeri Mesir.

[4]
Apakah Pluralisme? Pluralisme adalah kehidupan bersama dalam kemajemukan dimana masing-masing menjalankan dan menghormati hak atas orang lain. Dan Pluralisme saat ini diartikan lebih sempit, yaitu kemajemukan dalam arti agama yang berbeda-beda. Bahkan lebih menyimpang lagi, bahwa pluralisme adalah persekutuan antar agama-agama.

Apakah engkau tidak bisa membedakan antara pluralisme dan singgularisme?

Al-Qur'an jelas mengatakan " Lakum diinukum waliya diini [1]", dalam bahasa yang sederhana yaitu kerbau tetap menguak, ayam tetap berkokok, sapi tetap melenguh, kambing tetap mengembik, anjing tetap menggonggong.

Bukanlah pluralisme tapi singgularisme apabila  kerbau, ayam, sapi, kambing semuah binatang yang lain bersuara sama.

Mentang-mentang kerbau kelompok binatang yang paling besar maka memaksa semua jenis binatang harus menguak, maka golongan kerbau tidak memahami bahwa " Laa ikraaha fii alddiini ", tidak ada paksaan dalam agama, "Qad tabayyana alrrusydu mina alghayyi [2], sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.

Demikianlah Allah menunjukkan ke-Esa-an-Nya dengan menciptakan segala sesuatu bentuk yang plural. Sesungguhnya demikian itu adalah tanda-tanda nyata bagi kaum yang berakal.
[1] QS. Al Kaafiruun: 6.
[2] QS. Al Baqarah: 256.

[5]
Allah menurunkan hujan dari langit lalu dihasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Demikian pula Allah menciptakan manusia di bumi dengan berbangsa-bangsa, bersuku-suku, berbagai macam budaya, dan juga dengan berbagai petunjuk. Maka manusia yang paling mulia diantara meraka adalah orang yang paling bertaqwa.

Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya [1]”.

Dan Allah berkata, “Yaa ayyuhaa alnnaasu innaa khalaqnaakum min dzakarin wauntsaa waja'alnaakum syu'uuban waqabaa-ila lita'aarafuu inna akramakum 'inda allaahi atqaakum inna allaaha 'aliimun khabiirun - Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu [2]".

Demikian pula dikatakan, “Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada pula yang hitam pekat [3]”.

Gunung-gunung yang dimaksud tidak lain adalah hati manusia yang beraneka macam keimanannya, bahkan ada pula yang hitam pekat, yaitu tidak beriman sama-sekali (kafir).
[1] [3] QS Faathir: 27.
[2] QS Al Hujuraat: 13.

[6]
Laysa albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi walaakinna albirra man aamana biallaahi waalyawmi al-aakhiri waalmalaa-ikati waalkitaabi waalnnabiyyiina waaataa almaala 'alaa hubbihi dzawii alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiina waibna alssabiili waalssaa-iliina wafii alrriqaabi wa-aqaama alshshalaata waaataa alzzakaata waalmuufuuna bi'ahdihim idzaa 'aahaduu waalshshaabiriina fii alba/saa-i waaldhdharraa-i wahiina alba/si ulaa-ika alladziina shadaquu waulaa-ika humu almuttaquuna "

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa[1]”.

Menghadapkan wajah ke arah timur dan barat  dapat diartikan megikuti ajaran atau jalan agama tertentu. Dan setiap jalan agama memiliki aturuan atau rambu-rambu yang berbeda[2].

Allah menyangkal bahwa untuk berbuat kabajikan bukanlah hanya terikat oleh satu arah (aturan) tertentu, yang dikatakan dalam bunyi ayat “Laysa albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi - Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan".

Tetapi sesungguhnya berbuat kebajikan itu oleh siapa saja tidak memandang kemana aturan yang dianut (arah menghadap), asalkan mereka beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Meraka semua yang berbeda beda arah menghadap (agama) apabila mengerjakan amal ibadah akan menerima pahala dari Allah, “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati[3]”.
[1] QS. Al Baqarah: 177.
[2] Setiap agama memiliki arah menghadap yang berbeda beda, misal Islam menghadap kiblat untuk sholat.
[3] QS. Al Baqarah: 62.

[7]
Sesungguhnya Allah telah mengutus rasul-rasul-Nya dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah diturunkan bersama rasul-rasul  yaitu Al Kitab (neraca) supaya masing-masing umat dapat melaksanakan keadilan.

" Laqad arsalnaa rusulanaa bialbayyinaati wa-anzalnaa ma'ahumu alkitaaba waalmiizaana liyaquuma alnnaasu bialqisthi - Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan[1]".

Ajaran dan tuntunan yang telah Muhammad dan Rasul-Rasul sampaikan itulah saksi dari umat mereka. Dan Al-Qur'an serta Al-Kitab dari para Rasul adalah neraca keadilannya.

" Wanaza'naa min kulli ummatin syahiidan faqulnaa haatuu burhaanakum fa'alimuu anna alhaqqa lillaahi wadhalla 'anhum maa kaanuu yaftaruuna  - Dan Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi[2], lalu Kami berkata "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu", maka tahulah mereka bahwasanya yang hak itu[3] kepunyaan Allah dan lenyaplah dari mereka apa yang dahulunya mereka ada-adakan[4]".
[1] QS. Al Hadiid: 25.
[2] Saksi di sini ialah rasul yang telah diutus kepada mereka waktu di dunia.
[3] Maksudnya: Di waktu itu yakinlah mereka, bahwa apa yang telah diterangkan Allah dengan perantaraan rasul-Nya itulah yang benar.
[4] QS. Al Qashash: 75.

[8]
Allah memberikan petunjuk melalui aturan agama dengan perumpamaan ayat-ayat yang menjelaskan kejadian yang ada di bumi, yaitu tumbuh beraneka jenis tanaman dan buah-buahan yang berasal dari air hujan yang telah diturunkan-Nya dari langit. Dan hal itu tidak dipahami kecuali oleh kaum yang mau memikirkan.

"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan[1] itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan[2]. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ayat-ayat Allah bagi kaum yang mikirkan[3]".

Kalau Tuhan menumbuhkan dari air hujan berjenis-jenis tanaman dan buah-buahan beraneka rasa di bumi, apalagi menciptakan manusia di bumi yang sama. Pastilah berlainan budaya, bahasa, warna kulit, agama dan keimanan.

Sesungguhnya Allah hendak menguji manusia terhadap pemberian-Nya, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali manusia semuanya, lalu diberitahukan Nya kepada manusia apa yang telah mereka perselisihkan[4].
[1] Air hujan dapat diartikan sebagai petunjuk dari langit.
[2] Buah-buahan adalah perumpamaan agama-agama yang berkembang di bumi.
[3] QS. An Nahl: 11.
[4] Diambil dari QS. Al Maa'idah: 48.

[9]
Gaya bahasa al-Qur'an yang istimewa membuat setiap kata ayat yang digunakan memiliki kemungkinan makna yang beragam dan memberikan penafsiran yang tidak tunggal (multi tafsir). Dan itu menjadi mungkin karena al-Qur'an diturunkan tidak hanya untuk umat Islam saja, akan tetapi untuk semua umat manusia. Maka demikian juga tentang kemajemukan jalan agama menuju Tuhan, mereka berselisih pendapat; ada yang menolak bahwa Islam adalah agama yang mengakui pluralisme dan ada yang menerima bahwa Islam adalah agama yang mengakui pluralisme.

Hal itu terjadi karena memang Allah menghendaki untuk menciptakan manusia menjadi umat yang bermacam-macam atributnya[1], sehingga mereka saling berbantah-bantahan dan senantiasa berselisih pendapat tentang pendapat masing-masing, kecuali mereka yang diberi rahmat oleh Allah sehingga mengetahui bahwa apapun perbedaan adalah sunahtullah.

Walaw syaa-a rabbuka laja'ala alnnaasa ummatan waahidatan walaa yazaaluuna mukhtalifiina, illaa man rahima rabbuka walidzaalika khalaqahum watammat - Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu[2]”.

Bahkan Allah-lah yang menghendaki mereka sampai berbunuh-bunuhan satu-sama lain sesudah datangnya Rasul-Rasul yang telah diutus-Nya.

" Walaw syaa-a allaahu maa iqtatala alladziina min ba'dihim min ba'di maa jaa-at-humu albayyinaatu walaakini ikhtalafuu faminhum man aamana waminhum man kafara walaw syaa-a allaahu maa iqtataluu walaakinna allaaha yaf'alu maa yuriidu - Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada pula di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya[3]".
[1] Ciri-ciri yang membedakan; perbedaan bangsa, perbedaan suku, perbedaan sosial budaya, perbedaan wilayah, perbedaan kecerdasan, perbedaan bahasa, terutama perbedaan agama dan  kepercayaan terhadap Tuhan mereka.
[2] QS. Hud: 118-119.
[3] QS. Al Baqarah: 253.

[10]
Al –Qur’an banyak menceritakan kisah  Nabi-Nabi dan umatnya, dan tidak diceritakan kisah tersebut kecuali sebagai petunjuk bagi kaum yang mau berpikir.

Dan ingatlah ketika Nabi Musa memohon untuk kaum Bani Israil yang terbagi menjadi dua belas suku. Allah memberi wahyu kepada Nabi Musa untuk masing-masing suku agar diberi petunjuk[1].

Allah menyuruh Musa “Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sehingga tiap-tiap suku telah memiliki pentunjuk masing-masing.  Dan Allah memberikan naungan[2] petunjuk diatas mereka serta manna dan salwa[3], sehingga Allah melarang agar mereka berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. Sehingga apabila mereka berbuat aniaya di muka bumi, maka sesungguhnya mereka itu berbuat aniaya kecuali terhadap diri mereka sendiri.

Waqaththha'naahumu itsnatay 'asyrata asbaathan umaman wa-awhaynaa ilaa muusaa idzi istasqaahu qawmuhu ani idhrib bi'ashaaka alhajara fainbajasat minhu itsnataa 'asyrata 'aynan qad 'alima kullu unaasin masyrabahum wazhallalnaa 'alayhimu alghamaama wa-anzalnaa 'alayhimu almanna waalssalwaa kuluu min thayyibaati maa razaqnaakum wamaa zhalamuunaa walaakin kaanuu anfusahum yazhlimuuna - Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!". Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezkikan kepadamu". Mereka tidak menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri[4]”.
[1] Petunjuk tersebut diumpamakan sebagai mata air.
[2] Naungan tersebut diumpamakan awan yang ada diatas kaum Bani Israil.
[3] Manna dan salwa tersebut adalah perumpamaan aturan-aturan (hukum) yang baik.
[4] QS. Al A’raaf: 160, demikian juga terdapat pada QS. Al-Baqarah: 60.

[11]
Janganlah sekali-kali kebencian terhadap sesuatu kaum, mendorong untuk berlaku tidak adil. Karena adil itu lebih dekat kepada takwa[1].

Dan berperanglah di jalan Allah terhadap orang-orang yang memerangi orang-orang mukmin, tetapi jangan melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[2].

Disebabkan rahmat dari Allah, maka tetap berlakulah lemah lembut terhadap orang-orang kafir. Sekiranya bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari orang-orang mukmin. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan-urusan itu[3].
[1] Diambil dari QS. Al Maa'idah: 8, "Walaa yajrimannakum syanaaanu qawmin 'alaa allaa ta'diluu i'diluu huwa aqrabu lilttaqwaa". 
[2] Diambil dari QS. Al Baqarah: 190, "Waqaatiluu fii sabiili allaahi alladziina yuqaatiluunakum walaa ta'taduu inna allaaha laa yuhibbu almu'tadiina".
[3] Diambil dari QS. Ali 'Imran: 159, "Fabimaa rahmatin mina allaahi linta lahum walaw kunta fazhzhan ghaliizha alqalbi lainfadhdhuu min hawlika fau'fu 'anhum waistaghfir lahum wasyaawirhum fii al-amri ".
Allah mencintai agama yang lurus dan toleran

cahaya diatas cahaya 13;- MENDUSTAKAN AGAMA

[1]
Betapa banyak umat Islam disibukkan dengan urusan ibadah ‘mahdhah’ (ritual), tetapi mengabaikan kemiskinan, kebodohan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan, dan kesulitan hidup yang diderita saudara-saudara mereka. Mereka itu tak lain adalah para pendusta agama.

Ara-ayta alladzii yukadzdzibu bialddiini - Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?”

Fadzaalika alladzii yadu''u alyatiima - Itulah orang yang menghardik anak yatim”

Walaa yahudhdhu 'alaa tha'aami almiskiini - dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin

Fawaylun lilmushalliina -  Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat”

Alladziina hum 'an shalaatihim saahuuna - Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya[1]”

Alladziina hum yuraauuna - Orang-orang yang berbuat riya”

Ayamna'uuna almaa'uuna - Dan enggan menolong dengan harta yang berguna[2]”.
 [1] Lalai dari sholat maksudnya melakukan sholat tapi tidak tau apabila orang lain membutuhkan pertolongan.
[2] QS. Al Maa'uun: 1-7.

[2]
Ketahuilah milyaran uang dihamburkan untuk membangun masjid tempat peribadatan yang megah, disaat ribuan orang masih harus menanggung beban berat untuk mencari sesuap nasi. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali apabila hati mereka itu telah hancur.

Sesungguhnya mereka itu mendirikan masjid bukan atas dasat taqwa, melainkan seperti mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
 Ratusan Juta uang dipakai untuk naik haji berulang kali, disaat ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tidak mampu berobat. Secara ekstrinsik demikian itu sikap beragama, tetapi secara intrinsik tidak beragama.

[3]
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa[1].

Maka janganlah engkau berbantah-bantahan  tentang kemana arah kamu menghadap untuk menyembah Allah, dan janganlah berbantah- bantahan tentang jalan mana yang kamu pilih. Bukan yang demikian dikatakan orang yang benar-benar bertakwa. Tapi orang yang bertakwa adalah mereka yang beriman dan berbuat baik kepada sesama mereka.
[1] QS. Al Baqarah: 177.

[4]
Seumpama engkau menemukan lubuk makna sangat mendalam dari kedekatanmu kepada Allah, yaitu kema'rifatanmu terhadap Allah, maka rahasiakanlah!

Masih banyak fakir-miskin dan orang-orang yang membutuhkan pertolongan disekitarmu,  maka tafsirkan saja secara sosial  ke-ma'rifatan-mu, yaitu menyatunya Allah dengan orang-orang lemah didalam qalbu dan akal sehat pikiranmu.

[5]
Innamaa tunshoruuna wa turhamuuna wa turzaquuna bi du’afaaikum [1]". Sesungguhnya kalian semua diselamatkan oleh Allah, ditolong oleh Allah, dan diberi rizki terus-menerus oleh Allah karena ada orang yang lemah diantara kalian.

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan.

"Wa'ibaadu alrrahmaani alladziina yamsyuuna 'alaa al-ardhi hawnan wa-idzaa khaathabahumu aljaahiluuna qaaluu salaamaan [2]"
--------
[1] Al Hadist.
[2] Al Furqaan: 63.

cahaya diatas cahaya 12;-KIAMAT DEKAT DAN AKHIRAT TIDAK KEKAL

[1]
Diciptakan oleh Nya kehidupan dunia dan akhirat kepada manusia tak lain untuk menerangkan kehidupan alam lahiriyah dan alam batiniyah.

[2]
Dengan benar-benar memahami perbedaan sifat Tuhan dan makluk (ciptaan) serta keihsanan yang nyata, ada tiga pendapat tentang akhirat; Akhirat jauh dan kekal, akhirat jauh tapi tidak kekal, dan akhirat dekat dan tidak kekal. Orang yang bertauhid pasti meyakini bahwa akhirat dekat dan tidak kekal[1].
[1] Orang-orang bertauhid adalah Arifin Billah, mereka sudah merasakan bahwa kehidupan akhirat (surga dan neraka) adalah bersamaan dengan kehidupan dunia sekarang ini. Kedua kehidupan ini kekal sampai mereka mati. Yaitu sampai lenyapnya bumi dan langit yang ada didalam diri mereka, seperti yang disebutkan pada QS. Huud: 107-108.

[3]
Sesungguhnya manusia itu hanya mengetahui sisi lahiriyah kehidupan saja, yaitu dunia. Sedang mereka lalai tentang kehidupan akhirat (yang berada di batiniahnya).

"Ya'lamuuna zhaahiran mina alhayaati alddunyaa [1] wahum 'ani al-aakhirati hum ghaafiluuna [2]".
[1] Kalau dikatakan bahwa "Zhaahiran mina alhayaati alddunyaa”, artinya “Sisi lahir dari kehidupan dunia" maka sejatinya sisi batin adalah kehidupan akhirat".
[2] QS. Ar Ruum: 7.

[4]
Kalau dicermati, Al-Qur’an menerangkan kebangkitan dari kubur ada dua macam. Pertama kepada orang kafir, Allah membantah ketidakpercayaan mereka dengan hari kebangkitan dengan kalimat bahwa Dia yang menciptakan manusia dari tanah apakah Ia tidak mampu membangkitkan kembali setelah mereka menjadi tulang belulang[1].

Kalau kepada orang mukmin kalimatnya berbeda. Kepada orang mukmin Allah memberi isyarat kebangkitan dari kubur dengan menerangkan bahwa Dia meniupkan angin untuk menggerakkan awan, dan awan menjadi hujan menimpa bumi, sehingga dari bumi yang tadinya tandus kemudian tumbuh berbagai tanaman. Demikianlah sebagai keterangan bagi orang yang berpengetahuan.

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya, hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran[2]”.

Utusan Allah yang diberi wahyu, yaitu para Nabi dan Rasul yang dikirim pada suatu umat yang belum beriman kepada Allah, laksana Allah meniupkan angin sehingga menggerakkan awan pada daerah yang tandus.

Lalu utusan tersebut diberi perintah untuk mengajarkan agar umat tersebut beriman kepada Allah, laksana Allah menurunkan hujan dari awan pada daerah yang tandus.

Sehingga hati mereka bangkit menjadi beriman, yaitu laksana keluarnya buah-buahan dari tanah yang telah disirami hujan.

Seperti itulah yang dimaksud Allah membangkitkan orang-orang yang telah mati (dalam kubur), mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.

Dan bagi mereka yang tetap tidak berima kepada Allah, sesungguhya mereka ibarat tanah yang tidak menumbuhkan buah-buahan walaupun telah disirami hujan. Mereka bangkit dari kematian dalam keadaan kafir.

Sengaja Allah membuat perumpamaan hari kebangkitan, sehingga dari perumpamaan itu banyak yang disesatkan, dan dari perumpamaan itupulah manusia yang berpikir dapat mengambil petunjuk.
[1] Diceritakan di beberapa ayat; (1) QS. Al Israa’: 49, QS. Al Israa’: 98, QS. Al Mu'minuun: 35,  QS. Al Mu'minuun:  82, QS. Yaasiin: 78, QS. QS. Ash Shaaffaat: 16,  QS. Ash Shaaffaat: 53, QS. Al Waaqi'ah: 47, QS. QS. An Naazi´aat: 11.
[2] QS. Al A’raaf: 57.

[5] Karamah tertinggi yang diberikan Tuhan pada manusia di dunia adalah terlihat jarak yang jauh terhadap dunia itu sendiri, sehingga manusia melihat akhirat itu dekat, lebih dekat dari pada kulit arinya sendiri.

“Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi[1]”.
[1] QS. An Nahl: 77.

[6]
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu[1], antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing[2]”.

“Maka nikmat Tuhan engkau yang manakah yang engkau dustakan[3]?”

“Dari keduanya keluar mutiara dan marjan[4].”

“Maka nikmat Tuhan engkau yang manakah yang engkau dustakan[5]?”

Dua laut. Apakah dua laut itu? Tahukah engkau dua dua laut itu?

Itulah dua alam, jasmani (lahiriyah) dan alam rohani (batiniah), alam dunia dan alam akhirat. Kedua laut, atau kedua alam tersebut sama-sama mengalir dan bertemu, walaupun tidak bisa bercampur karena ada pembatas (atau barzah).

Manusia adalah makluk jasmani dan sekaligus makluk rohani, pada diri manusia ada unsur lahiriyah dan unsur batiniyah. Dan semenjak manusia lahir kedua unsur tersebut sudah muncul, manusia sudah hidup di kedua unsur tersebut.

Unsur lahiriyah lahir ke alam dunia, unsur bathiniyah di alam akhirat. Dengan dikatakan oleh Al-Qur’an; "Dari keduanya keluar mutiara dan marjan[6]".
[1] QS.Ar Rahman: 19.
[2] QS.Ar Rahman: 20.
[3] QS.Ar Rahman: 21.
[4] QS.Ar Rahman: 22.
[5] QS.Ar Rahman: 23.
[6] Lukluk adalah kehidupan yang muncul di alam dunia, sedangkan Marjan adalah kehidupan yang muncul di alam batiniah.

[7]
Salah satu isyarat Rasulullah terkait datangnya hari kiamat berbunyi; “Salah satu tanda akhir jaman (kiamat), apabila sampai masanya matahari terbit disebelah barat. Pada masa itu, taubat sudah tiada”.

Matahari terbit dari barat sebenarnya isarat Rasulullah menyuruh untuk membalik pola pikir selama ini, sehingga bangkit kesadaran bahwa seluruh alam semesta ini pada dasarnya tidak mempunyai daya kekuatan apapun, pada saat kesadaran itu tercapai maka saatnyalah “Yaum al Qiyamah” atau hari kebangkitan itu terjadi.

Yang tadinya manusia merasa dirinya hidup, maka sebenarnya manusia itu mati-tidak mempunyai kekuatan apapun seperti anai-anai yang bertebaran. Awalnya akal memberikan argument secara logika bahwa bumi dan langit itu tegak, ternyata tidak mempunyai daya apapun seolah bulu yang dihambur-hamburkan.

Apabila sudah berhasil membalikan pola pikir, maka terbitlah mata hari dari barat. Dan karena itulah sesungguhnya kiamat itu dekat seperti yang isyaratkan dalam Al-Qur’an; “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan  neraca keadilan. Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat?[1]”.

Maka pada hari ini bumi diganti dengan bumi yang lain dan demikian pula langit diganti dengan langit yang lain, dan kita semuanya di padang Mahsyar berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa[2].
Dan engkau melihat orang-orang yang berdosa pada hari ini diikat bersama-sama dengan belenggu. Pakaian mereka adalah dari pelangkin  dan muka mereka ditutup oleh api neraka, agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Maha cepat hisab-Nya[3].
[1] QS. Asy Syuura: 17.
[2] Seperti yang diceritakan pada QS. Ibrahim: 48.
[3] Seperti yang diceritakan pada QS. Ibrahim: 49 s/d 51.

[8]
Bagaimana mana bisa merasakan kiamat kalau tidak tahu ilmunya kiamat. Bagaimana bisa merasakan hidup negeri akhirat kalau tidak tahu ilmunya akhirat.  Padahal tidak terjadi keduanya kecuali belangsung dekat-sekedipan mata, bahkan lebih dekat lagi.

Pelajarilah kedua ilmu tersebut sehingga rahasia kedekatannya engkau ketahui, dan betul-betul engkau berkeyakinan bahwa kehidupan dunia dan akhirat itu tidak terpisah, tetapi berjalan bersamaan (concurrent).

Kehidupan dunia dan akhirat seperti dua laut yang mengalir berdampingan; yang tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, dan Allah jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi[1].
Saat ini dimensi lahiriyah manusia hidup di dunia tapi dimensi batiniyah manusia sudah hidup di akhirat.
[1] Seperti yang digambarkan dalam QS. Al Furqaan: 53.

[9]
Sesungguhnya Allah menciptakan surga seluas langit dan bumi[1], demikian juga neraka. Keduanya bergantian tiap diri manusia laksana pergantian antara  malam dan siang[2].

Ketentuan Allah melalui amalan tiap orang lah yang mencerminkan komposisi waktu antara keduanya berbeda, ada yang malam lebih panjang dari siang, ada yang siang lebih pajang dari malam.

Hati manusia dijadikan kafir dan mukmin seperti pergantian antara malam dan siang.
[1] QS. Ali Imraan: 133, Al Hadiid: 21.
[2] QS. Al Jaatsiyah: 5.

[10]    
Tidak semua orang tergolong penduduk surga atau neraka, ada orang Al-A'raaf yang berada ditempat tertinggi antara Surga dan Neraka. Ia berkata kepada penduduk surga "Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kamu" dan kepada penduduk Neraka ia berkata, "Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu”[1]. Siapakah orang diatas Al A'Raaf itu?

Yaitu  mereka yang tidak menginginkan surga dan tidak tersentuh neraka, orang-orang yang hatinya telah ridho dan diridhoi oleh Allah. Merekalah berada ditempat tertinggi karena menyatu dengan Tuhannya[2].
[1] Diambil dari QS. Al-A’raaf: 46 s/d 48.
[2]  Mencapai tingkatan nafsu Kamalia.

[11]
Surga jangan diartikan secara kuantitatif, cobalah diartikan secara kualitatif, yaitu ketenangan jiwa, kemanfaatan diri bagi manusia lain, bertambah luasnya cakrawala ilmu, semakin terangnya cahaya kema’rifatan. Demikian juga sebaliknya neraka.

[12]
Sengaja Allah memetaforakan surga, sehingga sedikit orang yang mengetahui maksud sebenarnya.

Didalam surga itu ada sungai-sungai mengalir[1] yaitu ilmu dan petunjuk, didalam surga ada bidadari yang cantik jelita-yang tidak pernah disentuh manusia dan jin[2] yaitu Al-Qur'an, didalam surga ada buah yang dapat dipetik dari dekat[3] yaitu ampunan, didalam surga itu ada pohon bidara yang tidak berduri[4] yaitu perlindungan Allah. Mereka penghuni surga dikelilingi anak-anak muda yang tetap muda yaitu kedekatan hati dengan anak yatim piatu, penghuni surga diberi gelas yang indah[5], yaitu hati mereka yang terjaga sehingga mulutnya terhindar dari kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula berbuat dosa. Didalam surga disediakan permadani yang indah yaitu hati meraka yang pemurah sehingga suka menolong sesamanya. Sudahkah engkau merasakannya?
[1] Banyak ayat yang menjelaskan bahwa di bawah (didalam) surga ada sungai-sungai yang mengalir, diantaranya; QS. Al Fath: 17, QS. Al Mujaadilah: 22.
[2] Dalam QS. Ar Rahman: 56 disebutkan bahwa bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka, dan tidak pula oleh jin.
[3] QS. Ar Rahmaan: 54.
[4] QS. Al Waaqi'ah: 28.
[5] QS. Ath Thuur: 23.

[13]
Tiga puluh satu kali Allah bertanya “Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban?” pada setiap kali menjelaskan apa saja yang telah Ia berikan dan dirasakan oleh manusia,  termasuk didalamnya dua surga yang masing-masing terdapat dua sumber mata air yang memancar.

Apakah kenikmatan dua surga yang dimaksud? Apakah dua sumber mata air yang memancar? Sehingga Tuhan bertanya “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” setalah Ia berikan dan dirasaka oleh manusia.

Dua surga itu adalah surga yang bisa dirasakan secara dhohir dan surga yang bisa dirasakan secara batin oleh manusia saat ini. Sedang keduanya terdapat dua sumber mata air, yaitu tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.

Puncak dari segala puncak tertinggi kenikmatan surga adalah mendekat sedekat mungkin sehingga tidak ada jarak, alias manunggal dengan Allah-baik dhohir maupun batin.

[14]
Jangan dikira mudah melepaskan dirimu dari pemberhalaan surga kecuali orang-orang yang beramal sholeh dengan tidak berharap pahala apapun dari Tuhannya karena ia utusan-utusan Allah dalam menyampaikan kasih sayang kepada semua makluk ciptaan Nya.

[15]
“Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya, kejadian itu merendahkan satu golongan dan meninggikan golongan yang lain, apabila bumi digoncangkan sedasyat-dasyatnya, gunung-gunung dihancurkan seluluh-luluhnya, maka jadilah manusia debu yang berterbangan, dan kamu terbagi menjadi tiga golongan[1]”.

Pertama, “Ashabul Yamin” yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. Kedua, “Ashabus Sima”, yaitu  golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan golongan “Sabikun”, yaitu golongan yang beriman paling dahulu[2].
Golongan Kanan (Aashabul Maimanah) adalah golongan orang yang rajin beribadah, menjalankan seluruh perintah dan menjahui seluruh larangan sesuai yang telah disyariatkan. Walau mereka penghuni surga, tapi surganya kelas rendah.
Apabila ingin derajat surga yang tertinggi, hal itu tidak bisa tercapai kecuali harus mendekat diri dan manunggal didalam Dzat Allah, sehingga mencapai golongan “Mukorabun”. Mereka ialah golongan orang terdahulu (paling depan) ketauhidkan kepada Allah.

Puncak dari segala puncak tertinggi kenikmatan surga adalah mendekat sedekat mungkin sehingga tidak ada jarak, alias manunggal dengan Allah.
[1] QS. Waqi’ah: 1-7
[2] Golongan orang-orang yang beriman paling dahulu adalah orang-orang yang paling dekat hubungannya dengan Allah, yaitu Ahli-Ahli Tauhid.

[16]
Sesungguhnya jasmani manusia adalah bagian yang sangat kecil dari alam semesta, tetapi ketahuilah sebenarnya rohani manusia itu lebih luas dari seluruh alam semesta[1].
[1] Rohani manusia sebagai dimensi yang tak terbatas, menampung seluruh langit shaf tujuh.

[17]
Tidak dibangkitkan manusia dari alam kubur, kecuali hati mereka yang tadinya mati kemudian menjadi hidup. Dan Al-Qur’an adalah penuntun hati manusia agar bangkit dalam kondisi beriman kepada Tuhan nya.

“Manusia bertanya kepadamu tentang hari kimat. Katakanlah; Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu hanya di sisi Allah. Dan tahukah engkau , boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya[1].

Ghaibkanlah pandanganmu terhadap segala sesuatu, sehingga segala sesuatu seolah menjadi bulu yang berhambur-hamburan dikarenakan pentakziman dan keagagungan Tuhan atas mereka. Serta jadikan pula dirimu ghaib seolah dirimu anai-anai yang berterbangan dikarenakan kedekatan-Nya atas mu. Sesunguhnya hanya dengan itulah engkau memahami ilmu kiamat.

Barang siapa yang telah mengenal Yang Maha Besar, maka ia meyaksikan-Nya pada setiap sesuatu. Dan barang siapa yang telah fana dengan-Nya, maka akan ghaiblah ia dari pada setiap sesuatu. Dengan itulah engkau dekati kiamat.

Sesungguhnya yang menyulitkan pengetahuanmu terhadap Yang Maha Besar dari pada mu dan dari pada segala sesuatu hingga terjadi kiamat, justru ketersangatan dekatnya Ia dengan mu, dan ketersangatan dekatnya Ia dengan dengan segala sesuatu.
[1] QS. Al Ahzab: 63.

[18]
Tidaklah dilakukan pembalasan pada hari kiamat kecuali mereka golongan jin dan manusia melakukan penghisabpan dan saksi atas segala amal perbuatan mereka sendiri [1]berdasarkan neraca  yang telah ditetapkan Allah melalui utusan-utusannya.

Sesungguhnya Al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya adalah neraca [2]untuk menimbang amal perbuatan manusia, apakah mereka itu golongan yang beruntung atau merugi dihari pembalasan.  Serta Allah mendatangkan Muhammad dan Rasul-Rasul sebelumnya sebagi saksi kepada umatnya masing-masing[3].

Tidaklah Muhammad dan Rasul-Rasul sebelumnya sebagai saksi kecuali ajaran dan tuntunan yang telah mereka sampaikan[4]. Sehingga manusia mendapatkan kejelasan baik dan buruk atas segala perbuatannya.

Sehingga Allah Menyeru "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu[5]".

Apabila engkau masih ragu-ragu tentang saatnya hari pembalasan, maka bacalah QS. Asy Syuura: 17, “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan neraca keadilan. Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu dekat?”
[1] QS. Al Qiyaamah: 14, “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri”. QS. Al An'aam: 130, “Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata; Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri, kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. Bahkan di QS. An Nuur 24 menjelaskan; “Pada hari ketika, lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”.
[2] QS. Asy Syuura: 17.
[3] QS. 16. An Nahl: 84, “Dan ingatlah akan hari ketika Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul). QS. Al Ahzab: 45, “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan”. QS. Al Qashash: 75. “Dan Kami datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi”.
[4] Ajaran dan tuntunan yang telah Rasul-Rasul sampaikan adalah saksi dari umat mereka, bukan Rasul sendiri secara langsung.
[5] QS. Al Israa: 14.

[19]
Sesungguhnya diciptakan kehidupan, kematian, ahirat, surga, neraka bukan sequential (berurutan) tapi concurrent   (bersamaan).

Barang siapa yang telah mengenal dirinya, dan ia tahu bahwa tidak ada kekuatan dan kehidupan dalam dirinya, karena yang hidup adalah Allah. Maka sudah matilah ia.

Barang siapa yang telah mengenal Allahnya, dan ia menyaksikan-Nya pada setiap sesuatu. Kiamat Kubralah ia.

Barang siapa yang telah fana dengan Allahnya, dan ia ghaib dari pada setiap sesuatu. Kimat sugrahlah ia.

Yang demikian itu disebabkan hatinya telah beriman dan yakin bahwa ia sudah bertemu dengan Tuhannya. Kecuali hatinya orang yang membatu, mereka merasa hidup dan tidak menjumpai kiamat kecuali kelak dikemudian hari. Tidak pula dibangkitkan ia kecuali dalam keadaan tuli, bisu dan buta[1].
[1] Sesungguhnya yang tuli, bisu dan buta adalah hatinya, karena keras seperti batu sehingga mereka tidak tahu bahwa mereka sudah dibangkitkan.

[20]
“Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu[1]. Maka sesungguhnya kebangkitan itu hanya dengan satu teriakan saja, maka tiba-tiba mereka meIihatnya[2]. Dan terang benderanglah bumi dengan cahaya  Tuhannya, dan diberikanlah buku perhitungan perbuatan masing-masing dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan[3]”.

Apabila hatimu adalah buta maka kebangkitanmu adalah kebangkitan buta, dan apabila hatimu tuli maka kebangkitanmu adalah kebangkitan tuli. Tetapi apabila hatimu terang maka kebangkitanmu adalah kebangkitan terang menuju Allah.

Dan karena kebutaan dan ketulian hatimulah maka dirimu tidak tahu bahwa hari ini sesungguhnya kamu telah dibangkitan. Kata Allah, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai[4]”.

“Telah dekat datangnya kiamat itu dan telah terbelah bulan[5]”.

Matikanlah dirimu sebelum engkau dimatikan. “Mutuu qobla anta mutu[6]”, sehingga nyatalah akhiratmu.
[1] QS. Faathir: 9.
[2] QS. Ash Shaaffaat: 19.
[3] QS. Az Zumar: 69.
[4] QS. Ar Ruum: 7.
[5] QS. Al Qamar:1.
[6] Al-Hadist

[21]
Sunggulah jauh perbedaan orang awam dengan Al Arif. Orang awam berpengertian 'innalillahi wainna lillahi rajiun' adalah nanti setelah meninggal, sedangkan Al Arif masih hidup sudah “innalillahi wainna lillahi rajiun”, sudah kembali.

[22]
Orang yang mati, jasadnya kembali ke tanah, segala sifat jiwa (baik buruk) lenyap, ruh kembali ke asal[1]. Dunia dan akhiratnya ditutup.

Seorang manusia awalnya tidak ada kembali ke tidak ada pula.
[1] Semua ruh kembali ke Allah, baik didunia dalam kekafiran atau ketaatan.

[23]
Wahai anaku, ketahuilah bahwa surga itu bukanlah puncak pencapaian bagi orang yang bertakwa, derajat manusia itu lebih tinggi dari surga, manusia itu ‘fi ahsani taqwim’, sebaik-baik ciptaan. Masterpeace ciptaan  Allah itu adalah manusia. Jadi tidak layak manusia mengejar-ngejar sesuatu yang tidak lebih tingi dari dia. Puncak pencapaian tujuan manusia adalah ‘Ilaihi rojiun’, kembali kepadaNya.

Memang didalam surga terdapat taman yang indah, sungai-sungai mengalir, buah yang diambil dari dekat, bidadari cantik, Al-Qur’an banyak menyebutkan itu. Semua itu tak ubahnya perumpamaan prilaku diri bagi orang yang bertakwa, bukan tujuan bagi orang yang bertakwa.

Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan oleh Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi Nya petunjuk.

[24]
Seluruh Nabi dan Rasul mengatakan bahwa kiamat itu dekat. Nabi Adam mangatakan kiamat itu dekat, Nabi Ibrahim mengatakan kiamat itu dekat, Nabi Muhammad mengatakan kiamat itu dekat. Hanya Dajal yang mengatakan dan mengajak manusia untuk mempercayai bahwa kiamat itu jauh.

Siapa Dajal? Dajal sebuah mitos antagonis, ia ahli agama tetapi bermata satu.

Kenapa Dajal bermata satu? Bermata satu hanya kias, diartikan sebagai seorang ahli agama yang hanya berpegang pada Al-Qur’an, tanpa memahami hikmah, yaitu hakikat dari Al-Qur’an. Dan dalam mitos, Dajal berperang dan dikalahkan oleh nabi Isa yang turun kebumi.

Kenapa Nabi Isa diturunkan ke bumi untuk berperang melawan Dajal? Isa adalah Nabi dan Rasul yang hanya berpegang satu mata yang lain-selain mata yang dimiliki Dajal. Isa adalah Rasul yang sangat dibekali oleh hikmah. Mata Isa hanya melihat ilmu secara hikmah (hakikat).

Risalah yang diberikan nabi Isa kepada manusia ketika turun ke bumi yaitu agar menolak  Dajal serta mengajak kembali ke ajaran Nabi dan Rasul terdahulu, yaitu meyakini bahwa kiamat itu dekat.

Isa selalu mengatakan ‘Wahai umatku. Kembalilah pada kerajaan Tuhan, karena kiamat sudah dekat!’

Setelah berperang  maka berakhir dengan Isa menang mengalahkan Dajal.

Perang Dajal dan Isa sebenarnya terjadi pada diri tiap manusia.
Dajal sudah menyelinap didada mu,  segeralah turunkan Isa ke bumi (didalam dirimu sendiri). Segeralah mengetahui hikmah dan hakikat yang dibawahnya.

Menangkan Isa mu melawan Dajal, sehingga engkau yakin bahwa kiamat adalah dekat.

[25]
Rasulullah pun mengatakan “Aku pernah melihat surga, lalu aku melihat bahwa kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Aku pun pernah melihat neraka, lalu aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita”.

Bagaimana bisa menganggap bahwa surga dan neraka itu belum berpenghuni, bahkan belum disediakan?

[26]
Tiap-tiap manusia itu telah ditetapkan amal perbuatannya sebagaimana tetapnya kalung pada leher mereka. Dan dikeluarkan bagi manusia pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka[1]. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu[2]”.
Di dalam batin manusia tidak hanya terdapat ketetapan amal perbuatannya (lahul mahfud) dan catatan amal perbuatannya, tetapi terdapat juga malaikat, neraca (mizan), surga, neraka, dan semua makluk. Sehingga cukuplah mereka sendiri melakukan perhitungan atas segala amal perbuatan mereka sendiri.
[1] QS. Al Israa’: 13.
[2] QS. Al Israa’: 14.

[27]
Katakanlah bahwa; Akhirat dekat dan tidak kekal. Karena Allah telah menyediakan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, dan menyuruh kepada orang-orang bertaqwa agar bersegerah menuju ampunan dan masuk di dalam surga-Nya. Hal itu dinyatakan dengan; “Wasaari'uu ilaa maghfiratin min rabbikum wajannatin 'ardhuhaa alssamaawaatu waal-ardhu u'iddat lilmuttaqiina - Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa[1]”.

Allah juga telah menyediakan neraka untuk orang kafir, dan menyuruh untuk memelihara dari siksa neraka-Nya. Hal itu dinyatakan dengan; “Waittaquu alnnaara allatii u'iddat lilkaafiriina -  Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir[2]”.

Keduanya jelas dikatakan bahwa neraka dan surga  itu " U'iddat", telah disediakan.

Surga dan neraka kekalannya terbatas, karena segala sesuatu akan hancur (binasa) kecuali hanya wujud Allah yang kekal abadi. Allah mengatakan; “Kullu syain halikun illa wajhahu - Segala sesuatu binasa kecuali wujud Allah yang abadi[3]”

Kekekalan surga dan neraka hanya sebatas selama ada langit dan bumi; “Khaalidiina fiiha maadaamatis samaawaati wal ardh - Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi [4]”.

[1] QS. Al ‘Imraan: 133.
[2] QS. Al ‘Imraan: 131.
[3] QS. al-Qashash: 88.
[4] QS. Huud: 107.
[5] Langit dan bumi dapat diartikan manusia itu sendiri, langit itu jiwanya (rokhaninya) dan bumi itu raganya.


[28]
Tidak hanya dunia yang mengalami kiamat. Surga dan Neraka yang dikatan kekal juga mengalami kiamat[1]. Karena sesungguhnya surga dan neraka kekal selama ada langit dan bumi. 

Langit dan bumi yang dimaksud adalah jiwa (rokhani) dan badan (jasmani) manusia. Karena badan adalah tanah seperti bumi, dan jiwa adalah ruang tak terhingga luasnya seperti langit.

Dan ketahuilah bahwa seorang yang telah kembali kepada Allah, yaitu ruh lepas dari badan maka lenyaplah bumi dan langitnya, lenyaplah surga dan nerakanya. “Inalillahi Wainalillahi Rojiun”.
[1] QS. Huud: 107 dan 108.

[29]
Apabila engkau paham rahasia bahwa kiamat itu dekat, maka engkau akan mendengar sangkakala telah ditiup sehingga matilah semua apa yang ada dilangit dan bumi, tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara kamu pada hari ini, dan tidak ada pula kamu saling bertanya. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba kamu berdiri menunggu putusannya masing-masing[1].
[1] Jarak tiupan pertama dan kedua itu dekat, mengambarkan betapa singkatnya proses kiamat hingga manusia berpindah dari dunia menuju akhirat yang jarak keduanya dekat. Hal itu juga dijelaskan pada QS. An Nahl: 77; Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.
[2] Bumi telah diganti dengan bumi yang lain, demikian juga langit telah diganti dengan langit yang lain maksudnya bumi dan langit mengalami kehancuran total yaitu tidak ada eksistensi pada diri bumi dan langit kecuali eksistensi Allah. Dikatakan dalam QS. Az Zumar: 67; Bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya, yang artinya bumi dan langit tidak mempunyai kekuatan sama-sekali.

[30]
Apabila engkau paham rahasia bahwa kiamat itu dekat, maka engkau akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, karena engkau diberikan kitabmu dari depan, atau engkau akan berteriak: "Celakalah aku",  karena engkau diberikan kitabmu dari belakang[1].
[1] Pemberian kitab amalan dari belakang atau dari depan terdapat di QS. Al Insyiqaaq: 8-11. Pemberian kitab dari depan adalah perumpamaan bahwa kitab tersebut berisi amalan yang baik, demikian juga sebaliknya.

[31]
Apabila engkau paham rahasia bahwa kiamat itu dekat, maka engkau akan merasakan betapa kenikmatan surga yang dibawahnya terdapat sungai-sungai yang mengalir[1], dan  engkaupun  akan merasalan betapa pedih siksa api neraka[2] yang didalamnya tidak ada makanan selain pohon zaqqum.
[1] Sungai-sungai yang mengalir yaitu ilmu yang diberikan Allah secara terus menerus.
[2] Api neraka yaitu hawa nafsu yang membakar diri manusia.

[32]
Apabila engkau paham bahwa rahasia bahwa kiamat itu dekat, maka engkau akan mengetahui pada hari ini Allah-lah tempat kembali segala urusan[1],  dan engkaupun akan mengetahui pada hari ini kepada Allah-lah tempat manusia dikembalikan[2]. Maka ringanlah segala beban dihatimu, sehingga engkau ridho, dan Allah meridhoimu.
[1] QS. Asy Syuura: 53, QS. Al Hajj: 41, QS. Al Anfaal: 44. Q.  Al Baqarah: 210, QS. Faathir: 4, QS. Luqman: 22,  QS. Al Hadiid:5,  QS. Ali 'Imraan: 109.
[2] QS. Al Mujaadilah: 9, QS. Al Jaatsiyah: 15, QS. Az Zukhruf: 85, QS. Fushshilat: 21, QS. Al Mu'min: 77, QS. QS. Az Zumar: 44, QS. Yaasiin: 22 dan 83, QS. Ar Ruum: 11, 29. Al 'Ankabuut: 57

[33]
Masihkah engkau ragu-ragu bahwa kiamat itu dekat[1], padahal Allah mengatakan; "Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu[2]".
[1] Dekat artinya dibalik dunia sekarang ini adalah kehidupan akhirat.
[2] QS. An Nahl: 77.

[34]
Ingatlah sesungguhnya kekasih Allah (Wali Allah, yaitu orang yang beriman dan selalu bertaqwa)  itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Bagi mereka berita gembira, yaitu dibukakan rahasia-rahasia kehidupan dunia dan akhirat[1]. Tidak ada perubahan bagi janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar[2].
[1] Rahasia kehidupan dunia dan akhirat, bahwa keduanya adalah perumpamaan kondisi lahiriyah dan batiniyah manusia, sehingga konsentrasi mereka hanya kembali kepada Allah, bukan yang lain.
[2] Diambil dari QS. Yunus 62 s/d 64

[35]
Barang siapa yang masuk ke dalam surga ke-ma'rifahan di dunia ini[1], niscaya ia tidak merindukan surga akhirat dengan nisbah bidadari-bidadari yang molek dan semua kenikmatan yang ada di dalamnya.

Kerinduannya terhadap surga akhirat tidak lain hanya kembali kepada Allah.
[1] Surga ke-ma'rifahan kepada Allah di dunia ini adalah kesenangan seorang hamba yang benar-benar telah mengenal Tuhannya secara nyata.

[36]
Ketahuilah bahwasannya dunia ini adalah hijab bagi akhirat terhadapmu, ketahuilah pula bahwasannya akhirat adalah hijab bagi Allah terhadapmu.

Apabila didalam hatimu walau hanya terdapat seekor semut, maka makhluk itu telah menjadi penghijab yang besar antara dirimu dengan Allah. Dan ketahuilah bahwasannya semua makhluk[1] adalah hijab terhadap-Nya.
[1] Termasuk akhirat, surga dan neraka merupakan hijab.
----------Selesai

cahaya diatas cahaya 11;- KISAH ITU MENJADI TUNTUNAN DAN PERINTAH

[1]
Engkau pasti tidak tahu apa hakikatnya ayat Al-Qur’an menceritakan tongkat Nabi Musa berubah menjadi ular[1].

Engkau pasti tidak tahu apa maksud ayat Al-Qur’an berulang kali menceriterakan tentang Nabi Musa dengan tongkatnya membelah laut[2].

Engkau pasti tidak tahu apa maksud ceritera masakan ikan bekal penggembaraan Nabi Musa yang dibawah Dzu Nun tiba-tiba menjadi hidup kembali begitu tiba di Majmaul Bahrain, yaitu pertemuan dua laut[3].

Engkau pasti tidak tahu apa maksud ceritra Nabi Musa menghidupkan orang mati dari potongan tubuh sapi betina yang telah di sembelih[4].

Engkau pasti tidak tahu pula maksud ceritera gunung Tursina hancur dan Nabi Musa pingsan, pada waktu Tuhan menampakkan diri[5].

Carilah pengetahuan agar engkau memahami hakikat dari kisah-kisah Nabi Musa yang telah banyak diceritakan Al-Qur’an.

[1] Terdapat di QS. An Naml: 10,  QS. Al Qashash: 31, QS. Al A'raaf: 107, QS. Thaahaa: 20, QS. Asy Syu'araa': 32.
[2] Terdapat di QS. Thaahaa: 77.
[3] Terdapat di QS. Al Kahfi: 61.
[4] Terdapat di  QS. Al Baqarah: 73.
[5] Terdapat di  QS. Al A'raaf: 143.

[2]
Sudah sampaikah kepadamu kisah pelacur yang kehausan ditepi sumur setelah melewati desa yang tidak tersedia makanan. Dengan sepatu yang diikat maka ia mengambil air. Sedang disampingnya ada seekor anjing yang sangat membutuhkan air tersebut, seketika air yang berhasil diambilnya diberikan kepada anjing yang juga sangat kehausan. Kemudiaan Tuhan mewafatkan ia dan memasukkannya ke dalam surga.

Apakah juga sampai kepadamu kisah Ashabul Kahfi yang dengan anjingnya melarikan diri dari Raja yang keji untuk masuk ke gua, hingga mereka dan anjingnya masuk surga. Sesungguhnya anjing itu perumpamaan hawa nafsu manusia.

Sejelek apapun kemaksiatan yang dilakukan hawa nafsu apabila diberikan petunjuk (ilmu), seperti pelacur memberikan air kepada seekor anjing, atau seperti Ashabul Kahfi melarikan anjingnya dari ajakan perbuatan keji dan bertobat kedalam gua, maka nafsu manusi dengan segala dosa yang telah diperbuat tersebut mendapat ampunan Tuhan.

[3]
Penolakan tentang ilmu tauhid dari orang awam sejak dari dulu sudah ada, walau dikalangan umat Islam sendiri.

Hal itu dijelaskan dalam Al-Qur’an pada kisah Ashabul Kahfi setelah tidur didalam gua selama 309 tahun[1] kemudian menukarkan uangnya untuk membeli makanan, tidak ada yang mau menerima.

Padahal uang Ashabul Kahfi (ilmu Tauhid) sebenarnya lebih berharga dari pada uang (ilmu-ilmu lain) yang demiliki oleh orang dipasar pada waktu itu.
[1] QS. Al Kahfi: 9-26.

[4]
Sesungguhnya Al-Qur’an tidak cukup hanya diartikan secara imanen, tapi arti secara transenden yang bisa membuka rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya.

Kisah-kisah Nabi Musa bertemu Khidir dan Rasul-Rasul lain didalam Al-Qur’an yang sebenarnya adalah pengertian transenden[1] bukan imanen.
[1] Pengetian transenden lain misalnya perintah nabi Ibrahim menyembelih Ismail, Nabi Musa diperintah melepas trompah di lembah Tua, kisah Ashabul Kahfi, Nabi Isa menghidupkan orang mati.

[5]
Banyak yang membaca ayat Al-Qur’an berupa ceritra berulang-ulang, tapi sedikit yang tahu bahwa sesungguhnya ayat itu perintah. Perintah seperti Khidir melubangi perahu[1], perintah seperti Musa memukulkan tongkat pada batu[2], perintah seperti Ibrahim menghancurkan  berhala-berhala[3], perintah seperti Sulaiman mendengar pembicaraan semut[4].
[1] QS. Al Kahfi: 7.
[2] QS. Al Baqarah: 60.
[3] QS. Al Anbiyaa': 58, QS. Ash Shaaffaat: 93.
[4] QS. An Naml: 19.

[6]
Dialog (ceritra) dalam Al-Qur’an ada interpersonal dan ada yang intrapersonal. Apabila ayat itu interpersonal berarti kejadiannya terjadi secara fisik. Tapi kalau ayat itu intrapersonal maka kejadiannya didalam diri manusia iru sendiri (batiniyah). Contoh Kisah Musa dan Khidir bisa dikatakan sebagai intrapersonal, kejadiannya didalam diri Musa sendiri. Kisah Iblis tidak mau sujud kepada Adam itu ceritra intrapersonal, tidak ada kejadian fisiknya.

[7]
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu”. Tanya Ibrahim pada anaknya. Ismail menjawab “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar[1]”.

Perintah menyembelih anak tidak hanya untuk Ibrahim tapi untuk semua orang yang percaya dan beriman pada Tuhannya.

Sebenarnya Allah tidak pernah menyuruh menyembelih anak, Allah tidak pernah memerintahkan mengkurbankan sosok Ismail, karena Allah bukan Tuhan sadisme, bukan Tuhan kekerasan. Tetapi sosok berhala di hati manusia yang beriman, sosok berhala di hati Ibrahim-lah yang harus disembelih agar cintanya pada Tuhan tidak tersaingi dan tidak mendua oleh bentuk apapun.
[1] QS. Ash Shaaffaat: 102.

[8]
Allah memerintahkan kepada orang yang beriman dan beramal sholeh sebagaimana Ia memerintahkan Nabi Khidir untuk melubangi bahtera (perahu)[1], membunuh anak kecil tak berdosa[2], mendirikan tembok orang lain yang roboh tanpa meminta upah[3]. Tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
[1] QS. Al Kahfi: 71.
[2] QS. Al Kahfi: 74.
[3] QS. Al Kahfi: 77.

[9]
Rasulullah Muhammad bisa membuat perahu[1] seperti Nabi Nuh. Rasulullah Muhammad bisa mendengar suara semut[2] seperti Nabi Sulaiman. Rasulullah Muhammad bisa membelah laut seperti Nabi Musa. Rasulullah Muhammad bisa menghidupkan orang mati seperti Nabi Isa. Rasulullah Muhammad bisa membelah bulan[3].

Apabila seorang beriman mengetahui hakikat membuat perahu, mendengar suara semut, membelah laut, menghidupkan orang mati, maka orang tersebut juga bisa melakukannya.

Dan ilmu hakikat itu terletak di dalam batiniyah.
[1] Perahu adalah simbol penyelamatan diri dari banjir, yaitu kembali ke tuntunan Al-Quran. Banjir adalah simbol semakin banyaknya perbuatan dosa dan kemaksiatan disekeliling.
[2] Semut bersarang di dalam tanah adalah simbol dari hawa nafsu yang ada di dalam manusia, itulah yang harus dipahami.
[3] Membelah bulan artinya dengan ijin Allah membangkitkan hati manusia sehingga sadar akan keimanannya kepada Allah.

[10]
Seorang walaupun berderajat Nabi dan Rasul, bukan berarti paling tinggi keilmuannya. Nabi Musa AS seorang Nabi dan Rasul yang telah berhasil mengalahkan Fir'aun, sakti bisa membelah laut dengan sebilah tongkat masih harus berguru ilmu kepada Nabi Khidhir, itupun belum dijamin lulus.

 “Musa berkata kepada Khidhr: Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? Khidhir menjawab: Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan bagaimana engkau dapat sabar atas sesuatu, yang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?[1]”.

“Musa berkata: Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun. Khidhir berkata: Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu[2]”.

“Maka berjalanlah Musa dan Khidhir, hingga tatkala keduanya menaiki bahtera lalu Khidhir melubanginya. Musa berkata: Mengapa engkau melubangi bahtera itu akibatnya engkau menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar[3]”.

Khidhir menjawab: “Bukankah aku telah berkata. Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku. Musa melanjutkan: Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku[4]”.

Melubangi bahtera, artinya Khidir mengajari pada Musa agar mampu menghilangkan egonya, agar Musa mampu menghilangkan eksistensi dirinya sehingga tenggelam dalam eksistensi Allah yang diumpamakan samudra. Ternyata Musa tidak paham makna dari melubangi bahtera. Gugurlah Musa dalam ujian pertama oleh Khidhir.

“Berjalanlah kembali keduanya, hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhir membunuhnya. Musa berkata: Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu yang mungkar[5]”.

Khidhir masih berbaik hati dan mengatakan, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan dapat sabar bersamaku?[6]” Musa masih meminta kesempatan sekali lagi, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah kali ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup memberikan uzur padaku[7]".

Musa gagal lagi, ia tidak paham arti dari membunuh seorang anak. Membunuh anak maknanaya sama dengan melubangi perahu. Yaitu menghilangkan keakuan yang selalu ingin dipuji laksana anak kecil.

“Maka keduanya melanjutkan berjalan lagi, hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang roboh, maka Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata ‘Jikalau engkau mau, niscaya engkau mengambil upah untuk itu[8]”.

Untuk yang ketiga kalinya Musa masih tidak paham maksud perbuatan Khidhir, yaitu arti menegakkan dinding rumah yang roboh. Maksud Khidir menegakkan dinding rumah yang roboh adalah memberi pelajaran bahwa Musa dalam melakukan kebajikan atau amal ibadah kepada janganlah meminta upah, janganlah meminta pahala, janganlah meminta surga, karena sesunguhnya segala usaha kebajikan dan amal itu eksistensi adalah usaha Allah sendiri.

Ketiga perbuatan Khidhir yang ditunjukkan kepada Musa maksudnya adalah sama, yaitu mengajak Musa untuk menghilangkan eksistensi dirinya agar melebur kedalam Dzat Allah, sehingga tidak ada daya dan upaya melainkan Allah sendiri yang memiliki daya dan upaya tersebut.

Secara luas Khidhir memberi hikmah bahwa manusia itu tidak memiliki daya dan upaya apapun, benar-benar mati. Yang memiliki daya dan upaya, atau yang hidup hanyalah Allah semata. “Lahaula walakuwwata illa billah”.

Khidhr berkata “Inilah perpisahan antara aku dengan engkau, kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya[9]”.

Karena Musa tiga kali tidak lulus, Khidhir menjelaskan tiga perbuatan tersebut bukan secara hikmah, tetapi secara harfiah, yaitu: “Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang sholeh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya[10]”.
[1] QS. Al Kahfi: 66 s/d 68.
[2] QS. Al Kahfi: 69 s/d 70.
[3] QS. Al Kahfi: 71.
[4] QS. Al Kahfi: 72 s/d 73.
[5] QS. Al Kahfi: 74.
[6] QS. Al Kahfi: 75.
[7] QS. Al Kahfi: 76.
[8] QS. Al Kahfi: 77.
[9] QS. Al Kahfi: 78.
[10] QS. Al Kahfi: 79 s/d 82.

[11]
Pada saat Nabi Musa mendengan suara pengembala “Oh, di manakah Dikau, supaya aku dapat menjahit baju Mu, memperbaiki kasut Mu, dan mempersiapkan tempat tidur Mu?  Di manakah Dikau, supaya aku dapat menyisir rambut Mu dan mencium kaki Mu?  Di manakah Dikau, supaya aku dapat membawakan air susu untuk minuman Mu?”

Terkejut Nabi Musa lalu bertanya kepada pengembala dengan siapa dia sedang bercakap, dijawab oleh pengembala “Dengan Allah yang telah menciptakan kita.  Dengan Dia yang menjadi Tuhan yang menguasai siang dan malam, bumi dan langit.” 

Maka marahlah Nabi Musa dan berkata “Sungguh berani kamu bercakap sedemikian kepada Allah.  Ucapan kamu itu adalah kekafiran.  Kamu harus menyumbat mulutmu dengan kapas agar dapat mengendalikan lidahmu.  Kamu harus berhenti berkata demikian, jika tidak Tuhan akan menghukum seluruh penduduk bumi akibat dosa-dosamu”

Nabi Musa a.s berkata lagi,“Apakah Allah adalah seorang manusia biasa, sehingga Dia harus memakai kasut? Apakah Allah seorang anak kecil, yang memerlukan susu untuk membesar? Tentu saja tidak.  Allah maha sempurna dan tidak memerlukan sesiapa pun.  Dengan berbicara kepada Allah seperti yang telah engkau lakukan, engkau bukan saja telah merendahkan dirimu, tapi kau juga merendahkan seluruh ciptaan Tuhan. Kau tidak lain dari seorang musuh agama.  Segeralah kamu memohon maaf”

Pengembala berkata “Tuan telah menyalakan api di dalam jiwaku.  Mulai hari ini aku berjanji akan menutup mulutku untuk selamanya.”  Setelah itu pengembala itu pergi meninggalkan Nabi Musa.

Dan setelah itu Musa ditegur oleh Allah “Mengapa engkau berdiri di antara Aku dan kekasih Ku yang setia?  Mengapa engkau pisahkan pecinta dari yang dicintainya?  Aku telah mengutus engkau supaya dapat menggabungkan kekasih dengan kekasihnya, bukan memisahkan ikatan di antaranya.” 

Musa mendengar teguran Allah dengan penuh kerendahan serta rasa takut.  Kemudian Allah berfirman  “Aku tidak menciptakan dunia supaya Aku memperolehi keuntungan daripadanya.  Seluruh makhluk diciptakan untuk kepentingan makhluk itu sendiri.  Aku tidak memerlukan pujian atau sanjungan.  Aku tidak memerlukan ibadah atau pengabdian.  Orang-orang yang beribadah itulah yang mengambil keuntungan dari ibadah yang mereka lakukan”. 

Allah melanjutkan  tegurannya kepada Nabi Musa, ”Ingatlah! Bahwa di dalam cinta, kata-kata hanyalah bungkusan luar yang tidak memiliki makna apa-apa.  Aku tidak memperhatikan keindahan kata-kata, tapi yang Aku perhatikan adalah lubuk hati yang paling dalam dari seseorang itu.  Dengan cara itulah Aku mengetahui ketulusan makhluk Ku.  Buat mereka yang dibakar dengan api cinta, kata-kata tidak mempunyai makna.  Mereka yang terikat dengan kata-kata bukanlah mereka yang terikat dengan cinta.” 

Nabi Musa amat menyesal dan mencari pengembala untuk memohon maaf. 

Nabi Musa memberitahunya  “Aku ada pesanan penting untuk kamu.  Allah telah berfirman kepada ku, bahwa tidak diperlukan kata-kata yang indah bila kita ingin berbicara kepada Nya.  Kamu bebas berbicara kepada Nya dengan cara apa pun yang kamu sukai, dengan kata-kata apa pun yang kamu pilih kerana apa yang aku sangka sebagai kekafiran mu ternyata adalah ungkapan dari keimanan dan kecintaan mu yang menyelamatkan dunia.” 

Dengan sederhana pengembala menjawab “Aku sudah melepas tahapan kata dan ayat.  Hatiku sudah dipenuhi dengan kehadiran-Nya.  Aku tidak dapat menjelaskan keadaan ku padamu, dan kata-kata pun tak dapat melukiskan pengalaman rohani yang ada dalam hatiku.”

[12]
“Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah diri Engkau kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh[1] dan Musa pun jatuh pingsan[2]. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman[3]".

Apabila engkau ingin melihat Allah agar engkau beriman seperti Nabi Musa, hal itu tidak akan sanggup engkau lakukan kecuali engkau melenyapkan segala eksistensi[4] alam semesta sehingga yang berdiri tegak adalah eksistensi Allah, dan juga engkau sanggup melenyapkan eksistensi dirimu, bahwa yang berdiri tegak pada dirimu adalah eksistensi Allah.

Maka engkau betul-betul beriman dikarenakan engkau telah melihat Allah.
[1] Gunung itu hancur luluh artinya hilangnya eksistensi seluruh alam semesta.
[2] Musa pun jatuh pingsan artinya hilangnya eksistensi diri manusia.
[3] QS. Al A'raaf: 143.
[4] Eksistensi adalah kenampaan yang hakiki dari Af’al, Asma’ , Sifat,  dan Dzat.

[13]
Orang besar tidak butuh surga, Tirulah Rabi'ah al Adawiyah, ia kalau siang membawa obor kemana-mana.

Dan ditanya ia, “Kenapa engkau membawa obor keliling kota?” Rabi'ah menjawab, “Aku akan membakar surga, supaya Allah tahu bahwa kalau aku beribadah kepada Nya, tidak karena menginginkan surga, tapi karena memang tulus cinta kepada-Nya”.

Pada saat yang lain Rabi'ah al Adawiyah membawa air didalam ember dan dia berkeliling kota, dengan mencincing kainnya. Kemudian ditanya, “Untuk apa air itu wahai Rabi'ah?” Rabia'ah menjawab, “Aku akan siramkan air ini di bara api neraka, sehingga padamlah seluruh neraka. Supaya Allah tahu bahwa kalau aku mengabdi kepada Nya itu karena aku cinta kepada Nya, bukan karena takut pada neraka-Nya”.

[14]
Salah satu keutamaan Nabi Sulaiman adalah ia diberikan cincin, sehingga dengan cincin tersebut Nabi Sulaiman memiliki kerajaan yang sangat megah yang tidak dimiliki oleh manusia lain, dan memiliki lmu yang tinggi sehingga tidak hanya menguasai bangsa manusia tapi juga bangsa Jin, bangsa binatang, angin, awan.

Cincin Nabi Sulaiman mempunyai empat sisi, yang masing-masing bertulisan[1]. Salah satu tulisan berbunyi: ”Segala sesuatu Pasti Berlalu”.

Sehingga pada waktu Nabi Sulaiman memandang segala kenikmatan yang dimilikinya, ia tidak akan merasa senang dan bangga, karena ia ingat tulisan yang ada pada cincinnya, “Segala sesuatu Pasti Berlalu”. Begitupun apabila menerima musibah dan kesengsaran, ia tidak sedih karena ingat tulisan itu, “Segala sesuatu Pasti Berlalu”.

Segala sesuatu; kenikmatan-kesengsaraan, harta-kemiskinan, langit-bumi, lahir-batin, dunia-akhirat, semuanya pasti berlalu kecuali wajah Allah. "Kullu syay-in haalikun illaa wajhahu[2]".
[1] Sisi pertama bertulisan, “Laa ilaha illallahu wahdahu laa syariirika lahu  - Tidak ada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya”. Sisi kedua tertulis,”Allahumma maalikal mulki tu’til mulka man tasya wa tanzi’ul mulka man tasya wa tu’izzu man tasya wa tuzillu man tasya - Wahai Allah Raja yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kekuasaan kepada yang Engkau kehendaki, Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki”. Pada sisi ketiga tertulis,”Kullu syai’in Haalikun Illallah - Segala sesuatu akan musnah (berlalu) kecuali Allah”. Dan pada sisi keempat tertulis,”Tabarakta Ilahiy laa syariika laka - Maha suci Engkau wahai Tuhanku yang tidak ada sekutu bagi-Mu.
[2] QS. Qashash: 88.

[15]
Allah kisahkan kepada mu  cerita Ashabul Kahfi, yaitu  pemuda penghuni gua dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Allah memberikan pula kepada mereka petunjuk[1]. Mereka tinggal dalam gua tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun lagi.

Ada orang yang akan mengatakan jumlah mereka adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan yang lain mengatakan; "Jumlah mereka adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang ghaib; dan yang lain lagi mengatakan; "Jumlah mereka tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya." Maka katakanlah; "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui bilangan mereka kecuali sedikit".

Tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini".

Dan Allah meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berhadapan dengan Raja Dikyanus  yang zalim dan menyombongkan diri.

Lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya apabila kami berlaku demikian maka kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran".

Kaum mereka telah menjadikan selain Allah sebagai Tuhan-Tuhan untuk disembah. Kaum mereka tidak mengemukakan alasan yang terang tentang kepercayaan mereka. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?

Pemuda-pemuda ini meninggalkan kaum mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, dan mencari tempat berlindung ke dalam gua itu. Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka dan menyediakan sesuatu yang berguna dalam urusan mereka.

Maka Allah tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. Ketika matahari terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

Dan demikianlah Allah bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada disini?." Mereka menjawab: "Kita berada disini sehari atau setengah hari." Berkata yang lain lagi; "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada di sini. Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.

Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya.

Pemuda Kahfi yang tinggal di dalam gua selama tiga ratus sembilan tahun[2] adalah keimanan yang didasari pada ketauhidtan kepada Allah. Degan iman dan ketauhidtan itulah manusia bisa menidurkan hawa nafsunya seperti pemuda Kahfi bersama anjingnya di dalam gua[3].

Dengan menidurkan hawa nafsu, maka rahmat dan petunjuk akan selalu diberikan Allah, seperti tidurnya Pemuda kahfi dalam gua yang luas, dan selalu mendapat sinar matahari baik pada waktu terbit atau terbenamnya.

Katauhidan harus dijaga dari pengaruh orang-orang zalim, seperti digambarkan seperti Raja Dikyanus yang selalu memaksa pemuda Kahfi agar kembali kepada Tuhan-Tuhan selain Allah.

Ketauhidtan kepada Allah ibarat uang perak Pemuda Kahfi yang sangat tinggi nilainya dibandingkan dengan kepercayaan dan agama dari orang-orang yang zalim tersebut.

Tapi jangan heran walaupun uang perak pemuda Kahfi tinggi nilainya tetapi tetap tidak laku dihadapan orang-orang zalim. Karena Allah sendiri mengatakan "Man yahdi allaahu fahuwa almuhtadi waman yudhlil falan tajida lahu waliyyan mursyidaan [4]", barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
[1] Kisah Ashabul Kahfi dijelaskan dalam Al Quran surat Kahfi ayat 9 sampai 20.
[2] Sudah dikatakan di surat Kahfi, bah tidak usah berdebat tentang jumlah bilangan, baik jumlah bilangan pemuda Kahfi, maupun jumlah bilangan tahun pemuda Kahfi didalam gua.
[3] Anjing Pemuda Kahfi adalah hawa nafsu manusia.
[4] QS. Al Kahfi: 17.

---------------Selesai

cahaya diatas cahaya 10;- TUJUH BUAH JALAN-TUJUH LAPIS LANGIT-TUJUH TINGKATAN NAFSU

[1]
Sesungguhnya tidak diciptakan hati manusia kecuali dengan kekomplekan luar biasa, hingga dibuat metafora[1] untuk memudahkan pengetahuan tentang sifat dan karakternya.

Dalam Al-Qur’an, hati manusia dimetaforakan sebagai gunung, dimetaforakan sebagai gua, dimetaforakan sebagai laut, dimetaforakan sebagai langit, dimetaforakan sebagai batu, dimetaforakan sebagai kebun yang subur, dimetaforakan sebagai api yang menyala, dimetaforakan sebagai perahu.
[1] Diumpamakan dengan berbagai bentuk.

[2]
Janganlah engkau berjalanlah dimuka bumi hanya dengan mata untuk milihat dan hanya dengan telinga untuk mendengar, tapi berjalanlah engkau di muka bumi dengan hati untuk melihat dan sekaligus hati untuk mendengar.

[3]
Seluas-luas alam semesta masih kalah luas dibanding dengan luasnya hati orang mukmin. Sesungguhnya luasnya hati orang mukmin dapat muat menampung[1] Allah, sedang luasnya alam semesta tidak muat menampung Nya.
[1] Menampung berarti memahami seluruh dzat dan sifat Allah.

[4]
Ruh manusia dengan ruh binatang sama. Yang beda akal dan jiwanya. Pertumbuhan Akal dan jiwa beda karena ruh ditiupkan pada struktur tubuh yang berbeda, semakin komplek struktur tubuh semakin komplek akal dan jiwa.

[5]
Hati manusia dapat dikatakan sebagai tanah. Ada tanah yang digali sedikit sudah keluar airnya, ada yang perlu digali sangat dalam baru keluar airnya, dan ada yang tidak keluar sama sekali. Demikian itulah Allah yang menghendaki sebagai petunjuk bagi manusia yang mau berfikir.

[6]
Nabi Ibrahim, mangatakan bahwa bulan, bintang, dan matahari yang bukan hanya di luar manusia (tata surya), tetapi di dalam diri manusia sendiri juga ada bulan, bintang, dan matahari, yaitu; “Hati”, “Akal” dan “Ruh”.

Hati diibaratkan bulan. Karena bentuk bulan tidak menentu. Ada purnama ada sabit, ada hati terang ada hati gelap.

Akal diartikan sebagai bintang. Bintang sebagai cahaya yang bisa menuntun manusia menuju arah yang benar, bintang bisa menunjukkan arah barat-arah timur, arah lurus-arah sesat. Itu fungsi bintang, atau perumpamaan dari akal manusia.

Matahari diartikan sebagai ruh manusia. Ruh adalah penggerak kehidupan manusia. Ada gelap ada terang, terbit dan tenggelamnya bintang, itu semua disebabkan daya dan upaya ruh (matahari) yang diberikan kepada hati dan akal manusia[1].
[1] Janganlah menuhankan akal, hati maupun ruh, dengan berangapan bahwa mereka memiliki daya kuat. Tirulah Ibrahim dengan tidak menuhankan mereka sama sekali dengan menghadapkan dirinya hanya kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan ia bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al An'aam 76-78.

[7]
Bagi tiap-tiap manusia terdapat malaikat-malaikat yang selalu berada dalam dirinya, mereka bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[1], siang dan malam bertugas sesuai fungsi masing-masing.

Setiap saat Mikail mambagi bagi rijeki, setiap tarikan nafas Israfil sudah meniup sangkakala, dan  Izroil sudah bekerja mencabut nyawa selama manusia hidup.

Atit dan Roqib tak henti-henti mencatat amalan manusia,  demikian juga Nungkar dan Nangkir setiap saat sudah bertanya “Siapa Tuhanmu?”, “Siapa Rasulmu?”, “Apa kitabmu?” di alam kubur manusia.

Ridwan tidak nganggur ia sudah sibuk bekerja siang malam di surga, apalagi Malik (malaikat Zabaniah) sudah dari dulu menjaga di neraka.

Dari semua itu, Jibril adalah kepalanya. Sesungguhnya Jibril setiap saat bekerja memimpin semua malaikat, dia selalu mengatur dalam diri manusia.
[1] Diambil dari QS. Ar Ra’d:11.

[8]
Setiap saat, setiap orang mukmin bisa melakukan Isra' Mi'raj. "As shalatu Mirajul Mu'minin". Sholat itu bukan hanya pergerakan fisik, tapi lebih dari itu, yaitu perjalanan batin menuju ufuk yang terjauh (Sidratul Muntaha) untuk menghadap Allah.

Apabila telah mencapai Sidratul Muntaha (Al ufuq al Ala-ufuk tertinggi) maka seorang berada pada kondisi batin yang paling dekat dengan Allah, sehingga tidak ada jarak. Dan apa yang dilihat pada saat itu di kanan dan dikiri adalah cahaya (Nurullah), demikian dirinya juga telah melebur menjadi cahaya.

[9]
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami[1]”. Tujuh buah jalan atau tujuh tingkat langit adalah yang dimaksud tujuh tigkatan nafsu; Amarah, Lauwwamah, Mulhamah, Mutmainah, Radhiah, Mardiah dan Kamalia.
 [1] QS. Al Mu'minuun: 17.

[10]
Nafsuh Amarah, hati yang kotor dan selalu berbuat mazmumah (kejahatan)[1]. Orang yang bernafsu amarah hatinya terdapat penyakit, lalu Allah menambah lagi penyakitnya[2]. Ialah orang yang menggunakan hawa nafsunya sebegai Tuhannya, dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan menutup atas penglihatannya[3]. Mereka berpaling dan menjauhkan diri dari Allah apabila menerima nikmat dan banyak berdoa apabila ditimpa petaka[4]. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah, mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi[5].
[1] Diambil dari QS. Yusuf: 53. “Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu amarah itu selalu menyuruh kepada kejahatan”.
[2] Diambil dari QS. Al baqarah: 10. “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.
[3] Diambil dari QS. Al Jaatsiyah: 23. “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
[4] Diambil dari QS. Fushishlat: 51. “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri, tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa”.
[5] Diambil dari QS. Al A’raaf: 179. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

[11]
Lauwwamah, nafsu yang menyesali dirinya sendiri[1]. “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Allah akan menjadikan untuknya penasihat dari hatinya sendiri, yaitu nafsu Lauwwamah[2]”. Dan sesungguhnya jika manusia mengikuti suruhan jahat setelah datang ilmu (isyarat Lawwamah) kepada mereka, sesungguhnya mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang zalim[3]. 
[1] Diambil dari QS. Al Qiyaamah: 2. “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri”.
[2] Al Hadist.
[3] QS. Al Baqarah: 145. “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu -kalau begitu- termasuk golongan orang-orang yang zalim”.

[12]
Mulhamah, nafsu yang dapat menyingkirkan sebahagian besar dari pada sifat-sifat yang keji. “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,  dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya[1]”. Nafsu Mulhamah menjadi sifat-sifat tenang, lapang dada, walaupun bisa muncul lagi siat-sifat Mazmumah.
[1] QS. Asy Syams: 8-10.

[13]
Mutmainah, nafsu yang bisa merasakan ketenangan hidup, tidak ada perbedaan senang dan susah pada orang yang mencapai nafsu Mutmainah. Ia adalah wali kecil yang bisa menggunakan mata dan pendengaran batin untuk mendapatkan ilmu-ilmu rahasia dari Allah, pada nafsu Mutmainah sudah merasakan kenikmatan surga. “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku[1]”.
[1] QS. Al Fajr: 27-30.

[14]
Radhiah, nafsu yang menimbulkan gelora cinta melebur bersama Dzat Allah. Ia Hanya memandang dan menyaksikan sesuatu bahwa tiada suatu yang wujud melainkan wujud Allah semata. Dimanapun dia menghadap, maka disitulah wajah Allah[1]. Nafsu yang ridho bahwa hanya Allah-lah penguasa kerajaan langit dan bumi. Dan zikirnya selalu zikir Khafi[2]. Mereka bisa berhubungan dengan seluruh Nabi dan Rasul, dan para auliya’.
[1] QS. Al Baqrah: 115.
[2] Zikir Khafi adalah zikir rahasia, zikirnya para Nabi dan Rasul. Yaitu berzikir dengan seluruh anggota badannya, kulitnya berzikir, dagingnya berzikir, darahnya berzikir, tulangnya berzikir, setiap tarikan nafasnya adalah zikir.

[15]
Mardiah, yaitu segala yang keluar darinya semuanya telah diridhoi Allah, karena ia telah tenggelam dalam Fana’ Baqabillah[1]. Nafsu Mardiah  berpegang pada pengertian “Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal[2]”. Zikirnya adalah zikir rahasia, tidak lagi ada ucapan lidah maupun hati, tapi seluruh anggota dhohir dan batinnya mengucapkan dengan zikir rahasia yang didengar oleh telinga batin di Maqam Tanaffas. Mereka berzikir kepada Allah sambil berdiri, sambil duduk dan dalam keadaan berbaring, dan menjelajah seluruh alam sampai mencapai Arsy.
[1] Fana’ Baqabillah yaitu memandang yang satu kepada yang banyak, yaitu semua Allah semata.
[2] QS. An Nahl: 96.

[16]
Kamalia, ialah tingkatan langit tertinggi, nafsu yang manjadikan manusia sebagai Insan ‘Kamil Mukamil’, yaitu manusia yang sempurna dari yang sempurna.

[17]
"Yaa muqollibal quluubi tsabbit quluubanaa 'alaa diinika [1]". Wahai Dzat yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hati kami dalam agamamu.

Sesungguhnya hati itu berada diantara dua jari Allah[2]. Allah akan membolak-balikan sesuka-Nya.

Hati seorang menjadi kafir atau beriman adalah mutlak kehendak Allah sendiri, bukan karena sebab yang lain. Walaupun Allah telah menurunkan Rasulnya dan petunjuk Al-Qur’an, yang berkuasa terhadap hati manusia mutlak adalah Allah.
[1] Al Hadist.
[2] Al Hadist.

[18]
Ada banyak binantang masuk surga; untanya Nabi Sholeh, anak sapinya Nabi Ibrahim, kambing gibasnya Nabi Ismail, sapinya Nabi Musa, ikan paus yang memakan Nabi Yunus, khimarnya Nabi Uzair, semutnya Nabi Sulaiman, burung hud-hud Nabi Sulaiman, untanya Nabi Muhammad Saw, anjingya Ashabul Kahfi.

Hal itu semua hanya saktu makna, yaitu mengambarkan bahwa nafsu yang bisa dikendalikan menuju perbebuatan baik, maka tidak ada pahala yang diberikan kecuali surga.
----------Selesai

Blogroll